Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bacaleg Terpidana Korupsi dan Janji Politik di Pasar Kecil

7 Juli 2018   10:03 Diperbarui: 7 Juli 2018   10:24 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Obrolan Di Pasar Kecil Bangka Raya

Suatu pagi saya berjalan-jalan ke Pasar Kecil Kawasan Pela Mampang Jakarta Selatan, menemani istri berbelanja sayuran. Kebiasaan setiap pagi selain mengantar istri, saya bisa bercengkerama langsung dengan para penjual sayur. Obrolan yang tidak mungkin akan diliput live di sebuah stasiun TV Swasta.

Para pedagang sayur itu mengatakan jika musim Pilkada atau Pemilu sering didatangi oleh Caleg. Mereka dijanjikan perbaikan hidupnya termasuk dijanjikan kestabilan harga sandang , pangan, dan papan.

Para caleg, jika momentum Pemilu dengan senang hati mendengarkan suara orang-orang kecil ini. Setelah mereka terpilih menjadi anggoat legislatif, kondisi pedagang kecil itu tetap sama. Tidak ada perubahan ke arah ekonomi yang lebih baik meskipun berulang kali diadakan Pilkada dan Pemilu.

Bangsa ini sudah sibuk dengan berbagai masalah yang belum selesai. Tidak perlu lagi menambah beban bangsa ini dengan aturan yang merugikan negara.

"Harga cabai sudah naik mas. Pokoknya semua harga sembako serba mahal"

Keluh seorang penjual bumbu dapur di Kawasan Pasar Kecil Mampang Prapatan.  Pasar yang sebagian pembelinya adalah kaum marginal dengan kantong cekak.

"Ibu masih mau berjualan dengan kondisi seperti ini..?"

Saya kemudian menyambung pertanyaan pada wanita paruh baya penjual bumbu dapur itu. Mengamati dari jarak dekat kondisi pedagang kecil yang sering kali dilupakan oleh negara. Pedagang kecil yang tidak mengerti tentang ribut-ribut dibolehkannya terpidana korupsi menjadi anggota legislatif.

"Terpaksa mas. Saya harus tetap jualan. Kalau tidak jualan bagaimana saya menyekolahkan anak saya..."

Ibu penjual sayur itu tetap setia melayani pelanggan. Ia berharap pagi ini dagangannya laku. Dengan penghasilan itu hendak menyambung hidup. Sebisa mungkin menabung untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Berharap dari anggaran negara untuk mengratiskan sekolah hingga perguruan tinggi, hal yang sangat sulit terwujud.

"Ibu setuju jika maling uang rakyat dijadikan anggota legislatif..?"

Pertanyaan saya membuat ibu penjual sayur itu tersenyum. Antara mengerti dan tidak mengerti dengan pertanyaan saya.

"Tidak setujulah mas..."

Ibu penjual sayur tersenyum. Tangannya bergerak memasukkan sayuran ke dalam kantong plastik hitam. Sesekali membersihkan debu didahinya. Ia perempuan penjual sayur yang  mecintai bangsa ini meski sering kali ia dikhianati oleh bangsanya sendiri.

Tulisan ini lahir, sebab kegelisahan saya tentang masalah korupsi di Indonesia yang justru semakin menggila. Kasus BLBI yang merugikan negara Trilyunan juga tidak pernah selesai. Kasus yang lain misalnya projek Hambalang yang juga merugikan negara trilyunan rupiah. Belum lagi kasus-kasus mega korupsi yang jika tidak segera diselesaikan, bisa menyebabkan negara ini bangkrut.

Selama ini KPK juga telah bekerja dengan baik menangkap koruptor tapi hanya pejabat daerah. Nilai yang dikorupsi juga belum sampai angka trilyunan rupiah. Saya tidak mengerti kenapa KPK hanya mampu menangkap para pejabat daerah. Sepertinya KPK belum mampu menangkap buaya yang mengkorup uang rakyat hingga trilyunan rupiah.

Pertanyaannya, layakkah seorang koruptor menjadi anggota legislatif? Jangan-jangan setelah peraturan ini sahkan, akan muncul peraturan perundangan yang membolehkan terpidana korupsi menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Menyoal Bacaleg Terpidana Korupsi

Artikel ini saya elaborasi dari headline Koran Republika 6 Juli 2018 dengan judul "Parpol Bisa Daftarkan Terpidana Korups" dan obrolan saya di Pasar Kecil Pela Mampang dengan seorang ibu penjual sayuran.

Headline Koran Republika menjelaskan, "Perwakilan Partai-Partai Politik (Parpol) di DPR berhasil mendapatkan kesepakatan boleh mendaftarkan terpidana kasus korupsi sebagai bakal calon legislatif (bacaleg). Kesepakatan terkait diundangkannya Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pecalonan Anggota Legislatif ang memuat norma larangan mantan terpidana korupsi menjadi caleg" (Repulika, 6 Juli 2018).

Soal pengajuan terpidana korupsi ini menambah permasalahan bangsa Indonesia. Secara logika sederhana, pejabat yang memakan ruang rakyat tentu saja sudah cacat moral. Mereka akan dicap buruk di masyarakat sosial. Lalu masih bisakah menjadi seorang pejabat legislatif?

Mendengar tentang dibolehkannya terpidana korupsi menjadi anggota legislatif, saya menjadi ragu bangsa ini akan bebas dari korupsi. Sebagian orang/kelompok yang setuju dengan dibolehkannya terpidana kasus korupsi menjadi anggota legislatif biasanya menggunakan dalil teologis "Tuhan saja maha pengampun. Semestinya manusia juga harus mau mengampuni. Sah-sah saja mantan korupsi menjadi anggota legislatif".

Semoga bangsa kita semakin cerdas boleh saja mengampuni koruptor tetapi harus tetap diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Tapi jangan jadikan terpidana korupsi sebagai bakal calon anggota legislatif.

Pasar Kecil Bangka Raya, 07 Juli 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun