Begitu juga dengan pakaian pada saat silaturrahmi dengan sesame Muslim, tentu tidak boleh hanya berpatokan kepada selera, tapi juga harus mepertimbangkan factor tenggang rasa. Jangan sampai seagian ummat Islam menjadi minder atau rendah diri karena tidak bisa memebeli pakaian bagus dan mahal, ini bisa jadi penghambat dan kendala untuk mempererat tali silaturrahmi antar sesame Muslim.
Ada kecenderungan sebagian keluarga Muslim, untuk “memamerkan” property rumah tangga mereka, mulai dari perabot rumah tangga sampai barang elektronik kepada tamu yang datang bersilaturrahmi, jelas itu bukan anjuran dari Rasulullah, karena beliau selalu menganjurkan kesederhanaan dalam semua hal, sehingga tidak ada keseganan siapapun untuk masuk dan bertamu ke rumah kita.
Untuk bersilaturrahmi, mungkin juga butuh sarana transportasi, khususnya untuk mengunjungi orang tua atau sanak family yang berada jauh dari tempat kita, tapi tidak mesti juga kita harus memaksakan diri untuk membeli kendaraan baru. Harus ada perasaan tenggang rasa kepada mereka yang kurang beruntung tidak memiliki kendaraan sendiri. Kendaraan baru juga bisa meicu timbulnya keangkuhan dan kesombongan, sifat yang seharusnya kita “kubur” pada saat kita kembali ke fitrah ini.
Menyimak keenam point anjuran tersebut di atas, jelas tidak ada satupun himbauan apalagi perintah untuk menyambut Idul Fitri secara berlebihan, apalagi sampai memaksakan diri, misalnya dengan berhutang kesana kemari yang ujung-ujungnya akan menyulitkan diri sendiri pasca lebaran.
Sebagai ummat Islam yang juga ummat Nabi Muhammad SAW, sudah semestinya kita bercontoh dari kesederhanaan Rasulullah dalam menyambut hari dimana kita kembali kepada fitrah kita. Namun jika kita belum mampu mengendalikan nafsu kita ketika memasuki Idul Fitri, agaknya kita masih harus mempertanyakan kesucian yang akan kita raih pada saat Idul Fitri ini.
Bukan menggurui atau menceramahi, namun penulis berharap, apa yang penulis bagikan lewat tulisan ini bisa jadi bahan renungan bagi kita semua, bahwa Idul Fitri bukanlah sebuah tradisi yang harus kita meriahkan dengan sesuatu yang serba “wah”, tapi Idul Fitri adalah momentum untuk introspeksi agar kita tetap bisa menjaga kesucian hati dan perbuatan kita setelahnya. Sangat tepat kiranya sebuah riwayat yang menyatakan “Idul fitri bukanlah karena pakaian yang baru, tapi hakekat Idul Fitri adalah kembalinya kesucian hati”, semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI