Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Untung Ada Kucing Nakal Itu

14 Juni 2016   14:27 Diperbarui: 14 Juni 2016   14:59 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pulang dari kantor, seperti biasa Mudin memarkir motornya di teras rumahnya, sengaja dia melakukan itu supaya kalau ada keperluan mendadak, dia tidak perlu repot-repot mengeluarkan motor dari gudang, lagian di komplek tempat tinggalnya selama ini terbilang aman dan tetangga-tetangganya juga melakukan hal yang sama.

Karena waktu sudah menunjukkan lewat jam dua siang, tentunya perutnya sudah mulai “berontak” menuntut haknya, makanya tanpa basa-basi dia langsung menuju meja makan, dan seperti biasa, dibalik tujung saji yang ada di meja makan itu sudah tersedia menu makan siang yang disediakan istrinya. Kebetulan waktu dia pulang kerja tadi, istrinya tidak di rumah, entah sedang ada keperluan apa keluar, apakah pergi belanja ke warung atau ada acara pengajian ibu-ibu, Mudin tidak begitu memperdulikan, yang penting perutnya harus segera di isi, itu saja yang ada dalam benaknya.

Mudin segera membuka tudung saji, dia menelan ludahnya melihat hidangan yang rada istimewa siang itu, dia baru ingat, ini masih tanggal muda dan baru dua hari yang lalu dia menyerahkan gajinya kepada sang istri,

“Pantes istriku masak enak, kan kemarin dulu baru kukasih uang belanja” gumannya dalam hati sambil menyendok nasi ke piring, sepotong daging empal dimasak rendang segera berpindah ke piringnya, sayur lodeh kacang panjang dan sambal cabe rawit kesukaannya juga ikut memenuhi piringnya, masih ada kerupuk udang dan sambal goreng tempe serta semur tahu, tapi Muddin belum sempat mengambilnya karena dia sudah langsung menyuapkan nasi dan lauknya itu ke mulutnya. Hanya sekejap saja separuh isi piring sudah berpindah ke perutnya yang belakangan ngikut “tren” buncit ala pejabat-pejabat, padahal dia hanya pegawai biasa saja. Tangannya kembali meraih daging rendang dan kerupuk udang, lalu sambal goreng temped an semur tahu menjadi sasarn berikutnya, lalu melanjutkan santap siang yang begitu dia nikmatinya itu, sampi dua kali dia menambah nasinya.

“Assalamu’alaiku” terdengar suara di pintu depan, dia sangat tanda dengan pemilik suara itu yang tidak lain Midah, istrinya,

“Wa’alaikum salam” sahut Mudin sambil mengelap mulutnya dengan serbet setelah menyelesaikan santap siangnya, dia meraih gelas air putih kemudian mereguknya, istrinya sudah muncul di depan meja makan,

“Dari mana saja bune, kok aku pulang tadi kamu nggak ada” tanya Mudin, istrinya menarik kursi lalu duduk di dekat suaminya,

“Dari tempat Jeng Lastri lho pak e, ngantar duit arisan, gimana pak enak to masakanku hari ini?” jawab Midah sambil melontarkan pertanyaan kepada suaminya, Mudin langsung mengacungkan jempolnya,

“Mantep banget, aku sampe nambah dua kali bu” jawab Mudin sambil mengelus-elus perutnya yang sepertinya kekenyangan “Anak-anak pada kemana, kok nggak kelihatan?” sambungnya,

“Tadi kan sudah pada pulang sekolah, habis makan dan sholat, mereka langsung balik ke sekolah, katanya ada les tambahan gitu” jawab Midah sambil mengangkat piring kotor bekas makan suaminya, lalu beranjak ke dapur,

“Kopi bune”, kata Mudin agak keras karena istrinya sudah melangkah ke dapur,

“Iya pak e, sabar sebentar” jawab Midah dari dapur, dan tak lama kemudian sudah muncul dengan secangkir kopi panas, “Ini kopinya pak”.

“Iya bune, terima kasih” jawab Mudin sambil meraih kopi di meja,

“Oya pak e, habis ini aku ada pengajian yasinan ibu-ibu di rumah bu Hajjah Syarifah, itu lho istrinya pak Haji Syarif yang dulu pernah jadi atasan pak e, tak tinggal sebentar nggak apa-apa to?” istrinya pamit untuk berangkat ke pengajian, Mudin sudah asyik dengan kopi panas dan kepulan asap kreteknya hanya menjawab singkat,

“Iya bune”

Mungkin karena buru-buru, Midah nggak sempat menutup pintu depan, tiba-tiba saja seekor kucing nyelonong masuk, dan tanpa “tata karma” langsung melompat ke meja makan, lauk di piring yang belum ditutup tudung saji itu, mungkin jadi pemicunya. Tak pelak lagi lompatan kucing itu mengejutkan Mudin, dia berusaha mengusir hewan tak di undang itu, tapi kucing itu malah menyepak cangkir kopi Mudin, kopi tumpah ke meja sementara cangkirnya jatuh dan pecah berantakan ke lantai. Mudin terlihat kesal, diambilnya sapu yang ada didekatnya lalu diburunya kucing itu, sepontan kucing itu mengambil langkah seribu menyelamatkan diri, dia berlari keluar lewat pintu depan, Mudin mengejarnya sambil tangannya memegang sapu.

“Huh, dasar kucing nggak tau sopan santun” sungutnya sambil terus mengejar kucing itu.

Tapi betapa terkejutnya Mudin ketika sampai didepan pintu, dilihatnya ada seseorang yang tidak dikenalnya sedang mengtak atik motor miliknya dengan kunci T, spontan Mudin berteriak,

“Maliiiing!” teriaknya kuat, sang maling nekat yang aksinya ketahuan oleh pemilik rumah, langsung lari terbirit, seorang lainnya sudah menunggu di jalan dengan motor dalam posisi hidup esinnya, dan hanya dalam hitungan detik, keduanya sudah lenyap dengan motor mereka, tinggal Mudin yang terlihat lemas.

“Mana malingnya mas?” tanya beberapa tetangga yang kemudian datang setelah mendengar teriakan Mudin,

“Sudah keburu lari mas, aku nggak sempat mengejarnya, ada temennya yang nunggu di jalan pake motor” jawab Mudin sambil memeriksa motornya di ikuti tetangganya tadi, sebuah kunci T masih tertancap di lubang kunci motornya,

“Dasar maling kurang ajar, siang-siang gini kok sudah mau nyolong” serapahnya,

“Makanya mas, hati-hati kalo naruh motor” kata seorang tetangganya,

“Ah bisanya juga saya parkir di sini, aman-aman saja” jawab Mudin yang sudah agak reda keksalannya,

“Tapi sekarang para maling itu pada nekat, bagusan kita lebih hati-hati” saran si tetangga,

“Iya mas, terima kasih”, jawab Mudin, para tetangga pun permisi, Mudin lalu mendorong motornya ke gudang, dia tidak mau kejadian itu terulang. Usai memasukkan motornya ke gudang, dia jadi teringat kucing nakal itu,

“Wah untung kucing tadi numpahin kopiku, kalo nggak motorku sudah lewat digondol maling” hilang kekesalannya pada sang kucing, malah dia berterima kasih kepada hewan itu,

“Waduh cing, cing, untung ada kamu , motorku nggak jadi hilang, terima kasih cing” gumannya, tapi tidak ada sahutan karena si kucing pun sudah lari entah kemana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun