Pagi-pagi sekali Yu Marni sudah bersiap-siap pergi ke pasar, besok sudah akan memasuki bulan puasa, dia mau menyajikan menu istimewa buat keluarganya. Setelah berpamitan kepada Kang Husin, suaminya, Yu Marni pun segera menyambar keranjang belanjanya lalu bergegas berangkat diantar dengan motor oleh Maman , anak sulungnya. Hanya butuh sepuluh menit untuk sampai ke pasar, Yu Marni langsung menuju ke los daging, karena hari ini dia mau masak gulai, rendang dan sate buat suami dan ketiga anaknya.
Meski hari masih sangat pagi, tapi los daging itu sudah dipenuhi oleh para pembeli, rupanya bukan hanya Yu Marni saja yang kepingin menyajikan menu istimewa hari ini buat keluarganya, tapi puluhan bahkan ratusan ibu-ibu lainnya juga punya hajat yang sama. Apa boleh buat, Yu Marni harus ikutan antri sambil perasaannya was-was takut nggak kebagian daging. Ada sekitar sepuluh lapak dalam los daging di pasar itu dan semuanya dipenuhi oleh para pembeli.
Yu Marni mencoba mendekati lapak yang masih banyak stok dagingnya, dia tidak begitu mengenal si penjual daging, karena memang jarang sekali dia membeli daging. Agak mendekat ke meja lapak, Yu Marni dapat melihat potongan kertas karton bertuliskan “Hari ini Daging Rp 140.000,-/Kg”, dia mau protes kenapa harga daging bisa semahal itu, tapi dia nggak tau mau protes sama siapa, dia Cuma rakyat kecil yang nggak paham tentang kebijakan pemerintah atau hukum pasar, dia hanya lihat dan dengar di televise, ada pejabat yang bilang kalo harga daging harus 80 ribu sekilo, tapi omongan pejabat di televisi itu realitanya jungkir balik ketika dia sudah berada di pasar. Sebagai konsumen yang memang butuh barang tersebut, dia tidak berdaya untuk menawar sekalipun, harga yang terpampang di kertas karton itu, meski nggak jelas dasar hukumnya, tetap merupakan harga mati hari itu. Karena jumlah pembeli yang sangat banyak, sementara stok barang terbatas, para pedagang itu seperti “di atas angin” mematok harga sesukanya.
Karena tekatdnya untuk “memanjakan” lidah keluarganya sudah bulat, maka budget untuk belanja 2 kilogram sudah dia siapkan jauh-jauh hari dengan menghemat belanja hariannya, menyambut bulan istimewa, harus dengan hidangan istimewa pula, begitu yang ada di benak Yu Marni.
“Mas, aku minta dua kilo, yang bagus ya!” kata Yu Marni begitu dapat “giliran” mendekati meja lapak daging,
“Iya mbak, daging disini semua bagus kok mbak” jawab si pedagang sambil memotong daging yang masih tergantung di atas meja lapak,
Usai menimbang, si pedagang langsung menyerahkan bungkusan daging itu kepda Yu Marni, dan tanpa bisa menawar apalagi protes, Yu Marni harus rela 280 ribu rupiah miliknya berpindah tangan ke pedagang daging itu.
Baru saja mau beringsut dari depan meja lapak, Yu Marni dan juga para pembeli lainnya dikejutkan dengan kehadiran seorang pria paruh baya berpenampilan “aneh”, rambutnya kusut dan acak-acakan, pakainnya agak kumal dan sandal yang dipakainya berlainan warna antara yang kiri dan yang kanan. Yu Marni segera minggir ketika pria itu memaksa merangsek mendekati meja lapak,
“Bung, kasih saya daging sekilo” katanya agak kasar, si pedagang yang juga agak terkejut tidak segera menyahut, tapi langsung memotongkan daging yang diminta pria aneh itu,
“Ini mas dagingnya”, kata si pedagang, pria itu mengambilnya dengan kasar, lalu meletakkan uang 80 ribu di atas meja lapak lalu mau beranjak pergi.
“Kurang ini mas, harga dagingnya 140 ribu” kata si pedagang, pria aneh itu malah melotot marah,
“Apa, kurang? kamu nggak pernah lihat tivi ya? kan sudah dibilang harga daging nggak boleh lebih dari 80 ribu, kamu jangan coba-coba bikin harga sendiri” pria aneh itu meradang, si pedagang juga terlihat mulai “naik strum”,
“Hei mas, kalao nggak punya duit, nggak usah beli daging, bisa rugi saya” si pedagang mulai menaikkan volume suaranya, tapi itu justru membuat pria aneh itu makin marah, tanpa di duga dia segera mencekal tangan si pedagang, sementara tangan satunya lagi mengambil pisau pemotong daging, para pembeli yang kebanyakan ibu-ibu memekik ketakutan,
“Apa kamu bilang? Kamu mau tangan kamu ku potong?” kata pria itu marah, pedagang itu terlihat pucat, sementara pedagang lainnya mulai mendekat. Beberapa pedagang memberikan kode kepada pedagang tadi dengan meletakkan jari dalam posisi miring di jidat, pedagang itu segera paham, yang dia hadapi saat ini orang gila atau setidaknya stress,
“Baik, baik mas, silahkan ambil dagingnya dengan harga 80 ribu” kata si pedagang masih rada ketakutan, khawatir orang gila itu nekat melukainya. Pria aneh itu melepaskan tangan si pedagang dan meletakkan pisau di meja,
“He he he he, gitu dong, kalo jualan itu ikut peraturan, jangan seenaknya” pria stress itu tertawa-tawa sambil menenteng plastik dagingnya meninggalkan los daging.
Yu Marni masih berdiri kaku, kakinya tersa lemas pasca insiden tadi, matanya masih nanar menatap ke arah orang gila itu pergi, tapi sudah terlihat lagi. Seperti baru tersadar dari mimpi, Yu Marni segera beranjak keluar dari los daging untuk menghampiri Maman yang menunggu di parkiran,
“Sudah mbok belanjanya?” Tanya Maman, dia agak heran melihat wajah simboknya terlihat agak pucat “Simbok kenapa, sakit ya?”, Yu Marni menggeleng,
“Sudah, ayo pulang, jangan banyak tanya”, dan mereka pun segera meluncur untuk kembali ke rumah mereka.
Kang Husin agak terkejut melihat wajah istrinya agak pucat,padahal waktu pergi tadi pagi wajahnya ceria dan bersemangat,
“Ada apa to Ni, kok kamu pucat kaya orang sakit gitu” tanya Kang Husin penasaran, Yu Marni tidak segera menjawab, dia meraih gelas di meja lalu menuangkan air putih dari cerek, diminumnya beberapa teguk, sekarang dia terlihat agak tenag,
“Gini lo pak, tadi ada kejadian serem di pasar waktu akau beli daging” jelas Yu Marni setelah agak tenang, dia kemudian menceritakan knonologi kejadian di pasar tadi. Selesai Yu Marni menecritakan kejadian di pasar tadi, giliran Kang Husin yang terkekeh,
“Hahaha, hebat sekali orang gila itu” kata Kang Husin nggak bisa menyembunyikan kegeliannya,
“Bapak ini gimana to, orang sudah hampir pingsan ketakutan, kok malah di ketawai”, Yu Marni protes,
“Gimana aku nggak ketawa Ni, sudah berapa hari ini berita di tivi menyiarkan perintah pejabat untuk nurunkan harga daging, dan di pasar tadi benar-benar ada yang bisa nurunkan harga daging sampe 80 ribu, hehehe” sahun Kang Husin masih sambil terkekeh,
“Tapi itu kan orang gila pak e” balas Yu Marni,
“Lha, justru itu yang membuat aku ketawa, orang waras saja nggak sanggup nurunkan harga daging,,apa nggak hebat!” sambung Kang Husin,
“Oalah pak e ini ada-ada saja, orang gila kok dibilang hebat” protes Yu Marni agak kesal,
“Ya itulah hebatnya negara kita ini, ternyata yang bisa menurunkan harga daging ya cuma orang gila, sementara yang waras dan punya jabatan hebat, cuma bisa ngomong di tivi, hahaha” jawab Kang Husin tidak bisa menahan tawanya.
“Ah sudahlah, aku mau masak dulu, dengerin omongan sampeyan nggak ada habisnya pak e, lari keman-mana” kata Yu Marni sambil ngeloyor ke dapur,
“Tapi bener juga ya kata pak e tadi, yang bisa nurunkan harga daging itu kok malah orang gila” guman Yu Marni “Tapi biar gitu aku ya ogah jadi orang gila, amit-amit!”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H