Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Nggak Rugi “Menyumbang” BPJS Kesehatan, yang Penting Selalu Sehat

13 Juni 2016   14:06 Diperbarui: 14 Juni 2016   00:35 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Sejak diangkat sebagai pegawai negeri sipil pada bulan Maret 1990 yang lalu, secara otomatis aku sudah masuk sebagai peserta Asuransi Kesehatan (Askes), dan sebagai konsekwensinya, 4 persen dari gaji pokokku ditambah dengan tunjangan keluarga dan tunjangan lainnya harus “kurelakan” dipotong sebagai iuran jaminan kesehatan bagi diri dan  keluargaku itu. Artinya sudah lebih dari 26 tahun, aku ikut berpartisipasi dalam asuransi kesehatan yang dikelola oleh pemerintah itu. Aku sendiri tidak tau persis , sampai saat ini berapa iuran wajib yang sudah aku bayarkan sebagai peserta, karena aku memang tidak pernah menghitungnya. 

Sebenarnya 4 persen dari penghasilanku sebagai aparatur sipil negara bukanlah jumlah yang besar jika dibandingkan dengan layanan kesehatan yang bisa kudapatkan dari pengelola asuransi kesehatan tersebut, layanan yang sama juga bisa dimanfaatkan oleh anggota keluargaku, karena bukan hanya pegawai yang bersangkutan saja menjadi peserta Askes, tapi anggota keluarga yang menjadi tanggungan juga otomatis ikut menjadi peserta dan berhak memanfaatkan layan kesehatan yang tersedia.

Ketika Asuransi Kesehatan yang dikelola oleh PT Askes kemudian berintegrasi dengan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, kewajibanku membayar iuran juga terus berlanjut, karena kebijakan pemerintah memang sudah mengatur begitu, dan sebagai aparatur pemerintah, tentu saja tidak ada kata lain selain harus mematuhi. Meski pembayaran iuran BPJS Kesehatan itu kesannya seperti sebuah “doktrin” yang “memaksa”, namun aku menyadari sepenuhnya bahwa menjadi peserja BPJS Kesehatan jauh lebih besar manfaatnya dibandingkan dengan iuran yang aku bayar setiap bulannya. 

Tentu hitungannya bukan hitungan matematis, karena masalah kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Lagipula yang namanya sakit atau gangguan kesehatan bisa datang kapan saja dan dimana saja tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, nah disitulah baru terasa manfaat menjadi anggota layanan kesehatan.yang berlaku di seluruh Indonesia, kita bisa memanfaatkan layanannya kapan saja dan dimana saja.

Banyak diantara teman-teman pegawai yang sudah merasakan manfaat BPJS Kesehatan ini pada saat mereka atau anggota keluarga mereka tiba-tiba mengalami sakit berat dan butuh biaya perawatan dan penyembuhan yang sangat mahal. Kalau tidak tercatat sebagai peserta BPJS Kesehatan, tentu banyak biaya yang harus di keluarkan, tapi berkat layanan kesehatan massal ini, mereka merasa sangat terbantu. Apalagi layanan BPJS Kesehatan sekarang bukan hanya diperuntukkan bagi para pegawai negeri, anggotan TNI/POLRI, para pensiunan, karyawan BUMN dan Swasta, tapi seluruh lapisan masyarakat dapat menikmati layanan kesehatan ini, tentu semakin kurasakan betapa bermanfaatnya keberadaan layanan BPJS Kesehatan ini.

Meski sudah tercatat sebagai peserta dan membayar iuran wajib selama lebi dari 26 tahun, namun aku  nyaris belum pernah memanfaatkan layanan kesehatan yang disediakan oleh BPJS Kesehatan ini, seingatku baru sekali kumanfaatkan layanan kesehatan ini untuk kir kacamata. Sementara bagi anggota keluargaku, meski lebih sering memanfaatkan layanan kesehatan ini, namun terbatas pada layanan kesehatan ringan di Puskesmas atau Poli di Rumah Sakit Umum, biasanya ketika Isteri atau anak-anakku terkena penyakit ringan seperti batuk, pilek, masuk angin dan sejenisnya. Alhamdulillah, sampai saat ini aku maupun anggota keluargaku tidak pernah mengalami sakit yang berat, dan tentu aka uterus berharap kondisi seperti ini berlanjut pada masa-masa yang akan datang.

Meski demikian, aku tidak pernah merasa rugi menjadi peserta jaminan BPJS Kesehatan, karena meski nyaris jarang memakai atau memanfaatkan kartu BPJS untuk memperoleh layanan kesehatan, namun justru aku bersyukur karena Tuhan senantiasa memberikan kesehatan kepadaku dan juga anggota keluargaku. Bagiku, menjadi peserta BPJS Kesehatan itu ibarat memiliki sebuah payung besar yang bisa digunakan pada saat hujan tiba-tiba datang. Meski sudah merasa memiliki sebuah payung sebagai pelindung, tapi kan tidak harus kita menggunakannya kalau memang tidak perlu, begitu prinsipku selama ini.

Apalagi dengan system pengelolan BPJS Kesehatan sekarang yang menganut pola “subsidi silang”, dimana mereka yang nyaris jarang memanfaatkan layanan kesehatan, sementara dia tetap membayar iuran, bisa membantu mereka yang membutuhkan layanan kesehatan tapi meiliki keterbatasan akses dan finansial. Aku jadi merasa, bahwa iuran yang aku bayarkan setiap bulan itu bukan sesuatu yang sia-sia, karena dengan menyisihkan sedikit dari penghasilan bulananku, ternyata secara langsung maupun tidak langsung, aku sudah bisa membantu puluhan, ratusan bahkan ribuan orang yang membutuhkannya.

 Disitu aku jadi merasa bersyukur telah menjadi peserta BPJS Kesehatan selama puluhan tahun, meski nyaris tidak pernah memanfaatkan layanan kesehatan yang sudah kubayar dengan gajiku itu, karena aku punya prinsip, dalam ucapan orang-orang yang terbantu dengan iuran yang kubayar itu, meski tidak secara langsung, selalu tersirat do’a agar si donatur selalu diberikan kesehatan, dan itu benar-benar sangat kurasakan bersama anggota keluargaku.

Rugi dong, selalu bayar tapi nggak pernah menikmati layanannya? Begitu mungkin pertanyaan yang timbul dari sebagian kita yang hanya berfikiran singkat, bahwa apa yang sudah kita keluarkan dananya harus kita nikmati. Tapi kalau pertanyaannya kemudian dibalik menjadi : mana yang kamu pilih, membayar iuran dan selalu dalam keadaan sehat atau memanfaatkan iuran yang telah kita bayar tapi dalam keadaan sakit?, tentu kita akan meilih alternatif pertama, karena tidak seorangpun menginginkan dirinya sakit, meski sudah dijamin biaya pengobatan dan perawatannya.

Kalau sudah dihadapkan kepada realita demikian, barulah kita menyadari, bahwa kesehatan jauh lebih penting dan berharga daripada sekedar menyisihkan sedikit penghasilan kita untuk “jaga-jaga”. Tak masalah juga kan, kalu kita terus membayar iuran tapi kita tidak pernah memanfaatkan layanannya, karena Tuhan selalu memberikan kita kesehatan. Yang ada kemudian adalah timbulnya semangat berbagi dan peduli kepada sesama yang lebih membutuhkan. Bayangkan saja, jika tidak ada BPJS Kesehatan, berapa ribu bhakan berapa juta masyarakat miskin yang tidak dapat memperoleh pelayaan kesehatan murah, jadi iuran yang kita bayar setiap bulan itu sejatinya nggak ada apa-apanya kalau dibandingkan dengan menfaat layanan kesehatan yang disediakan oleh BPJS Kesehatan, meski bukan kita yang memanfaatkannya, tapi toh mereka yang terbantu dengan layanan ini adalah saudara-saudara kita juga.

Bulan Ramadhan seperti yang kita jalani saat ini, mengisyaratkan bahwa kita harus peka dan peduli kepada sesama, berikan apa yang lebih pada diri kita untuk membantu kekurangan orang lain. Konteks kepekaan dan kepedulian yang ditanamkan pada bulan suci ini, terasa sangat relevan dengan apa yang diprogramkan pemerintah melalui layanan BPJS Kesehatan ini. Tak ada salahnya kan, para pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI, karyawan BUMN/Swasta yang kalau lihat sepintas , kehidupannya sudah layak bahkan sudah sejahtera, kemudian membantu biaya pelayanan kesehatan saudara-saudara mereka yang berprofesi sebagai tukang becak, buruh bangunan, buruh tani bahkan mereka yang tidak memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap.

Semangat BPJS Kesehatan adalah semangat gotong royong, kebersaman dan keperdulian untuk masyarakat Indonesia yang lebih sehat, karena tidak setiap pengeluaran bisa dikalkulasikan secara matematis, ada sisi-sisi kehidupan sosial yang nggak butuh hitungan-hitungan itu, tapi lebih butuh kepada kepekaan, kepedulian dan kerelaan berkorban. Dan setiap kepedulian dan pengorbanan tidak pernah sia-sia, contohnya, ketika kita sudah menjadi peserta dan membayar iuran BPJS Kesehatan selama puluhan tahun tapi kita tidak pernah memanfaatkan fasilitas layanannya, itu artinya Tuhan telah mengkaruniakan kesehatan kepada kita selama ini, 

sebuah nikmat yang tidak ternilai. Jadi biarlah kita terus jadi donatur  yang selalu “nyumbang” setiap bulan, toh kita nggak menjadi miskin gara-gara 4 persen dari gaji kita dipotong untuk iuran kesehatan, yang penting kita selalu dalam keadaan sehat, karena kesehatan lebih berharga dari apapun. Yang perlu kita ingat juga, jika kita peduli dengan sesama, maka Tuhan pun akan peduli dengan kita, begitu juga jika kita peduli dengan kesehatan saudara-suadra kita, tentu Tuhan juga kan peduli dengan kesehatan kita. Jika prinsip itu sudah tertanam dalam jiwa kita, maka kerelaan kita membayar iuran tanpa berharap akan memetik fasilitas darinya akan berujung keikhlasan bersedekah yang nantinya akan membuahkan kebaikan bagi diri  dan keluarga kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun