Mohon tunggu...
Mashab 21
Mashab 21 Mohon Tunggu... Human Resources - asli coyyy

pelajar yang suka cuti kuliah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Oligarki dan Demokrasi

12 April 2020   23:53 Diperbarui: 12 April 2020   23:53 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by: https://indoprogress.com/ 

Benar rakyat 'boleh ikut memerintah', tetapi kaum burjuis lebih kaya dari rakyat jelata, mereka dengan harta kekayaanya, dengan surat-surat kabarnya, dengan buku-bukunya dengan bioskop-bioskopnya denngan segala alat kekuasaanya bisa mempengaruhi semua akal pilihan kaum pemilih, mempenguruhi semua jalanya politik. (ir. Suekarno)


Seiring perjalan bangsa indonesia yang sedang menapaki jalan baru disebut reformasi. Reformasi yang diharapka sebagi jawaban atas keresahan, ketakutan, kemiskinan dan hukum yang tumapang tindih diera rezim orde baru yang berkuasa hampir 20 tahun pasca reformasi ternyata masih menyisahkan pekerjaan rumah klasik hingga saat ini.

Fenomena reformasi yang berlangsun heroik pada jamanya ternyata hanya berhasil menurunkan Sueharto dari tampuk kekuasaan. Namun kroni-kroni yang selama ini berlindung dibalik rezim masih eksis hingga saat ini dan berubah menjadi elit yang mengatur negara baik secara langsung maupun menempatkan kakitangan di pemerintahan. 

Diera semakin terbukanya Demokrasi pada hari ini pun tidak mampu menggeser dan melenyapkan para kroni-kroni tersebut mereka mampu bertahan meskipun aktor utama dan pelindung telah turun tahta. Ini terjadi akibat kemampuan mereka survive diberbagai model pemerintahan.
Perbandingan banyaknya korupsi dimasa rezim Orde dan pada masa reformasi ini justru cenderung meningkat dimana koruspsi pada hari ini menjadi berita yang dipertontongkan setiap saat. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan  dikatan jeffry Winters 

"Tidak ada pertentangan yang inhern antara oligarki dan demokrasi, maupun oligarki dan cara produksi apapun. Dengan alasan yang sama, tak mengherangkan bila indonesia pada tahun 2009 bisa menjadi negara paling demokratis sekaligus paling korup di Asia tenggara. (Jeffry A. Winters)"


Oligari dan Demokrasi dalam Sejarah dan Pengertian.


Demokrasi dalam perkembanganya memiliki sejarah yang panjang, dalam beberapa literatur demokrasi berasal dari kata demos  yang berarti Rakyat dan kratos/cratein berarti pemerintahan. Demokrasi diyakini pertama kali muncul di Yunani kuno tepatnya dikota Athena sejak abad ke 5 SM. Hampir bersamaan dengan itu, tepatnya dikota Roma masyarakat meneyebut sistem pemerintahan mereka dengan istilah Republic yang berasal dari kata res yang berarti utusan dan publicus yang berarti milik rakyat secara Umum.

Namun dalam perkembangan selanjutnya demokrasi hanya bertahan sampai abad Ke-11 akibat dari kemunduran ekonomi, korupsi dan peperangan yang kemudian tergantikan oleh sistem pemerintahan otoriter. 

Namun sejak munculnya Renaisance sekitar abad ke 14-17 M memberikan babak baru dalam perkembangan demokrasi, revolusi industri di Inggris yang menyebar keberbagai negara eropa ternyata memunclkan kelas-kelas dimasyarakat baru yaitu  poletariat (jelata) dan aristokrat (ningrat)  yang mengakibatkan konflik diantara keduaanya hingga puncaknya pada revoulusi perancis pada tahun 1789 dengan selogan liberte (kebebasan), egalite (kesetaraan), dan fratnite (persaudaraan)  

Revolusi Perancis yang berhasil menggulingkan raja yang didukung dengan kekuatan kaum  aristokrat dan pemuka agama yang dilakukan oleh para kelas poletariat tenyata memilki masalah baru yaitu, munculnya kelas ketiga yaitu para kelas Borjuis (pemilik kuasa atas modal dan industri). Borjuis-borjuis inilah kemudian menguasai segala sektor termasuk politik (demokrasi) yang didukung dengan kemapuan kapital para pelakunya. Konflik yang dulunya antara poletariat vs aristokrat ternyata mengalami pergeseran menajadi poletariat vs Borjuis.

Oligarki berasal dari bahasa Yunani, oligarchia. Oligarchia yaitu  bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh sekelompok kecil elit dari masyarakat yang memiliki kekuatan capital yang besar. Dalam hal ini Plato memberikan deskripsi mengenai oligarki dimana, praktik kekuasaan yang dilakukan oleh sedikit orang yang memiliki kekayaan sehingga kepemilikan terhadap kekuasaan ditenukan oleh kekayaan.

Kekuasaan yang terpusat disegelintir elit nyaris tampa pengawasan telah menimbulkan simbiosis yang mutual diantara para penunggang kekuasaan tersebut akibatnya ruang untuk melakukan tindakan kejahatan semakin terbuka lebar dikarenakan mereka saling melindungi antara legislatif, yudikatif dan esekutif itu sendiri.


Hubungan Oligarki dan Demokrasi


Demokrasi yang sejatinya merupakan manifesatsi kedaulatan rakyat yang berlandaskan pada prinsip egaliter  yang dimana masyarakat  menginginkan persamaan hak  tampa ada golongan yang superior diantara golongan yang lain. Namun dalam kenyataanya justru muncul golongan yang berkuasa atas nama demokrasi mereka inilah yang disebut Oligarki.

Oligarki yang selama ini eksis muncul akibat dikuasainya dua hal yaitu  kekayaan dan kekuasaan  dikuasainya dua variabel penting tersebut membuat mereka mampu hidup dan berkembang meskipun ada hukum yang mengikat dalam suatu negara. Kemunculan oligarki ini ternyata berimplikasi pada berbagi sektor kehidupan termasuk poilitik dan ekonomi.

Berubahnya sektor politik akibat oligarki memnculkan stratifikasi pada pemberlakuan hukum dimana para oligark yang memiliki kekuatan modal dan kekuasaan mendaptkan pemberlakuan khusus (private Village) dan hukum pun mampu mereka transaksikan. Tidak jauh beda dengan sektor ekonomi dimana muncul stratifikasi kekayaan ditengah masyarakat, meskipun stratifikasi ialah hal yang lumrah namun seiring berjalananya sistem demokrasi ternyata stratifikasi tersebut malah semakin lebar (kesenjangan ekonomi).

Ideologi neoliberalisme yang digunakan oleh para oligarki untuk membenarkan tindakan penjarahan terhadap kesejahtraan publik. Hal ini menimbulkan pergeseran sistem pada demokrasi menjadi oligarki kleptokratik . Meskipun pada dasarnya sebuag negara tetap mengklaim sebagai negara demokrasi namun tidak bisa dipungkiri para kleptokratik tetap bersemayam dibalik sistem.

Dalam presfektif kriminologi, oligarki dapat dikatakan sebagai kejahaatan negara karena menciptakan sirkulasi kesejahtraan dan keistimewaan dalam politik namun hanya dalam limgkungan elite. 

Hukum yang kemudian diharapkan menjadi penjaga keberlangsungan politik ternyata hanya menjadi alat kekuasaan dimana setiap yang dianggap bertentangan dengan penguasa akan menjadi objek krimnalisasi. Hal ini terjadi karena realasi peradilan dan pemilik modal bersifat saling menguntungkan. 

Dampak Persekutuan Oligarki dan Demokrasi


Bagaimana bisa demokrasi indonesia berjaalan stabil namun justru disisi lain korupsi juga mengalami pertumbuhan yang massif?. Ini merupakan pertanyaan besar seorang Marcus Mietzner seorang professor dari Australian Natioanal Universty mengenai demokrasi Indonesia. Fenomenena inilah yang membuat Mietzner menyimpulkan adanya Kartelisasi dalam sistem politik indonesia.

Dalam kartel politik, stabilitas elit begitu mapan. Hal ini bisa terjadi karena mereka mengutamakan perangkulan (incorporation) atas elit yang memiliki basis ideologi berbeda, serta sikap saling memahami (mutual understanding) atas masing-masing kesalahan (Peter Mair, 1997).

Fenomena lumrah yang terjadi para kartel ialah kita bisa melihat bagaimana fenomena oposisi menyebrang kekoalisi pemerintah yang pada awlanya menjadi lawan. Contoh lain dapat dilihat bgaimana kasus-kasus besar seperti Century, BLBI, hingga Jiwasraya hingga hari ini belum terselaisaikan dengan tuntas ini terjadi akibat adanya mutual understanding seperti yang disebutkan diatas.

Dalam perpolitikan demokrasi dimana pilihan msyarakat diusung melalu partai politik terlebih dahulu para oligarki teelah menentukan pilihan sebelum dipilih oleh rakyat. Hal ini bisa kita saksikan dimana partai politi tidak lagi melakukan proses kaderiasasi secara sustainable (Berkelanjutan) namun usungan partai tergantung seberapa besar modal yang bisa disumbangkan kepada partai.

Politik uang (money politic) menjadi isu yang terus berkembang seiring proses pemilihan berlangsung bahkan Prabowo subianto menaksir cukup dengan dana 11 triliun rupiah seorang oligarki bisa menguasai pemerintahan dari desa hingga presiden.  

Kita munkin masih ingat bagaimna percakapan seorang ketua DPR pada saat itu Setyanovanto bersama Riza Chalid dan bos Freefort yang bocor kemedia. Berikut salah satu kutipan percakapan mereka:

 "Padahal duit kalau kita bagi dua pak, hepi Pak. 250 M ke Jokowi JK, 250 M ke Prabowo Hatta, kita duduk aja. Ke Singapura, main golf, aman. hahahaa. Itu kan temen, temen semualah, Pak Susahlah. Kita hubungan bukan baru kemarin. Masak kita tinggal nggak baik. tapi kan sekarang udah gak ada masalah. Sudah normal. Gitu."

Dalam percakapan itu kita bisa melihat bagaimana oligarki bekerja dibalik pemilu mereka bahkan tampak tidak sedang bertarung antar elit namun lebih bekerja sama dalam pemilu sehingga siapapun yang terpilih merekalah pemenangnya.


Nasib Demokrasi Kini & Masa Depan


Sampai pada titik muncul pertanyaan paling besar ialah Masihkah kita percaya dengan demokrasi Indonesia? Dimana para pro demokrasi mengklaim keberhasilan demokrasi namun permasalahan klasik tak kunjung usai bahkan kita hanya dimanjakan dengan angka-angka palsu diatas kertas tentang perbaikan taraf hidup masyarakat dibarbagai aspek.

Jangan heran ketika banyak gologan-golongan yang memberikan alternatif politik yang mereka anggap lebih populis dibadingkan dengan demokrasi pada hari ini misalkan saja kemunculan Hizbu Tahrir Indonesia (HTI), atau Organisasi papua merdeka (OPM) bahkan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang kembali menguat kepermukaan. Hal ini bisa saja akibat ketidak mampuan demokrasi mengkosolidasikan seluruh kepentingan masyarakat namun hanya segelintir individu atau golongan.

Suekarno sendiri telah memperingatkan kita mengenai konsep demokrasi yang tidak lagi berlandaskan pada falsafah kehidupan bangsa indonesia: 

"Mari kita awas, jangan sampai rakyat jelata indonesia tertipu oleh semboyang "demokrasi" sebagai rakyat jelata Prancis itu, yang pada akhirnya ternyata hanya dipekuda belaka oleh kaum borjuis yang bergembar-gembor "demokrasi"-kemerdekaan, persamaan dan persaudaraan, tetapi hanya mencari keenaakan sendiri, kekuasaan sendiri  keuntungn sediri (Suekarno)"  

Jauh sebelum suekarno memperingatkan mengenai keikut sertaan pengaruh kapitalis dalam sistem politik demokrasi Karl Marx menegaskan bahwa dalam negara demokrasi yang ingklusif dan egaliter telah memberikan ruang kepada para Borjuis dengan kapitalnya. Marx melihat bahwa dalam struktur masyarakat kapitalis kepemilkan atas sumber-sumber ekonomi yang berada pada segelintir elite sangat menentukan kemanpuan konteruksi dan penegakan hukum.

Demokrasi yang dilaksanakn pada hari ini tidak hanya dianggap sebgai suatu hasil mufakat para pendiri bangsa namu kita mesti memahami dan memperjuangkan demokrasi sebagaimana asas dan tujuanya. Demokrasi yang seharusnya suci dan menjadi harapan setiap individu tidak boleh distur dan dikendalikan oleh segelintir elit yang serakah. Masyarakat secara penuh tidak hanya dianggap sebagai objek namun juga subjek demokrasi itu sendiri.

Dalam kesimpulanya Mohammad Hatta menegaskan bahwa masyarakat indonesia tidak mengenal individualisme sebagaimana yang ada dibarat oleh karena itu model demokrasi yang mejiplak budaya barat secara mentah-mentah melainkan budaya yang cocok dengan karakter keindonesiaan sendiri yakni demokrasi kekeluargaan berlandaskan permusywawaratan. (latif:437)

ket-

(berasal dari bahasa Yunani: kleptes (pencuri) dan kratos (kuasa), Kleptokrasi ("pemerintahan para pencuri") adalah istilah yang mengacu kepada sebuah bentuk pemerintahan yang mengambil uang pungutan (pajak) yang berasal dari publik/rakyat untuk memperkaya kelompok tertentu atau diri sendiri (wikipedia)

Refrensi

Farida & fajrulrahman dalam Korupsi kekuasaan dilema penegakan hukum atas hegemoni oligarki

Subianto. P. Paradox indonesia pandangan strategis prabowo subianto 2017

Yudi Latif Negara paripurna Historis, rasionalitas dan aktualitas pancasila 

http://indonesiasatu.co/detail/demokrasi-dan-kartel-politik

https://www.liputan6.com/news/read/2380602/transkrip-lengkap-rekaman-setnov-riza-chalid-dan-bos-freeport

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun