Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Mengenal Hidangan Eksklusif dalam Adat Pernikahan Aceh

11 Agustus 2016   12:52 Diperbarui: 12 Agustus 2016   13:48 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 4, Hidangan khusus untuk mempelai, bagian tak terpisahkan dari

Kalau bicara tentang daerah di Indonesia yang memiliki adat perkawinan termahal, sudah pasti Aceh menjadi salah satunya, karena adat pernikahan di Tanah Rencong ini memang cukup “menguras” pundi-pundi keluarga calon pengantin. Nilai mahar atau mas kawin yang cukup tinggi adalah salah satu indikatornya, untuk saat ini mahar terendah bagi calon mempelai pria untuk bisa menyunting dara Aceh, khususnya di wilayah pesisir adalah 10 mayamatau 30 gram emas, karena di daerah ini memang hanya dikenal mahar dalam bentuk logam mulia tersebut. 

Itu merupakan 'standar' terendah yang berlaku untuk keluarga kelas menengah ke bawah. Semakin tinggi status sosial dan status ekonomi seseorang, tentu semakin besar pula nilai mahar yang harus disediakan pihak keluarga calon pengantin pria. 

Kalau kemudian ada yang bertanya kenapa bisa semahal itu mahar pernikahan di Aceh? Kebanyakan jawaban akan mengarah bahwa itu adalah 'tuntutan' adat yang sudah berlaku turun temurun. Jadi sangat sulit memang merubah mindset yang telanjur melekat dalam keseharian masyarakat Aceh selama berpuluh bahkan beratus tahun itu. Orang Aceh memang dikenal sangat menghargai adat dan tradisi mereka.

Tapi bukan hanya mahar yang cukup 'memberatkan', masih ada pernak-pernik adat yang juga butuh biaya yang tidak sedikit. Untuk prosesi mengantar mempelai misalnya, hantaran yang mesti disediakan oleh keluarga mempelai juga bisa membuat orang di luar Aceh geleng-geleng kepala. Untuk kategori yang sederhana saja, hantaran untuk mempelai perempuan nilainya bisa jutaan bahkan belasan juta rupiah. Setidaknya harus ada 12 atau 13 talam dengan tudung berhias yang berisi berbagai pernik mulai dari pakaian, perlengkapan kecantikan sampai kue-kue khas yang khusus untuk hantaran ini.

Gambar 2, Hantaran mempelai yang nilainya lumayan mahal (Doc. FMT)
Gambar 2, Hantaran mempelai yang nilainya lumayan mahal (Doc. FMT)
Sekurangnya lima atau tujuh pasang pakaian lengkap mulai dari gaun, jilbab, sepatu, sandal, sampai ke 'perkakas dalam' wajib mengisi talam hantaran itu, masih ditambah dengan berbagai perlengkapan kecantikan seperti bedak, lipstick, maskara, parfum dan bermacam jenis kosmetika lainnya. Untuk melengkapi hantaran itu juga tidak ketinggalan kue-kue tradisional yang harganya pun cukup mahal seperti Meusekat (Jenang khas Aceh), Bhoi (Bolu Aceh), Keukarah (makanan ringan khas Aceh), tidak lupa Hiasan Daun Sirih (Ranup meususon) yang ditata sedemikian cantik yang hanya bisa dibuat oleh mereka yang punya keterampilan khusus dan belakangan masih ditambah lagi dengan Tart Hias bertingkat. Kalau disusun di atas bak mobil pick up, hantaran itu nyaris memenuhi seluruh bak mobil.

Kalau ditotal, nilai hantaran itu tidak kurang dari sepuluh jutaan bahkan bisa lebih, malahan sekarang sudah mulai ada Wedding Organizer yang melayani pesanan pernik hantaran ini secara paket dengan harga berkisar anatar 12 sampai 15 juta per paketnya. Jadi bagi keluarga calon mempelai yang tidak ingin direpotkan dengan menyiapkan segala pernik hantaran itu, cukup menghubungi penyedia jasa tersebut, tentunya dengan konsekuensi pengeluran budget yang lebih besar.

Tak cukup dengan mahar dan hantaran, untuk rombongan pengantar mempelai, pihak tuan rumah juga harus bersiap untuk merogoh kocek lebih dalam lagi. Selain harus menyediakan perangkat resepsi seperti tenda, pelaminan, sound system, dokumentasi dengan mengundang juru foto profesional dan kadang-kadang masih ditambah dengan shooting handycam. Untuk menyewa semua perlengkapan tersebut, pasaran sekarang tidak kurang dari sepuluh juta per paketnya, itupun untuk 'kelas' sederhana, belum lagi biaya untuk mencetak dan menyebar undangan 

Pengeluaran 'ekstra' yang juga banyak menguras simpanan keluarga mempelai adalah menyediakan hidangan baik bagi rombongan pengantar mempelai maupun untuk tamu undangan. Untuk mengisi meja prasmanan saja, setidaknya seekor sapi harus 'direbahkan', sementara semua orang tau, harga sapi atau daging di Aceh, termasuk yang tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Untuk sapi ukuran sedang saja, harganya tidak kurang dari lima belas jutaan, sedangkan yang berukuran besar bisa mencapai dua puluh lima jutaan. Memotong sapi atau menyediakan daging saja tentu belum cukup, masih banyak yang harus disediakan untuk 'memuliakan' rombongan mempelai maupun tamu undangan. Berbagai masakan berbahan dasar ikan dan ayam juga sering kita lihat terhidang dalam perhelatan tersebut, masih ditambah lagi dengan dessert berupa rujak, cendol atau es buah, juga tidak ketinggalan kopi.

Gambar 1, Menu dalam
Gambar 1, Menu dalam
Ada satu keunikan lagi yang tidak pernah kita temui di daerah lain. Khusus untuk menyambut rombongan mempelai, tuan rumah juga harus menyediakan hidangan istimewa dan eksklusif yang disebut 'Idang Meulapieh' atau hiadangan berlapis. Sebuah ruangan khusus disediakan untuk menata hidangan 'wah' ini. 

Idang meulapieh ini termasuk hidangan yang lumayan mahal, karena ini sering dianggap sebagai 'standar' penghormatan bagi keluarga besan. Mewahnya hidangan berlapis ini dapat dilihat dari menu yang memang serba istimewa, berbagai menu masakan daging seperti rendang, gulai Aceh, gulai putih, dendeng sampai sate terlihat menghiasi piring-piring kecil yang disusun bertingkat/berlapis itu. 

Berbagai olahan ikan 'berkelas' seperti kerapu, kakap merah, tuna dan udang besar juga ikut 'menyemarakkan' hidangan itu, masih ditambah lagi dengan berbagai macam kue tradisional dan bermacam buah-buahan. Begitu juga dengan minumannya, tidak cukup semacam atau dua macam saja. Selain air mineral, juga ada teh, kopi, susu, cendol, rujak dan es buah, pokoknya sangat mewah. Bahkan bagi sebagian kalangan sudah dianggap berlebihan.

Gambar 3, Aneka menu dalam
Gambar 3, Aneka menu dalam
Hidangan mewah itupun jadi terasa eksklusif karena hanya keluarga inti mempelai atau keluarga besan ditambah beberapa aparat kampung yang mengawal rombongan mempelai saja yang 'berhak' menikmati hidangan ini, biasanya tidak lebih dari 20 orang saja.

Meski kesannya berlebihan, tapi itulah cara keluarga tuan rumah untuk 'memuliakan' keluarga besannya. Dan untuk menyediakan aneka menu idang meulapieh ini, tentu saja tuan rumah harus merelakan lima sampai tujuh juta rupiah, bahkan bisa lebih dari itu untuk memenuhi 'tuntutan' adat ini. 

Karena hidangan eksklusif ini khusus buat keluarga inti, maka rombongan pengantar mempelai yang jumlahnya bisa mencapai ratusan orang, dipersilakan untuk mencicipi hidangan yang sudah tersedia di meja prasmanan. Itupun juga membuat biaya untuk sajian prasmanan menjadi ekstra, karena selain untuk menjamu para undangan, juga disediakan bagi rombongan pengantar pengantin.

Gambar 4, Hidangan khusus untuk mempelai, bagian tak terpisahkan dari
Gambar 4, Hidangan khusus untuk mempelai, bagian tak terpisahkan dari
Kalau kemudian orang mengaitkan mahalnya adat perkawinan ini dengan penerapan syariat Islam di Aceh, tentu kita harus hati-hati dan bijak dalam memberikan penjelasan. Secara syariat Islam, jelas tidak ada anjuran untuk mengadakan semua pernak-pernik pernikahan yang cukup memberatkan itu, karena dalam Islam, sebuah perkawinan sudah sah jika sudah ada akad nikah atau ijab qabul antara wali dengan mempelai pria disertai mahar yang tidak memberatkan. Kemudian jika ada kemudahan, mengadakan walimatul ursy atau resepsi sederhana.

Tapi jangan lupa, salah satu yang menyebabkan Aceh menjadi daerah istimewa adalah karena adat istiadatnya, dan salah satu bagian terpenting adari adat ini adalah adat pernikahan ini. Itulah sebabnya, meski zaman sudah berubah, sentuhan teknologi sudah menyusup sampai ke pelosok-pelosok desa, namun adat perkawinan yang lumayan mahal ini masih terus bertahan sampai sekarang, nyaris tidak keinginan untuk merubahnya. 

Meski bagi kalangan tertentu, adat pernikahan ini sangat memberatkan, tapi tidak ada seorangpun yang menafikannya apalagi menentangnya, karena adat itu memang sudah melekat dalam kehidupan masyarakat aceh secara turun temurun. 

Ya, meski di era globalisasi ini, kesannya prosesi adat seperti itu sudah out of date, tapi justru keunikan seperti inilah yang membuat budaya bangsa kita menjadi 'kaya', dan inilah yang tidak dimiliki oleh bangsa lain di dunia. Uniknya adat pernikahan 'mahal' di Aceh ini juga yang membuat status keistimewaan tetap melekat di provinsi di ujung barat negeri ini, sebuah keunikan yang tidak akan dijumpai di daerah lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun