Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warteg Mamang dan Ekonomi Bangsa

7 Juli 2018   12:56 Diperbarui: 7 Juli 2018   13:07 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengelola Warteg di Bangka Pela Mampang itu dipanggil Mamang. Penulis saat kuliah S1 sering hutang di warteg ini. Hutang menghutangpun masih dilaksanakan di warung mamang ini. Maklumlah, mayoritas pelanggannya penjual gas keliling pakai gerobak, tukang ojek, dan pekerja kasar lainnya.

Warung Mamang ini menjadi oase di tengah himpitan ekonomi yang menggganas di tengah Jakarta. Bagi orang kecil penjual gagas keliling dan tukang ojek keliling, dan buruh kasar, tidak mempedulikan mengenai kebersihan makanan. Yang mereka inginkan hanyalah makan murah, mengenyangkan, dan bisa hutang.

Mamang dan pengeloa warteg lainya, mungkin tidak berpendidikan tinggi. Maka mereka memilih mendirikan warteg. Dalam pemikiran mereka mana mengerti tentang marketing ekonomi yang rumit. Mereka hanya tahu bagaimana menjual. Tidak perlu teori langsung prakti saja begitu.

Mereka hanya mengerti jualan orang goblok yang layaknya pengusaha kaya Bob Sadino. Pemilik warteg itu juga tidak mengerti tentang akuntansi keuangan atau manajemen bisnis. Tetapi, toh mereka masih bisa berjualan, saat krisis moneter pun mereka berdiri kokoh.

Di warteg ini kalau kita sudah kenal orangnya atau kita berlangganan, maka kita bisa ngutang. Jika kepepet tidak punya uang, hutang saja, maka pemilik warteg pasti ikhlas. Hutang di sini tidak perlu bunga atau apalah artinya itu yang disebut pengglembungan nilai uang kertas.

Pokoknya warteg adalah tempat ngutang sekaligus bersosialisai dengan orang-orang kecil marginal dan kumal. Kita bisa nongkrong sambil ngopi tanpa takut diusir. Kelak saya pun akan setia di tempat ini, sebab warteg adalah tempat kami orang-orang kecil menyambung hidup.

Sekarang Bulan Juli  2018

Tulisan di atas di tulis pada tanggal 18 Mei 2017, saat penulis sedang mengejar untuk menyelesaikan pendidikan Magister di UIN Jakarta. Hingga saat ini setelah selesai menyelesikan kuliah Magister, penulis masih setia dengan Warteg. Tulisan lama bisa dikunjungi di blog saya www.dosenbaper.wordpress.com.

Saat sekarang hendak melanjutkan kuliah doktor, saya masih setia dengan warteg. Warteg Mamang di Bangka 3 A Pela Mampang adalah tempat nongkrong saya. Setelah beberapa tahun berlalu dari saya kuliah S1 kondisi warung Mamang tidak banyak berubah.

Lauk pauk yang dijual pun tidak berubah. Hanya lauk pauk sederhana murah meriah yang cukup untuk mengganjal perut yang lapar. Pelanggan yang dulu ada beberapa orang sudah pulang kampung ke Tegal dan Pekalongan.

"Kemana teman-teman Mang...?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun