Geliat Penyuluh Pertanian di BPP Linge
Seperti yang dicontohkan oleh seorang penyuluh pertanian, Safrin Zailani bersama teman-temannya di BPP Linge. Penyuluh yang juga Koordinator Balai Penyuluh Pertanian (BPP) Linge ini, sudah lebih dari 5 tahun menerapkan pola usaha tani organik beberapa komoditi hortikultura dan palawija seperti cabe, tomat, kentang dan kacang merah di lahan BPP Linge yang berlokasi di desa Peregen, Isaq ini.
Lahan BPP Linge awalnya bukanlah lahan yang subur, karena merupakan lahan bekas tanaman Pinus Merkusi. Kondisi tanah di lahan tersebut, semula terlihat kering dan tandus, ini yang memicu Safrin dan kawan kawan-kawan untuk kembali “menghidupkan” lahan itu supaya bisa dimanfaatkan sebagai areal budidaya pertanian atau lahan percontohan..
Menggunakan pupuk kimia untuk mendongkrak kesuburan tanah dengan kondisi seperti itu, tentu bukan tindakan bijak., Bisa jadi tindakan tersebut akan bisa membuat tanah menjadi subur sesaat, tapi akan kembali kering dan tandus setelah itu.
Satu-satunya jalan untuk menghidupkan kembali lahan tandus itu, harus dengan pupuk organik, begitu yang terfikir oleh Safrin saat itu, karena berdasarkan pengalamannya sebagai penyuluh pertanian, penggunaan pupuk organik adalah satu-satunya cara untuk mengembalikan kesuburan tanah.
Tertu bukan perkara mudah untuk mengembalikan kesuburan tanah pada lahan BPP seluas lebih dari 2 hektar tersebut, butuh kerja keras dan tentu saja biaya yang tidak sedikit Bisa saja mengambil cara praktis dengan membeli pupuk organik yang memang sudah banyak di jual di pasaran, tapi itu butuh biaya yang cukup besar, sementara waktu itu sama sekali tidak ada anggaran yang disediakan untuk BPP. Tapi Safrin bukanlah penyuluh sembarangan, dengan cerdas dia mencoba memanfaatkan potensi yang ada di sekitar lokasi BPP.
Banyaknya ternak kerbau dan sapi yang sering berkeliaran di sekitar lokasi BPP, dapat dimanfaatkan kotorannya sebagai salah satu bahan utama membuat pupuk organik. Bermodalkan karung-karung bekas, Safrin dan kawan-kawan mulai mengumpulkan kotoran ternak itu kemudian dibawa ke komplek BPP, setelah dirasa cukup, kemudian dia mulai mencari bahan lainnya seperti dedak, sekam, kulit merah kopi dan limbah pertanian lainnya untuk kemudian dicampur dengan limbah ternak tersebut dan diolah menjadi pupuk organik padat.
Setelah merasa persediaan pupuknya memadai, Safrin kemudian mulai “merukah” atau membuka lahan untuk dijadikan lahan percontohan. Sebuah traktor didatangkan dengan biaya sendiri untuk membantu mengolah lahan, dan butuh waktu beberapa bulan untuk menjadikan lahan tidur itu bisa ditanami, tentunya dengan kerja keras tak mengenal lelah dari para penyuluh itu.
Beberapa jenis bibit tanaman seperti cabe, tomat, kentang dan kacang merah kemudian juga dia usahakan secara swadaya, dengan merogoh modal dari kantongnya sendiri. Tapi ibarat pepatah “tidak ada perjuangan yang sia-sia”, begitu juga perjuangan berat dan pengorbanan yang telah dilakukan oleh Safrin dan kawan-kawan.
Berkat ilmu pertanian dan pengalamannya sebagai penyuluh pertanian, tahun pertama dia dipercaya untuk mengelola BPP Linge, langsung menampakkan hasilnya. Dengan mengaplikasikan pupuk organik padat yang mereka buat sendiri, para penyuluh pertanian dibawah komando Safrin sudah mampu “menyulap” lahan tandus yang selama ini hanya ditumbuhi ilalang dan tumbuhan pakis itu menjadi lahan pertanian yang subur dengan berbagai jenis tanaman yang terlihat rimbun menghijau.