Gambar, Abdul Hameed, wisatawan asal Perancis menyimak penjelasan penyuluh pertanian tentang Gula Aren dari Gayo (Doc. FMT)
Menjelang penutupan Penas XV 11 Mei 2017 lalu, para pemandu stand Expo Pertanian Kabupaten Aceh Tengah di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh dikejutkan dengan kedatangan seorang wisatawan berkulit putih yang kemudian diketahui berasal dari Perancis. Selama beberapa hari stand dibuka, pengunjung stand biasanya hanya peserta Penas dari berbagai daerah atau pengunjung dari kalangan masyarakat Aceh, tapi siang itu, saat suasana agak lengang, karena memasuki masa istirahat, tiba-tiba sang turis manca Negara itu nyelonong masuk ke stand pertanian yang saat itu dijaga oleh Safrin Zailani dan Anugrah Fitradi.
Berbeda dengan dengan pengunjung lainnya yang rata-rata ingin tau tentang komoditi pertanian unggulan di kabupaten Aceh Tengah, Abdul Hameed, warga Perancis keturunan Aljazair ini lebih tertarik pada bungkusan daun pisang kering berisi gula aren yang berasal dari Isaq, kecamatan Linge yang terpajang di meja stand. Dengan bahasa Indonesia yang cukup baik, dia meminta kepada Safrin dan Fitra untuk melihat isi bungkusan tersebut. Kepada Hameed, kedua penyuluh pertanian senior itu kemudian menjelaskan bahwa itu adalah gula aren yang diproduksi oleh para pengrajin gula aren di daerah Isaq kecamatan Linge, kabupaten Aceh Tengah.
Seperti penasaran, bule itu kemudian mencoba mencicipi gula aren yang disodorkan oleh Safrin,
“Enak sekali, rasanya unik, manis dan ada sedikit asam” komentarnya begitu mencicipi “gule tampang” (sebutan untuk gula aren yang diproduksi oleh home industry yang dikelola oleh para pengrasjin gula di beberapa daerah di kabupaten Aceh Tengah) itu.
Safrin kemudian menjelaskan bahwa gula itu berasal dari nira yang disadap dari pohon aren yang banyak tumbuh di kawasan hutan di kecamatan Linge. Kepada turis asal Perancis yang kebetulan beragama Islam itu, Safrin mejelaskan bahwa gula tersebut diolah secara tradisional tanpa campuran bahan pengawet atau bahan kimia lainnya, jadi produk ini murni organik. Proses pemasakannyapun menggunakan kayu bakar, sehingga menghasilkan aroma dan rasa yang khas. Safrin juga menjamin, produk olehan para pengharjin utu dijamin kehalalan dan kebersihannya, karena para pengrajin gula aren itu selalu memperhatikan kebersihan di tempat pengolahan gula yang biasanya langsung dilakukan di dapur rumah milik para petani di pedesaan.
“Dari rasa dan aromanya, ini gula pasti low calloriies, sangat baik untuk kesehatan” Hameed meneruskan komentarnya.
Lebih lanjut Safrin juga menjelaskan bahwa saat ini tren minum kopi Gayo tidak lagi menggunakan gula pasir tapi sudah beralih ke gula aren ini, karena dengan gula aren, kenikmatan kopi Gayo akan lebih terasa.
“Di kafe-kafe di Takengon dan kota-kota besar lainnya, orang minum kopi Gayo tidak lagi menggunakan gula pasir, tapi sudah beralih ke gula aren ini, menikmati kopi Gayo bersama gula aren rasanya lebih nikmat” jelas Safrin, dan wisatawan Perancis itu manggut-manggut mendengarkan penjelasan dari penyuluh pertanian ini sambil mulutnya terus mengunyah gula aren sampai menghabiskan satu lempeng.
Ingin berkunjung ke Gayo.
Tertarik penjelasan Safrin dan Fitra, wisatawan yang sudah berkeliling Indonesia ini berkeinginan untuk mengunjungi kabupaten Aceh Tengah, khusus untuk melihat dan mendokumentasikan proses pengolahan gula aren ini. Bahkan dia sudah meminta nomor handphone Safrin yang bisa dia hubungi sewaktu dia sudah sampai di Tanah Gayo.
“Saya sudah berikan nomor hape sama Abdul Hameed, katanya dalam waktu dekat ini dia kepingin mengunjungi Gayo karena tertarik dengan proses pembuatan gula aren Isaq ini, kami juga siap membantu dan memfasilitasi kedatangannya” ungkap Safrin ketika ditemui di Dinas Pertanian Aceh Tengah sepulang dari mengikuti rangkaian kegiatan Penas XV di Banda Aceh.
Lebih lanjut Kepala BPP Linge ini mengatakan kalau kedatangan wisatawan Perancis untuk melihat dan mendokumentasikan proses pembuatan gule tampang ini, pasti akan berdampak positif bagi para pengrajin gula di wilayah yang selama ini menjadi binaannya itu.
“Melalui wisatawan asing ini, nama gula aren Isaq akan terangkat ke dunia Internasional, dan ini bisa jadi peluang untuk pemasaran gula aren hasil olahan para pengrajin di sini untuk masuk ke pasar ekspor” ungkapnya “ Selama ini para pengrajin memang masih terkendala pemasaran, sehingga mereka belum mau meningkatkan kapasitas produksi mereka, kalau peluang pasar ekspor sudah terbuka, pasti kapasitas produksi akan meningkat dan pendapatan pengrajin juga akan ikut terdongkrak” harap Safrin.
Menurut informasi terakhir yang diterima Sfrin dari Hameed melalui telepon selulernya, saat ini dia sedang menjuju Takengon dan kemungkinan malam nanti dia sudah tiba di kota dingin ini, karena dia datang ke Takengon mengendarai sepeda motor sendiri, sehingga kemungkinan agak terlambat sampai di Takengon.
“Tadi dia sudah menghubungi saya, katanya sudah dalam perjalanan menuju Takengon, kami pun siap menunggu kedatangannya” ungkap Safrin. Rencananya besok, Safrin akan langsung mengajak Hameed ke Isaq untuk melihat langsung proses pengolahan gula aren disana.
Safrin berharap, nantinya Hameed akan bisa mempromosikan gula aren asal Gayo ini di negaranya maupun di negara-negara yang dia kunjungi.
“Kalau produk ini sudah dikenal di manca negara, Insya Allah nanti akan ada pemintaan dari buyer di luar negeri, apalagi setelah melihat proses pembuatannya yang benar-benar alami, ini akan jadi peluang mengangkat perekonomian masyarakat Gayo, khususnya para pengrajin gula aren” harap Safrin. Selain meilhat langsung proses pengolahan gula aren, Safrin juga akan memperkenalkan beberapa obyek wisata alam maupun wisata agro yang ada di Dataran Tinggi Gayo ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H