SELFIE, KAACAMATA HITAM, MOBIL MEWAH, RESTORAN
(Gaya Berfoto perempuan Dewasa di Media Sosial)
MUHALIS BEBANG, 2016.
Abad kejayaan internet dan medsos online sementara berlangsung. Internet bukan lagi sekadar pelengkap. Medsos sudah ‘menjajah’ dan ‘membelenggu’ tanpa kita sadari. Medsos sudah menjadi gaya hidup untuk segala umur. Internet mendekatkan yang jauh, tapi juga ‘menjauhkan yang dekat.’ Kehidupan berumahtangga tak jarang terusik oleh medsos yang sudah menjadi ‘orang ketiga’, yang menyita banyak waktu dan anggaran rumah tangga.
Anak-anak rela menghabiskan masa bermainnya dengan mengakses situs-situs medsos dan game online. Menggeser permainan tradisonal, seperti petak umpet, enrang (longga’) gasing, yang membutuhkan interaksi langsung dengan teman-teman sebayanya. Bangun pagi update status, sarapan dan kegiatan meja makan diawali dengan foto berbagai menu, bukan berdoa. On the way menuju tempat kerja, berada di tempat kerja, pulang dengan kondisi lelah, sampai ingin tidur lagi. Bila sakit, banyak diantaranya lebih memilih memanjatkan doa di medsos, sejatinya bila sakit dan ingin sembuh adalah ke dokter, selanjutnya berdoa dalam shalat. Semua dan segala yang dilalui sepertinya harus diproklamasikan ke teman-teman dunia maya. Betapa medsos telah menjadi gaya hidup kontemporer yang menggairahkan.
Self-portrait (Selfie), adalah fenomena dunia maya, menjadi gaya dan milik semua tingkatan umur. Walaupun tak semua melakukannya. Dunia maya penuh canda dan tawa, penuh dengan ‘kepalsuan’ seperti saudara tirinya dunia nyata, yang penuh sandiwara. Foto dan tampilan dunia maya adalah citra dan pencitraan. Pencitraan yang sering dugunakan dalam dunia politik mengandung sedikit makna ‘kepalsuan’. Pencitraan adalah gaya hidup kontemporer dunia politik yang tak mengenal ‘ke-abadi-an’.
Foto-foto yang beredar di medsos saat ini begitu lekat dengan selfie. Mobil mewah, restoran mahal, tempat kerja, liburan di luar negeri, ditambah aksesoris paling laris saat ini, kacamata hitam. Sebulan terakhir, penulis menyempatkan diri bergerilya pada salah salah satu media sosial online. Penjelajahan penulis selama hampir sebulan (setelah memohon restu sang istri tentunya), diakhiri 20 Januari 2016 lalu. Survei online dilakukan terhadap 100 orang sampel yang ditentukan berurut pada akun penulis. Sasaran penelitian berada di dua negera, yakni Indonesia dan Jepang. Jumlah sampel untuk setiap negara adalah 50 orang.
Penentuan jumlah sampel sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan daya tahan penulis, fisik dan non fisik penulis. Perempuan berusia 35 sampai 55 tahun, adalah target utama dengan beberapa pertimbangan. Usia tersebut merupakan masa kedewasaan berpenampilan dan berpikir seorang perempuan dan berpenampilan. Pemilihan Jepang sebagai pembanding, juga karena beberapa pertimbangan. Jepang adalah produsen mobil, kamera, handpone, dan kacamata terkemuka dunia. Selain itu, jepang merupakan negara yang mengedepankan adat ketimuran, serta pernah menjajah moyang kita.
Selfie dan Kacamata Hitam
Kacamata digunakan untuk kali pertama oleh Kaisar Nero. Abad ke XV di Tiongkok hakim menggunakan kacamata yang dicat untuk menghindarkannya dari keputusan yang memihak. Abad ke XX, Ray-Ban, mengembangkan kacamata hitam untuk kepentingan dan keselamatan pilot dalam menerbangkan pesawat. Olahragawan ski dan pendaki gunung juga menggunakan kacamata hitam dengan alasan keamanan mata. Ketika krisis ekonomi melanda Jepang, pengguna kacamata hitam sering diidentikkan dengan yakuza dan mafia.
Kacamata hitam, sangat baik untuk melindungi mata dari teriknya matahari siang dan pengaruh sinar ultra violet. Di masa kejayaan internet seperti saat ini, tujuan penggunaan kacamata hitam telah bergeser menuju ke penyamaran dan pelengkap. Dari 50 akun perempuan dewasa Indonesia, terdapat 56% yang menampilkan foto dengan menggunakan kacamata hitam, sementara itu perempuan negeri Sakura hanya 8%. Angka tersebut tidak dapat dijadikan patokan untuk mengeneralisasi penggunaan kacamata hitam pada perempuan dewasa. Indonesia dengan cuaca yang panas, sangat cocok digunakan di luar ruangan. Sementara di Jepang dengan cuaca yang lebih sejuk, kurang membutuhkan kacamata hitam.
Kacamata hitam selain sebagai pemanis, para selebritis menggunakan sebagai alat untuk menyamarkan diri di dunia luar. Kacamata hitam dapat digunakan untuk menyembunyikan kerutan dan kantong mata yang sudah tidak semenarik kala muda. Hal ini dapat dilihat dari foto-foto yang menampilkan pengguna kacamata hitam di dalam ruangan sejuk, tanpa cahaya matahari langsung. Bagi sebagian kalangan ini tentu melanggar tata karma. George Walker Bush sempat melontarkan sentilan pada wartawan yang mewawancarainya dengan ‘hari ini tak ada matahari’, ternyata sang wartawan memang membutuhkan pelindung mata.
Selfie di mobil
Bingung mau selfie dimana?
Selfie di mobil, sepertinya alternatif lokasi selfie yang paling favorit dan sementara trend pada masyarakat global, termasuk perempuan dewasa Indonesia. Ada 40% dari akun perempuan dewasa pada beberapa kota yang diteliti yang menggunakan mobil sebagai tempat selfie, sementara Jepang yang merupakan produsen mobil terkemuka dunia, hanya ada 8% yang melakukannya.
Ini tentu kabar baik bagi masyarakat Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk kita yang barada pada taraf ekonomi menengah memang mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan. Jalan-jalan utama di kota-kota besar Indonesia didominasi oleh mobil keluarga produksi negeri matahari terbit.
Kalaupun perempuan dewasa Jepang lebih memilih tempat lain sebagai latar belakang foto, bukan berarti mereka tak punya kendaraan yang mewah yang layak ditampilkan. Aturan kepemilikan kendaraan roda empat yang ketat di jepang, bisa dijadikan sebagai salah satu terduga pada rendahnya persentase tersebut.
Walaupun jepang tergolong produsen mobil, jalan-jalan di negeri itu jauh dari kesan semraut dan macet (kata teman yang pernah magang di sana). Tentu berbeda dengan negeri kita Indonesia yang menjadi salah satu pasar potensial produsen mobil dunia. Peningkatan kesejahteran, masyarakat komsumsi, yang mengedepankan selera, adalah perwujudan gengsi dan status sosial. Ber-selfie-ria di mobil mewah merupakan kode simbolik kalangan tertentu untuk mengaktualisasikan diri pada lingkungannya. Bisa jadi, inilah yang menjadikan jalan-jalan kota-kota besar Indonesia semakin padat dengan kendaraan mewah dari berbagai merek terkenal.
Kesadaran dan kesabaran berlalulintas menjadi faktor dari kemacetan yang sudah jadi menu harian. Selfie di mobil, buka handphone, baca sms saat kendaraan sedang mengaspal adalah karakter masyarakat kita di jalan raya. Hal yang katanya sangat tabu di singapura, Jepang dan negara timur lainnya. Budaya ketimuran kita tergugat dengan fenomena ini. Kendaraan di jalan-jalan sudah jadi mesin pembunuh. Pembunuh penduduk Indonesia yang berada pada usia produktif. Sebagian karena karakter pengguna jalan dalam berkendara.
Selfie dan Masa Depan Fotografer Indonesia.
Mau jadi Fotografer?
Fenomena selfie saat ini adalah tantangan besar bagi dunia fotografer untuk survive. Lahannya sedikit menurun dengan semakin lengkap dan berkualitasnya kamera handphone. Selfie adalah salah satu fenomena sosial yang menarik untuk dibicarakan.
Dalam kacamata orang awam seperti penulis, selfie merupakan gambaran pribadi dengan kepercayaan diri yang tinggi. Lain halnya dengan beberapa hasil penelitian lembaga pendidikan tinggi di negeri Paman Sam, selfie merupakan cara seseorang untuk diakui oleh orang lain. Ingin dilihat bernilai di mata orang lain. Eksplorasi diri yang berlebihan tersebut, dinilai oleh sebagian pakar merupakan tanda kurang percaya diri.
Selfie bukan hanya milik kaum perempuan, walaupun harus diakui budaya kontemporer tersebut lebih banyak digemari oleh kaum perempuan dari segala tingkatan usia. Jesse Fox dari Amrik, merilis hasil penelitiannya, bahwa laki-laki yang gemar selfie atau narsis, cenderung berpotensi memiliki kepribadian psikopat dan kurang empati.
Simpati dan empati yang menjadi kearifan ketimuran kita patut dipertanyakan dengan selfie yang ‘berlebihan’. Berlebihan dalam hal jumlah foto selfie yang diunggah di medsos adalah salah satu pembeda perempuan dewasa Indonesia dengan Jepang. Dari survey online yang dilakukan penulis, terdapat 58% perempuan dewasa Indonesia yang memajang foto selfienya dan hanya 32% di Jepang. Sementara itu dari segi jumlah foto, Indonesia kembali mengungguli Jepang dengan perbandingan rerata 15 berbanding 5 foto. Kemenangan yang cukup mutlak, hehehe
Ketika sebagian orang menganggap selfie adalah gejala kurang empati terhadap lingkungan, hasil survey menunjukkan bahwa 22% Indonesia, 10% jepang, yang menampilkan foto selfie di meja makan restoran. Gejala ini mencitrakan ‘kesejahteraan’ pelaku selfie. Kita tentu berharap, lingkungan di sekitar tempat tinggal pelaku selfie, sudah tidak ada keluarga yang kelaparan, balita yang tergolong gizi buruk.
Selfie di kantor atau tempat kerja juga banyak yang beredar di medsos. Semoga pelakunya tahu bahwa yang demikian itu adalah tabu pada sebagian negara di dunia, dengan alokasi waktu antara kerja dan waktu isirahat kerja yang jelas. Selfie di tempat kerja menggambarkan kinerja dan totalitas seseorang dalam bekerja.
Catatan :
1. Survey dilakukan padamedia sosial badoo.
2. Dilakukan dari 28 Desember 2015 – 20 Januari 2016.
3. Pengumpulan data dilakukan online tanggal 20 Januari 2016, pukul 21.00 – 23.30 WITA.
4. Mendapat persetujuan lisan dari istri tercinta
5. Setelah ini, akun penulis di badoo resmi ditutup
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H