Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mulai mengirimkan utusannya keluar wilayah Islam semenjak Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani. Rombongan pertama berangkat menuju ke Abysinia (Habasyah). Rombongan itu diutus pada awal periode Mekkah saat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan para sahabatnya mulai mendapatkan perlakuan buruk dari Kaum Quraisy Mekkah. Gelombang pertama berangkat ke Abysinia dan berhasil mendapat perlindungan dari Raja Abysinia, Najasi.
Kaum Quraisy Mekkah merasa gusar mendengar Ummat Islam mendapatkan keamanan dan perlindungan dari Najasi. Mereka pun mengirimkan beberapa utusan yang terdiri dari tokoh terkemuka untuk melakukan persuasi kepada Najasi agar mengusir Ummat Islam. Sejumlah hadiah juga mereka bawa untuk sang Raja. Tokoh-tokoh Quraisy itu berusaha untuk melakukan pendekatan kepada Raja Najasi atas nama orang-orang Arab. Namun, Najasi dengan keras menolak untuk menyerahkan kaum Muslimin dengan begitu saja tanpa mendengar alasan apa yang menyebabkan kaum Muslimin diusir.
Ja'far bin Abu Thalib, sebagai juru bicara dari pihak kaum Muslimin mengutarakan mengapa mereka melarikan diri dari tanah kelahirannya sendiri. Ja'far menyampaikan asal-usul Bangsa Arab ketika zaman jahiliyah. Kemudian, dilanjutkan dengan kedatangan Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam sebagai utusan Allah kepada mereka. Mereka mempercayai Muhammad dan mengikuti apa yang dia bawa dari Allah Subhanahu wa Ta'aalaa.Â
Mereka pun menyembah Allah Subhanahu wa Ta'aalaa tanpa menyekutukannya dengan apa pun. Akibat perbuatan Ummat Islam itu, orang-orang Mekkah menjadi semena-mena terhadap mereka. Ja'far berkata, "Mereka berusaha merusak keimanan kami dan berusaha mengembalikan kami kepada agama lama menyembah berhala dan arca-arca. Mereka menganggap apa yang kami lakukan sebagai perbuatan jahat. Mereka demikian kejam dan tidak adil dalam memperlakukan kami, dan mereka telah membinasakan hidup kami. Mereka menjadi penghalang antara kami dan agama kami. Oleh karena itulah, kami datang ke negeri Anda, sebagai satu-satunya pilihan dari pilihan-pilihan yang ada. Di sini kami merasa senang berada di bawah perlindungan Anda, dan kami berharap bahwa kami tidak akan diperlakukan tidak adil selama kami berada bersama Anda".
Rencana orang-orang Quraisy menjadi berantakan. Najasi dengan tegas menolak untuk menyerahkan kaum Muslimin ke tangan orang-orang kafir Quraisy. Namun, mereka tidak menyerah. Mereka datang di hari berikutnya dan memprovokasi Najasi dengan mengatakan bahwa kaum Muslimin tidak mempercayai ketuhanan Yesus. Tatkala Najasi menanyakan hal itu ke Ja'far, dia berkata, "Kami akan katakan kepada Anda tentang Yesus sesuai dengan apa yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi kami. Dia adalah hamba Allah, utusan-Nya, ruh-Nya dan kalimat-Nya yang Dia tiupkan kepada perawan Maryam".
Banyak pembesar Najasi yang merasa gerah mendengar ucapan tersebut. Namun, reaksi Raja Najasi berbeda. Ia kemudian mengambil jerami dan berkata, "Demi Tuhan Yesus, anak Maryam, janganlah kau lebihkan apa yang kau katakan itu lebih dari panjangnya jerami ini". Raja Najasi tetap teguh pendiriannya kepada Kaum Muslimin. Sedangkan, kaum Quraisy menjadi terhina dan meninggalkan Najasi dengan rasa kecewa membawa kembali semua hadiah yang mereka bawa.
Saat Umar mengatakan ke-Islamannya di Mekkah, memberi arti bahwa sebuah kekuatan baru telah ada di tubuh umat Islam. Orang-orang yang berada di Abysinia (Habasyah) mendengar bahwasanya orang-orang Mekkah telah masuk Islam. Dan hal itu mendorong mereka untuk meninggalkan Abysinia dan kembali ke negeri kelahirannya. Namun, di tengah jalan yang dekat dengan kota Mekkah mereka mendengar, bahwa kabar itu ternyata tidak benar. Mereka pun memasuki Mekkah dengan cara sembunyi-sembunyi dan dengan perlindungan beberapa penduduknya.
Diplomasi Akhlaq dan Kesan Baik
Perilaku orang-orang Muslim di Abysinia berhasil memberikan kesan tersendiri bagi kalangan Kristen di sana. Sehingga, setelah itu Rasulullah menerima sekitar dua puluh utusan orang Kristen di Mekkah, dan mereka diterima di dalam Ka'bah. Tatkala mereka menanyakan berbagai pertanyaan yang mengganjal dada mereka dan mereka mendapatkan jawaban yang memuaskan, akhirnya mereka masuk Islam.Â
Saat bangkit untuk kembali, Abu Jahal bersama beberapa orang Quraisy mencegat mereka di tengah jalan seraya berkata, "Ya Tuhan, alangkah sialnya kamu sekalian. Kaummu mengutus kalian hanya untuk mencari informasi tentang orang itu. Namun, tak lama setelah kalian berada dengan orang itu, kalian serta merta mengingkari agama kalian, dan percaya terhadap apa yang dia katakan. Sungguh aku tak pernah mendapatkan kelompok manusia yang lebih bodoh daripada kalian". Mereka kemudian menjawab, "Semoga keselamatan atasmu. Kami tidak akan melibatkan diri denganmu dalam hal-hal yang sangat kontroversial. Bagi kami agama kami dan bagimu agamamu. Kami tidak lengah dalam mencari yang terbaik untuk kami".
Intisari :
Tulisan diatas telah menjabarkan misi yang dibawa oleh Ja'far bin Abu Thalib di depan Raja Najasi, yaitu ketika sebagian kaum Muslimin melakukan hijrah sebelum mereka hijrah ke Madinah. Ja'far saat itu membawa sebuah pucuk surat diri Rasulullah untuk Raja Najasi, yang isinya sebagai berikut:
Â
Dari Muhammad Rasulullah untuk Raja Abysinia, Najasi Al-Asham Salaam.
Â
Segala puji bagi Allah, Sang Raja Diraja, Yang Maha Kudus, Yang Maha Damai, Yang Pengasih, dan Yang Maha Mengetahui. Saya bersaksi bahwa Yesus adalah anak Maryam, roh Allah dan kalimat-Nya yang Dia tiupkan kepada sang perawan suci, Maryam. Allah telah menciptakannya dari ruh-Nya sebagaimana Dia menciptakan Adam dengan tangan-Nya dan dengan roh-Nya. Saya ajak anda untuk beriman pada Tuhan Yang Tunggal yang tidak ada sekutu bagi-Nya dan untuk taat kepada-Nya. Saya juga mengharap anda untuk mengikuti saya dan beriman terhadap saya, beriman dengan apa yang datang kepada saya, karena saya adalah utusan Allah. Saya telah mengirim kepada anda saudara sepupu saya, Ja'far, dengan beberapa orang kaum Muslimin. Maka saat mereka datang kepadamu saya mohon agar mereka diperlakukan dengan sebaik-baiknya dan jangan sampai diperlakukan dengan yang tidak patut karena sebenarnya saya sedang mengajak anda untuk beriman kepada Allah Yang Esa. Saya telah menyampaikan tugas dan kewajiban saya. Maka terimalah salam saya. Dan sesungguhnya kedamaian dan keselamatan akan selalu bersama-sama orang yang mengikuti petunjuk.
Kisah Ja'far bin Abu Thalib dan rombongan Ummat Islam itu merupakan salah satu bentuk misi diplomatik dan hubungan diplomatik yang kita kenal saat ini. Misi diplomatik dikirimkan oleh satu negara kepada negara lain untuk menjalin hubungan antara mereka. Bentuk-bentuk hubungan yang dijalin memiliki banyak dimensi sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masing-masing negara.
Hubungan diplomatik dilakukan melalui jalan damai. Negara mengirimkan utusan atau diplomat atau perwakilannya untuk membawakan dan menyampaikan pesan dari negara. Dalam penyampaian pesan itu, akan terjadi proses negosiasi dan persamaan persepsi terkait hubungan diplomatik dan kerjasama yang akan dijalin. Hubungan diplomatik yang disepakati harus saling menguntungkan kedua belah pihak dan tidak menyalahi syari'at Islam.
Menetapnya masyarakat Islam di negara lain juga menjadi cikal bakal berdirinya kedutaan besar suatu negara. Mereka mendapatkan perlindungan secara hukum dan berhak menjalankan aktifitas dengan damai tanpa ada gangguan apapun. Demikianlah praktek diplomasi Islam telah diterapkan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Disarikan dari Buku Diplomasi Islam (2000) karangan Dr. Afzal Iqbal yang diterbitkan dalam versi Bahasa Indonesia oleh Pustaka Al-Kautsar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H