"Kata anjay dan anjir merupakan pelesetan ataupun ekspresi ujaran seseorang. Bisa jadi ujaran kebencian atau ujaran kekaguman kepada seseorang ataupun suatu hal."
Dunia bahasa medsos/ media sosial dihebohkan dengan sebuah kata anjay yang menjadi fokus perhatian para pegiat konten YouTube maupun Instagram. Kata anjay itu sendiri merupakan sebuah kata yang lahir dari sebuah komunitas atau sekelompok orang yang sering menggunakan bahasa slang atau plesetan dalam mengungkapkan sebuah ekspresi kekesalan ataupun ekspresi sanjungan/pujian kepada orang ataupun objek tertentu.
Menjadi ramai diperbincangkan lantaran salah seorang youtuber atau content creator yang mencoba membahas kata ini dan melaporkan salah seorang "musuhnya" ke KPAI dengan dalih ingin menyelamatkan generasi masa depan anak bangsa karena alasan munculnya beberapa video anak-anak di bawah umur yang mengujarkan kata anjay dengan enteng di sebuah aplikasi laiknya sudah terbiasa menggunakan kata ini. Ini sungguh ironis.
Baca juga :Pengaruh Kata "Anjay" terhadap Anak yang Berkaitan dengan Identitas Nasional
Memang kata anjay itu kalau dicek di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring ataupun cetak tidak kita temukan. Karena kata ini biasanya hanya muncul pada bahasa lisan.  Sama halnya dengan kata anjir dan anjas.Â
Dapat dipahami bahwa kata anjay dan anjir merupakan pelesetan ataupun ekspresi ujaran seseorang. Bisa jadi ujaran kebencian atau ujaran kekaguman kepada seseorang ataupun suatu hal. Yang acuan kata ini jelas, yaitu mengacu pada seekor binatang anjing. Â
Saya sendiri justru lebih sering mendengar anak-anak tongkrongan mengujarkan kata anjir daripada anjay. Bisa jadi hanya beda komunitas atau kelompok orang saja yang terbiasa menggunakan kedua kata ini. Kata anjay biasa digunakan di komunitas selegram/ gaul. Yang berbeda dengan anjir yang lebih dominan digunakan di kalangan anak tongkrongan yang bermain gitar atau main game online.
Baca juga : Layakkah Kata "Anjay" Dikategorikan dalam Kata Terlarang?
Bisa juga diperhalus biar terdengarnya menjadi lebih indah atau tidak langsung mengacu pada kata sebenarnya atau denotatif. Hal ini memang kurang sesuai, jika satu kata ini saja yang dijadikan polemik padahal masih bertebaran kata-kata lain yang lebih banyak mengundang reaksi. Â
Bentuk reaksinya tidak baik jika ditinjau dari psikologi perkembangan anak. Apalagi yang menyebabkan atau mengarah pada perundungan atau bullying. Ujaran "kotor", kebencian, dan perundungan dengan kedua kata tersebut tidak lagi digunakan dalam ujaran anak-anak Indonesia.
Baca juga : Menajamkan Ketumpulan Paradigma Positif terhadap Kata "Anjay"
Semestinya menjadi tugas kita bersama sebagai orang menyeleksi kata-kata yang keluar dari mulut anak-anak, meski  terkaget-kaget saat mendengar anak-anak mengucapkan sebuah kata--mungkin dari luar rumah--yang memiliki makna buruk dilontarkan secara spontan. hal dilakukan, sebaiknya anak-anak jangan dimarahi, namun justru kita rangkul dan diajak bicara dengan bahasa yang baik agar mereka terbiasa juga berujar kata-kata baik atau positif karena dicontohkan oleh orang tuanya.Â
"Karena dalam kita berbahasa, akan dapat mencerminkan kepribadiannya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H