Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kasim Mahmud, Penyuluh yang Mampu Biakkan Trichoderma Sendiri

29 Mei 2017   12:04 Diperbarui: 30 Mei 2017   10:07 4034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambar 1, Ksim Mahmud, mengajari petani membiakkan trichoderma (Doc. FMT)

Trichoderma (Trichoderma sp) merupakan salah satu jenis jamur atau cendawan yang sudah lama dikenal sebagai jamur antagonis, yaitu sejenis jamur yang meiliki fungsi untuk menghambat pertumbuhan jenis jamur lainnya, khususnya jamur yang bersifat patogen (merugikan/merusak/mematikan tanaman lainnya). Karena sifat antagonisnya, trichoderma kemudian dijadikan sebagai agens hayati untuk membasmi berbagai jenis jamur yang selama ini sering menjadi pengganggu atau penyakit pada tanaman budidaya baik tanaman perkebunan seperti Kopi, Kakao, Karet dan sebagainya maupun tanaman hortikultura seperti Cabe, Tomat, Kentang, Bawang Merah, Alpukat, Jeruk dan lain-lainnya.

Selama ini, para petani cenderung lebih suka menggunakan pestisida (fungisida, bakterisida) kimia untuk menanggulangi serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri. Namun ketergantungan terhadap pestisida kimia tersebut justru berakibat fatal, selain penyakit menjadi lebih kebal dan susah dibasmi, struktur tanah dan lingkungan juga ikut rusak akibat penggunaan material kimia tersebut. Itulah sebabnya, penggunaan agens hayati seperti trichoderma ini merupakan langkah bijak untuk mengendalikan penyakit tanaman dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian maupun berbagai perguruan tinggi, trichoderma terbukti efektif untuk menghambat pertumbuhan dan perkemabng biakan berbagai jamur pathogen yang sering menyerang tanaman budidaya seperti Rigdiphorus lignosus, Ridigophorus microporus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Fusarium monilifome dan Sclerotum rolfsil. Jamur pathogen tersebut sering menyerang berbagai tanaman baik tanaman berkayu maupun tanaman semusim, dan jika tidak dikendalikan dengan baik bisa berakibat fatal yaitu matinya tanaman budidaya tersebut, tentunya ini akan sangat merugikan petani.

Sejak tahun 1990an, Direktorat Jenderal Perkebunan bahkan telah merekomendasikan penggunaan trichoderma ini untuk pengendalian penyakit jamur akar (Rigdiphorus lignosus) dan jamur akar putih (Rigdiphorus microporus) yang menyerang tanaman Kopi, Kakao dan Karet. Pada waktu itu Ditjen Perkebunan membagikan ribuan ton trichoderma yang sudah dibiakkan dalam media dedak maupun sekam padi. Namun karena petani menerima bantuan tersebut dalam bentuk trichoderma jadi atau siap pakai, petani akhirnya tidak memiliki pengetahuan bagaiman cara membiakkan trichoderma sendiri. Sehingga ketika stok trichoderma bantuan pemerintah tersebut habis, petani kebingungan untuk memperoleh trichoderma, karena tidak ada dijual di pasaran.

Aplikasi trichoderma kemudian semakin meluas bukan terbatas pada tanaman perkebunan saja, tapi ternyata juga efektif untuk pengendalian penyakit tanaman pada komoditi hortikultura, terutama penyakit yang disebabkan oleh jens jamur fusarium yang banyak menyerang tanaman semusim. Namun lagi-lagi petani mengalami kesulitan untuk mendapatkan trichoderma, karena memang belum beredar di pasaran, petani hanya mengandalkan bantuan trichoderma dari pemerintah yang tentu saja jumlahnya sangat terbatas, sementara kebutuhan petani akan agens hayati ini cukup banyak, seiring dengan terus bertambahnya luas areal tanam berbagai komoditi pertanian.

Kembangkan trichoderma sendiri

Prihatin dengan kondisi tersebut, seorang penyuluh pertanian di Kabupaten Aceh Tengah, Kasim Mahmud, kemudian mencari jalan keluar sendiri untuk bisa membantu petani memperoleh trichoderma secara mudah. Berbekal referensi dari berbagai buku yang dia baca, Kasim mulai melakukan percobaan untuk membiakkan trichoderma sendiri. Biang atau bibit trichoderma sejatinya bisa didapatkan dari alam, khususnya pada kawasan yang masih terjaga kelestarian hutannya, jamur ini biasa tumbuh dalam tanah di pinggiran hutan yang memiliki kelembaban tinggi, pada tunggul-tunggul kayu atau bambu yang sudah mati.

Mulailah Kasim , penyuluh yang bertugas di BPP Lut Tawar ini melakukan “perburuan” trichoderma ke hutan-hutan yang ada di sekitar kecamatan Lut Tawar, kebetulan hampir 80 persen wilayah kecamatan yang berada di pinggiran Danau Laut Tawar ini memang masih berupa kawasan hutan. Untuk “menangkap” bibit trichoderma, Kasim menggunakan nasi basi yang diletakkan pada potongan-potongan bambu, kemudian diletakkan di pinggiran hutan yang dia tengarai sebagai tempat tumbuhnya jenis jamur ini. Nasi basi, menurut Kasim merupakan media tumbuh yang sangat baik bagi trichoderma, karena memiliki kandungan karbohidrat dan glokosa yang sebagian telah terurai. Butuh waktu 3 sampai 4 hari untuk “memerangkap” bibit trichoderma ini dalam wadah bambu berisi nasi basi tersebut, ketika dipermukaan nasi tersebut kemudian tumbuh spora berwarna putih ke abu-abuan, itu pertanda bibit trichoderma sudah terbentuk dalam media tersebut.

Bibit trichoderma tersebut sebenarnya sudah bisa diaplikasikan langsung pada tanaman, tapi karena jumlahnya sangat sedikit, tentu saja tidak efektif, karena hanya akan mencukupi pada areal tanam yang sangat terbatas, kalau sekedar memenuhi kebutuhan lahan miliknya, mungkin jumlah itu sudah mencukupi. Namun banyaknya petani yang membutuhkan trichoderma, kemudian menginpirasi Kasim untuk mengembang biakkan trichoderma tersebut sehingga mampu mencukupi permintaan petani yang membutuhkannya. Karena selain dapat mengurangi serangan penyakit, trichoderma juga memiliki sifat pengurai yang mampu membantu proses penguraian material organic sehingga mudah diserap oleh tanaman. Dengan kata lain, trichoderma selain sebagai agens hayati pengganti pestisida kimia, juga berperan sebagai activator dan stimulant pupuk organik yang diaplikasikan pada tanaman, sehingga juga berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah.

Kasim tau, bahwa untuk membiakkan trichoderma dibutuhkan media tumbuh yang memiliki kandungan karbohidrat dan glukosa yang cukup, tapi dia juga harus mempertimbangkan bahwa media tumbuh yang dibutuhkan tersebut mudah didapatkan dengan harga murah, sehingga tidak membebani petani. Maka dipilihnya dedak halus yang kebetulan sangat mudah dia dapatkan dari mesin-mesin penggilingan padi yang ada disana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun