Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Orang Gila Turunkan Harga Daging

6 Juni 2016   13:08 Diperbarui: 19 Juli 2016   09:59 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pagi-pagi sekali Yu Marni sudah bersiap-siap pergi ke pasar, besok sudah akan memasuki bulan puasa, dia mau menyajikan menu istimewa buat keluarganya. Setelah berpamitan kepada Kang Husin, suaminya, Yu Marni pun segera menyambar keranjang belanjanya lalu bergegas berangkat diantar dengan motor oleh Maman , anak sulungnya. Hanya butuh sepuluh menit untuk sampai ke pasar, Yu Marni langsung menuju ke los daging, karena hari ini dia mau masak gulai, rendang dan sate buat suami dan ketiga anaknya.

Meski hari masih sangat pagi, tapi los daging itu sudah dipenuhi oleh para pembeli, rupanya bukan hanya Yu Marni saja yang kepingin menyajikan menu istimewa hari ini buat keluarganya, tapi puluhan bahkan ratusan ibu-ibu lainnya juga punya hajat yang sama. Apa boleh buat, Yu Marni harus ikutan antri sambil perasaannya was-was takut nggak kebagian daging. Ada sekitar sepuluh lapak dalam los daging di pasar itu dan semuanya dipenuhi oleh para pembeli.

Yu Marni mencoba mendekati lapak yang masih banyak stok dagingnya, dia tidak begitu mengenal si penjual daging, karena memang jarang sekali dia membeli daging. Agak mendekat ke meja lapak, Yu Marni dapat melihat potongan kertas karton bertuliskan “Hari ini Daging Rp 140.000,-/Kg”, dia mau protes kenapa harga daging bisa semahal itu, tapi dia nggak tau mau protes sama siapa, dia Cuma rakyat kecil yang nggak paham tentang kebijakan pemerintah atau hukum pasar, dia hanya lihat dan dengar di televise, ada pejabat yang bilang kalo harga daging harus 80 ribu sekilo, tapi omongan pejabat di televisi itu realitanya jungkir balik ketika dia sudah berada di pasar. Sebagai konsumen yang memang butuh barang tersebut, dia tidak berdaya untuk menawar sekalipun, harga yang terpampang di kertas karton itu, meski nggak jelas dasar hukumnya, tetap merupakan harga mati hari itu. Karena jumlah pembeli yang sangat banyak, sementara stok barang terbatas, para pedagang itu seperti “di atas angin” mematok harga sesukanya.

Karena tekatdnya untuk “memanjakan” lidah keluarganya sudah bulat, maka budget untuk belanja 2 kilogram sudah dia siapkan jauh-jauh hari dengan menghemat belanja hariannya, menyambut bulan istimewa, harus dengan hidangan istimewa pula, begitu yang ada di benak Yu Marni.

“Mas, aku minta dua kilo, yang bagus ya!” kata Yu Marni begitu dapat “giliran” mendekati meja lapak daging,

“Iya mbak, daging disini semua bagus kok mbak” jawab si pedagang sambil memotong daging yang masih tergantung di atas meja lapak,

Usai menimbang, si pedagang langsung menyerahkan bungkusan daging itu kepda Yu Marni, dan tanpa bisa menawar apalagi protes, Yu Marni harus rela 280 ribu rupiah miliknya berpindah tangan ke pedagang daging itu.

Baru saja mau beringsut dari depan meja lapak, Yu Marni dan juga para pembeli lainnya dikejutkan dengan kehadiran seorang pria paruh baya berpenampilan “aneh”, rambutnya kusut dan acak-acakan, pakainnya agak kumal dan sandal yang dipakainya berlainan warna antara yang kiri dan yang kanan. Yu Marni segera minggir ketika pria itu memaksa merangsek mendekati meja lapak,

“Bung, kasih saya daging sekilo” katanya agak kasar, si pedagang yang juga agak terkejut tidak segera menyahut, tapi langsung memotongkan daging yang diminta pria aneh itu,

“Ini mas dagingnya”, kata si pedagang, pria itu mengambilnya dengan kasar, lalu meletakkan uang 80 ribu di atas meja lapak lalu mau beranjak pergi.

“Kurang ini mas, harga dagingnya 140 ribu” kata si pedagang, pria aneh itu malah melotot marah,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun