Mohon tunggu...
Mas Fuad
Mas Fuad Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

suka berpolitik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjawab Konsep Negara Welfare State dan Tantangannya

9 Juli 2022   17:34 Diperbarui: 9 Juli 2022   17:39 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjawab Konsep Negara Welfare State dan Tantangannya

Studi kasus Teori Hukum Material (Welfare State) dalam mengatasi masalah Sosial-Ekonomi di Indonesia

Oleh : Fuad

Email : Fuad5@gmail.com

Indonesia kali ini, sedang menjawab sebagai sebuah negara yang dikenal dengan negara hukum formal mengedapankan kepentingan individualisme yang berbasis pada kepentingan kaum bangsawan, sehingga negara dengan konsep negara hukum formal itu peranannya menjadi sangat sempit dan pasif, 

yaitu negara disebut hanya sebagai negara penjaga malam saja ( nacht-wachter staat) dan lebih ekstrim lagi negara hanya menjaga keselamatan dari harta benda kaum bangsawan, melindungi dari pencurian, penipuan, pelaggaranan kontrak, dan gangguan keamanan namun tidak mempunyai hak untuk memonopoli, memaksakan maupun mengatur hubungan antara warga masyarakat. 

Maka tidaklah heran jika bentuk negara terrsebut bersistem liberalisme yang konsekwensinya muncullah ketimpangan sosial, dan akan juga muncul ketidakadilan dibidang ekonomi. Oleh sebab itu munculah reaksi dari konsep negara hukum formal dengan konsepnya sebagai penjaga malam, yaitu negara hukum material atau disebut dengan negara welfare state

sistem ini mengharusan negara untuk bertanggungjawab terhadap kesejahteraan warga masyarakat dengan campurtangan penyelenggara negara yang intensif dan bertanggungjawab terhadap bidang ekonomi dan segala pembangunan yang mengarah kepada pencapaian kesejahteraan masyarakat yang maksimal, 

dengan memberi kewenangan pada negara untuk ikut campur dalam segala urusan dan kegiatan masyarakat dengan mengingat asas legalitasnya (freies ermess sebuahen).

Penulis, kali ini akan menjelaskan bagaimana konsep welfare state ini adalah sebuah gagasan negara yang menggunakan sistem pemerintahan yang demokratis yang bertanggungjawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Program ini bertujuan untuk mengurangi penderitaan masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, gangguan kesehatan dan lain sebagainya. 

Oleh karena itu, suatu negara yang menerapkan konsep negara welfare state mempunyai kebijakan publik yang bersifat pelayanan, bantuan, perlindungan atau pencegahan pada masalah sosial.[1] Dan pada ketentuan Pasal 31 memberikan peluang pada masyarakat untuk mendapat pendidikan, 

bahkan dinyatakan dengan tegas pula bahwa, negara mengatur hak rakyat atas pendidikan dan kewajiban negara untuk memberikan peindidikan setinggitingginya. Ini berarti negara mempunyai tanggungjawab untuk menyelenggarakanpembangunan dibidang pendidikan yang mencapai pendidikan tinggi dan menjamin rakyat untuk bisa mengenyamnya. 

 Oleh sebab itu, di dalam Pasal 33 dan 34 UUD’45 lebih mempertegas lagi, bahwa Pasal 33 mengamanatkan sebagai berikut; 

pada ayat (1) memberi perintah yakni “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar azas kekeluargaan” yang mempunyai makna bahwa, sistem perekonomian negara Indonesimema merupakan hasil pemikiran bersama dan disusun bersama dan usaha bersama berdasar azaz kekeluargaan untuk meningkatkan kesejahteraan bersama warga masyarakat, ini semua tidak lepas dari konsep-konsep demokrasi konstitusional negara hukum material, 

jadi kemakmuran rakyatlah yang didahulukan, bukan orang perseorangan. Kemudian ayat (1) ini dilanjutkan pada ayat (2) yang juga memberi penekanan pada konsep negara kesejahteraan (welfare state) yakni memberi amanat sebagai berikut;

 “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajad hidup orang banyak dikuasai oleh negara” ini mengandung arti bahwa tidak ada satu-pun dari cabang-cabang produksi yang menguasai hajad hidup orang banyak itu lepas begitu saja dari penyelenggara negara, di sinilah negara harus menjamin keberlangsungannya. 

Artinya negara melarang adanya penguasaan sumber daya alam berada di dalam tangan perseorangan, yaitu seperti adanya monopoli, oligopoli ataupun adanya praktek kertel yang menyangkut pengelolaan sumber-sumber alam.

 Kemudian ayat (3) menegaskan pula, bahwa; “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” kembali disini negara dituntut untuk mengurus dan kemudian menmgelola yang tujuannya jelas untuk kemakmuran warga masyakatnya. 

Tidak ada kata tidak ketika sumber-sumber alam tersebut diupayakan untuk meningkatkan kesejahteraan, itu kewajiban penyelenggara negara. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa monopoli pengaturan, penggunaan, penyelengaraan, persediaan serta pemeliharaan sumber daya alam berada ditangan negara. 

Sedangkan kata “dikuasai oleh negara”bukan berarti kepemilikannya namun cenderung pada kemampuan negara untuk melakukan kontrol dan pengaturan supaya setiap usaha atau perusahaan tetap berpegang pada prinsip kepentingan mayoritas dan kemakmuran rakyat.

 Pasal 33 ini memiliki jiwa semangat sosial yang menempatkan penguasaan barang untuk kepentingan publik. Kemudian kembali Pasal 34 menegaskan, bahwa negara Indonesia itu mengurus, artinya berupaya untuk memperhatikan dan memelihara Fakir miskin dan anak-anak terlantar (ayat 1), jelas hal ini menunjukkan bahwa kiprah penyelenggara negara untuk mengurus warga negaranya yang miskin dan anak terlantar.

  Maka untuk melakukan pekerjaan itu Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (ayat 2). 

Dengan demikan Negara mengambil tanggungjawab atas ketersediaan fasilitas pelayanan umum yang layak (ayat 3), maka dapat dikatakan, bahwa negara tidak hanya mengurus saja, tetapi di sini negara bahkan bertanggungjawab atas tersediannya fasilitas umum yang mestinya dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh warga masyarakatnya.

 Lalu, apakah ini yang dikehendaki konsep negara berasaskan welfare state?. Tentunya bukan, sebuah konsep negara welfare state seharusnya di kemas sedemikian rapi, sehingga tatakelola dari apapun menjadi baik dan tertata, bukan yang asal sudah mengeluarkan undang-undang yang menyentuh kesejahteraan warga masyarakatnya disusun dan dikeluarkan begitu saja tanpa kesiapan perangkat yang akan pendukungnya. 

Maka sangatlah jelas bahwa Pemerintah Indonesia belum bisa menyikapi konsep negara kesejahteraan dengan tepat dan benar sesuai dengan amanat UUD’45, namun demikian usaha untuk mengarah ke konsep walfare state sudah jalas. 

Tampak di sini bahwa, pemerintah berkeinginan sistem jaminan sosial nasional yang diatur dengan UU. No. 40 Tahun 2004, dipaksakan hadir sehingga meningalkan undangundang yang seharusnya disusun dan diundangkan terlebih dulu, Seakan-akan ada kepentingan yang mendesak tanpa kosep persiapan yang matang. Jika pemerintah membuat kebijakan sistem jaminan sosial mestinya dipersiapkan dulu piranti pendukungnya, 

sistem ini tidak akan berjalan dengan semestinya jika untuk penopang sistem itu belum ada. Semisal sistem jaminan sosial itu ada tetapi bagaimana sistem kesehatannya belum diatur bagaimana sistem yang dibuat itu bisa efektif berjalan, sedangkan salah satu pengaturan itu adalah bidang kesehatan, 

belum lagi untuk pelayanan kesehatannya dan pelayanan publik juga belum diatur, lalu bagaimana sistem ini bisa berkerja, dan siapa yang akan tekena sistem itupun belum juga diatur.

 Sistem Jaminan Sosial Nasional ini kemudian menjadi prioritas pemerintah dalam upaya pengentasan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan utamanya di bidang kesehatan, kebijakan ini menjadi isu yang amat strategis yang dicoba diangkat dengan dasar alasan peningkatan kesejahteraan masyarakat, 

sehingga pada tahun 2013 pemerintah mengeluarkan Pen Pres No.12 Tahun 2013 tentang Kesehatan dan Pen Pres No. 7 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN) sebagai amanat adanya UU. No.40 Tahun 2004.

 Keberadaan Penpres-Penpres ini sebenarnya untuk terlaksananya UU. No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang dicanangkan per 1 Januari 2014 akan diterapkan, namun terlihat disini bahwa jelas keberadaan undang-udang ini telah mengabaikan Pasal 34 ayat (3) dan ayat (4).

Belum lagi jika ditilik dari kesiapannya, UU. No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional bidang kesehatan ini belumlah layak diterapkan karena kesediaan fasilitas pelayanan kesehatan belum cukup tersedia sedangkan tersedianya akan hal itu ini jelas merupakan perintah dari konstitusi yang harus disiapkan dalam bentuk undang-undang. 

Perintah Konstitusi itu diaksanakan, akan tetapi Pemerintah tampaknya hanya terfokus menyusun peraturan perundang-undangan tentang kesehatan saja, sedangkan penunjang untuk itu hanya diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) saja.

sedangkan pengaturan tentang fasilitas pelayanan kesehatan baru disahkan setelah Undang-Undang No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional disahkan, yaitu Undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2011 tentang klinik, 

ini menandakan betapa Pemerintah sangat tidak memperhatikan yang terlebih dulu untuk pendukung kesiapan dilaksanakan UU. No. 40 Tahun 2004. 

Demikian juga dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 6 Tahun 2013 tentang Kriteria Fasilitas Pelayanan Kesehatan baru dibuat setelah disahkannya Undang-undang No. 13 Tahun 2013 tentang Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS). Kebijakan-kebijakan itu dibuat karena didorong keinginan pemerintah supaya segera berlakunya UU.

  Sistem Jaminan Sosial Nasional, segera efektif terlaksana pada tanggal 1 Januari 2014. Tampaknya isu kesehatan bagi pemerintah merupakan isu sentral yang perlu segera digarap walaupun maninggalkan isu sosial yang lain yang mungkin penting harus segera dipikirkan juga.

Namun aturan-aturan tentang fasilitas pelayanan kesehatan terlihat dipisah-pisah tidak dipadukan menjadi satu kesatuan, dan yang paling riskan adalah peraturan fasilitas pelayanan kesehatan tersebut terkesan membiarkan praktek-praktek bisnis komersialisasi asuransi kesehatan, bisnis rumah sakit dan klinik, mafia farmasi, 

peluang adanya kolusi dalam akreditasi fasilitas kesehatan, bahkan terbukanya komersialisasi pendidikan kedokteran tercecernya peraturan-peraturan dibidang pelayanan kesehatan tersebut, tampaknya pemerintah belum begitu siap dengan dilaksanakannya UU. No. 40 Tahun 2004 Sistem Jaminan Sosial Nasional, mestinya pemerintah lebih mengatur dulu bidang-bidang sosial yang menjadi target sasaran dari UU. No. 40 Tahun 2004 tersebut.

 Negara Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan sistem welfare state dengan model minimalis tetap memberikan tunjangan yang sangat menimal juga bagi warga negaranya. Dengan demikian, sudah semestinya masyarakat tidak terus menerus mengandalkan bantuan dan tergantung pada pemerintah.

Tanggungjawab kesejahteraan pribadi terletak pada masing-masing pribadi itu sendiri, tanpa mengandalkan bantuan pemerintahan yang masih dirongrong adanya perbuatan-perbuatan korup. Sebenarnya jika Pemerintah itu tidak hanya terfokus dan mengutamakan sistem jaminan sosial nasional pada kesehatan saja yang nyatanya masih keteteran, 

pemerintah mestinya juga memfokuskan serta mengefektifkan perbaikan kualitas sumber daya manusia terlebih dulu yaitu dengan memperbaiki dan membangun aspek moral dan mental manusianya.

Oleh sebab itu kualitas sumber daya manusia yang diupayakan peningkatannya melalui jenjang pendidikan dan ini mestinya harus diperhatikan dan diprioritaskan menjadi fokus yang utama pemerintah. Karena dari dunia pendidikan inilah moral, mental dan ahklak manusia dibentuk, sehingga menghasilkan manusia-manusia yang terdidik dan mempunyai idealisme tinggi serta anti korupsi. 

Melihat pada ketidak berdayaan pemerintah ini, memberi sinyal bahwa negara dalam menjawab dan mengejawantahkan konsep negara kesejahteraan (wefare state) walaupun dengan model yang minimal sekalipun, belumlah begitu siap.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun