Mohon tunggu...
Tri Muhammad Hani
Tri Muhammad Hani Mohon Tunggu... -

Sekedar menulis pemikiran yang terkadang aneh, nyeleneh dan melawan arus...Serta selalu menjaga liarnya pikiran

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Quo Vadis Jamkesda: Mau Dibawa Kemana Hubungan “Kita”?

29 April 2015   02:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:34 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Namun demikian, mengingat sifat data kepesertaan yang dinamis, dimana terjadi kematian, bayi baru lahir, pindah alamat, atau peserta adalah PNS, maka Menteri Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran Nomor 149 tahun 2013 yang  memberikan kesempatan kepada Pemerintah Daerah untuk mengusulkan peserta pengganti yang jumlahnya sama dengan jumlah peserta yang diganti. Adapun peserta yang dapat diganti adalah mereka yang sudah meninggal, merupakan PNS/TNI/POLRI, pensiunan PNS/TNI/POLRI, tidak diketahui keberadaannya, atau peserta memiliki jaminan kesehatan lainnya. Disamping itu, sifat dinamis kepesertaan ini juga menyangkut perpindahan tingkat kesejahteraan peserta, sehingga banyak peserta yang dulu terdaftar sebagai peserta Jamkesmas saat ini tidak lagi masuk ke dalam BDT. (Sumber : Website Resmi TNP2K). Artinya tidak ada penambahan jumlah kepesertaan (zero growth), namun hanya bersifat MENGGANTI peserta lama yang sudah tidak aktif kepada peserta baru berdasarkan usulan daerah.

JAMKESDA

Pada program percepatan pengentasan kemiskinan oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) termasuk dalam klaster I selain program RASKIN, PKH, BOS dan KIP. Persoalan mendasarnya adalah ketika terdapat "perbedaan" data antara jumlah penduduk miskin berdarakan Basis Data Terpadu (BDT) Nasional dengan jumlah penduduk miskin daerah maka terdapat kelompok "irisan" dimana penduduk miskin yang sudah dijamin oleh pemerintah pusat melalui PBI Jaminan Kesehatan yang dan juga terdapat kelompok "diluar irisan" yang artinya terdapat sejumlah penduduk yang menurut data pemerintah daerah setempat adalah masuk kriteria miskin, namun tidak termasuk dalam BDT. Jumlah penduduk yang "diluar irisan" ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk memberikan jaminan kesehatan sehingga munculah program Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) di setiap kabupaten/kota dengan variasi nama yang berbeda-beda namun memiliki prinsip sama yaitu menjamin masyarakat miskin yang belum masuk dalam kriteria miskin oleh TNP2K dalam BDT.

Pertanyaanya kemudian adalah dalam era JKN menuju Universal Health Coverage (UHC) 2019 ini apakah pemerintah daerah masih diperbolehkan melaksanakan program JAMKESDA ? Jawabannya adalah masih boleh (FAQ website resmi TNP2K). Namun dalam rencana peningkatan kepesertaan JKN salah satunya adalah dengan pengembangan kepesertaan integrasi JAMKESDA ke dalam JKN. Dalam Peta Jalan Menuju Kepesertaan Semesta (Universal Health Coverage), mulai tahun 2015 kegiatan BPJS Kesehatan akan dititikberatkan pada integrasi kepesertaan JAMKESDA dan asuransi kesehatan komersial ke BPJS Kesehatan.

Skema program JAMKESDA di setiap propinsi dan kabupaten/kota cukup bervariasi, beberapa daerah sudah mengikuti sistem JKN dimana membayar kapitasi untuk FKTP dan pembayaran paket INA CBGs untuk FKRTL. Akan tetapi beberapa daerah juga masih menggunakan skema fee for services dengan jaminan penuh ataupun dengan mekanisme menetapkan plafond tertentu dan adanya chost sharing kepada peserta. Contoh paling nyata adalah program Kartu Jakarta Sehat (KJS) milik Pemprov DKI Jakartayang pada awalnya menggunakan metode pembayaran  fee for services namun kemudian beralih mengikuti sistem pembayaran JKN dikarenakan permasalahan likuiditas alokasi dana Pemprov DKI Jakarta khusus untuk program KJS ini membengkak dan terancam tidak bisa dilanjutkan.

Kembali kepada persoalan JKN oleh BPJS Kesehatan, berdasarkan Perpres 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana diubah dalam Perpres 111 Tahun 2013 maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah daerah :

1. WAJIB mendaftarkan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) seperti pegawai tidak tetap, pegawai honorer, staf khusus dan pegawai lainnya yang sumber penggajian berasal dari APBD selambat-lambatnya 1 Januari 2016.

2. DAPAT mendaftarkan penduduk yang belum termasuk sebagai Peserta Jaminan Kesehatan dengan iuran yan dibayarkan oleh pemerintah daerah sebesar Rp 19.225,00 (sembilan belas ribu dua ratus dua puluh lima rupiah) per orang per bulan dengan hak rawat inap Kelas III (setara peserta PBI Jaminan Kesehatan).

Poin kedua ini sebenarnya dapat diterjemahkan sebagai masyarakat miskin berdasarkan data dari TKPK (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan) Propinsi dan Kabupaten/Kota namun BELUM menjadi peserta PBI Jaminan Kesehatan dalam Basis Data Terpadu atau dapat disebut sebagai MISKIN DAERAH. Sifat "DAPAT" dalam Perpres 111 Tahun 2013 akan menjadi WAJIB ketika mengacu pada sifat kepesertaan JKN yaitu WAJIB bagi seluruh penduduk Indonesia dan WNA yang menetap minimal 6 bulan. Ini juga sesuai dengan peta jalan Universal Health Coverage (UHC) pada tahun 2019 sehingga pendaftaran penduduk "miskin daerah" ini WAJIB didaftarkan oleh Pemerintah Daerah paling lambat 1 Januari 2019.

PERMASALAHAN

1. Sudahkah semua propinsi dan kabupaten/kota memiliki Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota yang bekerja secara optimal sebagaimana amanat Perpres Nomor 15 Tahun 2010 ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun