Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Haru Biru Mengantar Si Bungsu Masuk Pertama ke Pesantren Terpadu

18 Juli 2016   10:36 Diperbarui: 19 Juli 2016   06:44 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Ibu sama nenek jangan nangis dong, nanti adik kan jadi ikut sedih” begitu ujarnya nyaris tanpa beban, sekuat-kuatnya lelaki, aku sebagai ayahnya merasa terharu juga, meski nggak sampai meneterkan air mata.

Alhamdulillah, sifat periang dan mudah bergaul dari si bungsu sangat membantunya untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Di saat ibu dan neneknya sibuk membantu membereskan kamar asramanya, si bungsu sudah menunjukkan keaktifannya bersosialisasi. Hanya dalam beberapa menit saja, sudah beberapa teman baru di dapatkan, bahkan dalam sekejap mereka sudah terlihat mulai akrab, itu yang membuat isak tangis ibu dan neneknya tidak berkelanjutan, sepertinya dia begitu menikmati tempat belajarnya yang baru itu, itu yang membuat sesak di dada ini terasa terurai.

Suasana haru biru terasa kembali saat kami harus meninggalkan komplek pesantren, kulihat air mata kembali meleleh di pipi isteri dan mertua perempuanku ketika berpamitan dan memeluk si bungsu, tapi haru biru itu terasa pupus saat melihat ketenangan si bungsu ketika kami akan meninggalkankanya di asrama putri pesantren itu, malah sambil senyum-senyum bersama teman-teman barunya, si bungsu terlihat melambai-lambaikan tangnnya ketika aku mulai menghidupkan mesin mobil untuk kembali ke rumah.

Ada keharuan, ada tanggung jawab terhadap masa depan anak, itulah yang bercampur aduk saat mengantarkan si bungsu memasuki jenjang pendidikan barunya, tapi perhatian lebih dari kami sebagai orang tua, tentunya bisa jadi motivasi baginya untuk giat belajar, dan yang pasti dia tidak pernah mersa “terbuang”, karena pada awal-awal masa transisinya itu, kami masih boleh sering-sering untuk menjenguknya, lagian pesantren tempat belajar baru bagi si bingsu tidak jauh-jauh amat dari dari tempat tinggal kami, hanya sekitar satu setengah jam perjalanan saja.

Itulah sekelumit pengalaman mengantar anak sekolah si bungsu, seperti fragmen yang terulang beberapa kali dengan frame suasana yang berbeda. Tentu saja pengalaman kami itu tidak sama dengan para orang tua lain yang memasukkan putra putri mereka ke sekolah umum, karena pendidikan di pesanten terpadu memang beda. Tak sekedar mengikuti tren, tapi lebih dari kepedulian kami terhadap masa depan bagi putra putri kami ditengah gejolak global yang penuh tantangan dan perlu disikapi dengan arif ini, semoga bermanfaat bagi pembaca.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun