Besi dragon itu hanya terangkat kecil saja. Lalu ia kembali ke posisi semula.
"Eh..!", aku sangat terkejut. Besi dragon itu sama sekali tidak patah. Jangankan patah, terlontarpun tidak. Padahal sudah kusabetkan dengan kecepatan dan kekuatan penuh. Penasaran, kuperbaiki ancang-ancang seranganku lalu kusabetkan kembali dengan lebih cepat dan lebih kuat.
TAANG!
Besi dragon itu kembali hanya terangkat kecil saja lalu kembali ke posisi semua.
"Kok bisa begini...?", gumamku penasaran. Aku memandang ke arah ayah yang kulihat sedang tersenyum.
Kucoba lagi hingga tiga kali, empat kali, hasilnya sama. Besi dragon itu sama sekali tidak patah. Selembar sabuk silat berwarna merah ini tidak mampu melakukan tugasnya dengan baik.
"Kenapa? Kok gagal dalam mematahkan besi dragonnya? Bukankah itu masih sabuk merah yang sama yang kamu pegang?", ucap ayah.
Sabuk silat merah itu masih sabuk yang sama yang kupegang. Namun ketebalannya yang berbeda. Mula-mula saat kulipat menjadi delapan lipatan, kurasakan ia menjadi berat sehingga aku yakin momentum tumbukan dengan besi akan mampu membuat besi dragon itu patah. Dan nyatanya berhasil. Lalu ketika kubuka delapan lipatan itu dan kukurangi hingga empat lipatan saja, aku masih merasakan ketebalan dan berat dari sabuk ini yang apabila kusabetkan dengan keras maka aku yakin akan mampu mematahkan besi dragon ini. Nyatanya bisa. Namun ketika kukurangi dari empat lapisan menjadi dua lapisan lipatan saja, kepercayaan diriku mulai berkurang. Bobot sabuk silat merah ini mulai berkurang drastis. Meskipun saat itu berhasil kugunakan untuk mematahkan besi dragon, namun aku merasa itu hanya kebetulan saja. Apalagi manakala dua lapisan sabuk ini kemudian dilepaskan lagi hingga hanya satu selembar sabuk sepanjang lengan orang dewasa dengan ujung panjangnya kulilitkan di pergelangan tanganku. Sabuk silat merah ini menjadi sangat ringan adanya. Berkurang drastislah keyakinanku untuk mematahkan besi dragon itu. Dan kenyataannya memang gagal.
"Hei... jangan melamun...!", ucap ayah sambil tersenyum.
"Apa kamu heran dengan kejadian barusan?", lanjut ayah.
Aku mengangguk.