Sekolah adalah Rumah Besar Bagi Peserta Didik
MUHALIS BEBANG
Guru SMP Negeri 36 Makassar
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Tahun Anggaran 2015 ini merupakan kementerian yang mendapat alokasi anggaran yang besar. Peningkatan jumlah anggaran pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bertujuan untuk memperluas akses masyarakat terhadap sarana pendidikan, yang mana setiap tahunnya mengalami peningkatan kebutuhan, seiring pertumbuhan penduduk yakni anak usia sekolah terhadap sarana pendidikan. Meningkatkan daya saing dan pemerataan pendidikan melalui ketersediaan infrastruktur pendidikan, dengan pelibatan berbagai pihak dalam penyiapan sarana pendidikan, Sekolah dan sarana pendidikan bukan hanya melulu tanggungjawab pemerintah, akan tetapi kalangan perorangan, swasta non-pemerintah diberi kesempatan yang sama untuk terlibat dalam penyiapan infrastruktur pendidikan.
Animo masyarakat saat ini dalam menyiapkan sekolah atau sarana pendidikan cukup tinggi. Ini bisa dibuktikan oleh jumlah sekolah swasta yang tumbuh dan berkembang setiap tahunnya. Namun demikian, peningkatan jumlah sekolah yang terjadi saat ini, baik sekolah negeri maupun sekolah swasta memang belum mampu mengatasi masalah-masalah pendikan dewasa ini. Polemik Penerapan dan penggantian kurikulum, pelaksanaan Ujian Nasional senantiasa diwarnai kecurangan, Kompetensi tenaga pendidik yang diklaim masih rendah, Persebaran dan jumlah sekolah yang tidak merata, disparitas fasilitas sekolah unggulan dan non-unggulan adalah sejumlah masalah pendidikan yang sampai saat ini belum mampu dituntaskan.
Sekolah adalah Rumah Besar bagi setiap peserta didik
Mengelola sekolah besar tak semudah membangun gedung sekolah yang besar. Membangun sekolah pada hakikatnya adalah membangun sumber daya manusia. Untuk itu, sekolah hendaknya dapat menjadi rumah besar bagi semua peserta didik. Sekolah besar, bukan hanya dilihat dari ukuran gedungnya yang besar, dengan jumlah ruangan dan peserta didik yang banyak, akan tetapi sekolah diharapkan menjadi rumah besar yang dapat memberikan perhatian dan kenyamanan bagi setiap peserta didik untuk beraktivitas dalam jangka waktu yang lama. Rumah besar yang mampu menampung setiap perbedaan gaya belajar, perbedaan karakter, perbedaan kecerdasan, perbedaan bakat, minat dan keterampilan peserta didik.
Bangunan sekolah pada dasarnya memiliki banyak potensi. Potensi yang pertama adalah sekolah sebagai tempat belajar-mengajar yang menyenangkan dan menggairahkan bagi peserta didik. Yang kedua adalah potensi sekolah sebagai penjara yang membosankan bagi peserta didik. Sekolah yang masuk kategori kedua ini tidaklah sedikit jumlahnya. Penjara itu adalah kelas yang biasanya diisi oleh kurang lebih empat puluh orang anak untuk mendapatkan materi pelajaran yang cenderung menjenuh dan menjemukan dari pagi hingga sore hari. Penjara yang membosankan yang membuat peserta didik sering berpikir bagaimana cepat keluar dari kelas atau cepat pulang dari sekolah.
Bila sekolah dirasakan sebagai penjara oleh kalangan peserta didik, maka motivasi peserta didik untuk meninggalkan sekolah sebelum pelajaran berakhir akan semakin meningkat. Maka, yang tampak kemudian adalah banyak diantara pelajar yang bolos, dan kemudian mereka mengisi bilik-bilik warnet dan playstation, terlibat tawuran dengan sesama pelajar. dan, yang paling memiriskan hati adalah sebagian diantara mereka telah menjadi bagian dari kejahatan jalanan seperti gank motor ataupun begal motor. Mereka-mereka inilah yang memiliki potensi tinggi putus sekolah. Untuk itu, kalangan pendidik dan pihak sekolah hendaknya memikirkan bentuk-bentuk pengelolaan sekolah yang dapat mengurangi potensi tingginya angka putus sekolah yang saat ini angkanya secara nasional masih tergolong cukup tinggi.
Memang, tidak adil bila tingginya angka putus sekolah saat ini, semata-mata disebabkan oleh pengelolaan sekolah yang belum maksimal. Berbagai faktor yang melatari fenomena ini. Latar belakang pendidikan orang tua, kondisi lingkungan tempat tinggal yang kurang mendukung. Selain itu, alasan ekonomi dan mahalnya biaya pendidikan adalah hal yang patut dikedepankan. Walaupun pemerintah telah melakukan berbagai upaya, diantaranya memberikan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan Siswa Miskin (BSM), ditambah Kartu Indonesia Pintar yang telah dijanjikan, akan tetapi masih banyak juga anak usia sekolah yang tidak bersekolah atau meninggalkan sekolah. Banyak diantara peserta didik menjadi pekerja anak, untuk membantu orangtua melakukan aktifitas ekonomi demi meringankan ekonomi keluarga. Dampak dari banyaknya peserta didik yang terlibat sebagai pekerja anak, mengakibatkan banyak sekolah yang terlihat lengang pada saat kegiatan belajara mengajar dilangsungkan. Banyak sekolah atau kelas yang ramai dengan peserta didik pada saat ujian kenaikan kelas dilaksanakan, sementara pada hari-hari biasa yakni kegiatan belajar mengajar dilangsungkan, jumlah peserta didik yang datang atau terlibat dalam kegiatan belajar mengajar jumlahnya berkurang. Jadi, tak perlu lagi bertanya tentang mutu output pada sekolah-sekolah yang demikian ini.
Sementara itu, putus sekolah karena faktor internal yang berasal dari lingkungan sekolah, karena yang bersangkutan minder dan tidak dapat bersosialisasi dengan lingkungan sekolah, sering dicemooh karena masalah ekonomi, tidak naik kelas, prestasi menurun dan malu pergi sekolah serta hukuman atau kekerasan yang saat ini masih sering muncul dalam penanganan terhadap peserta didik bermasalah.
Menghargai Perbedaan
Pihak sekolah hendaknya menyadari bahwa setiap insan terlahir ke dunia ini dalam keadaan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan genetik itu juga juga ditambah dengan pengaruh lingkungan yang melingkupi pengalaman hidup manusia, baik lingkungan keluarga, masyarakat, teman sepermaian, sekolah maupun lingkungan lainnya. Kombinasi perbedaan genetik dan perbedaan pengalaman hidup tersebut mentransformasi seseorang manusia menjadi individu yang memiliki karakter yang unik. Artinya tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang punya karakteristik yang benar-benar sama.
Sayangnya, tidak semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan di negeri ini menyadari keragaman karakter anak didik. Dalam sistem pendidikan kita, perbedaan kerap menjadi masalah bagi pihak sekolah. Sistem pendidikan (atau sekolah) di Indonesia masih cenderung menyamaratakan standar kecerdasan satu siswa dengan siswa lainnya dengan satu parameter yakni aspek kognitif saja. Pelaksanaan pembelajaran di sekolah atau proses yang berlangsung masih kurang memperhatikan keanekaragaman tingkat kecerdasan dan keberagaman peserta didik. Praktek pembelajaran yang selalu menganggap tingkat kemampuan dan kecerdasan siswa yang dihadapi sama dan seragam, telah membawa guru menerapkan model pembelajaran yang seragam pula untuk seluruh peserta didik, yang mana peserta didik tersebut pada dasarnya memiliki kecepatan, dan gaya dalam belajar sesungguhnya berbeda.
Sekolah harusnya bukan hanya milik mereka yang memiliki kecerdasan kognitif semata. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 9 ayat 1 dan 2 termaktub bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Sekolah bukan hanya rumah bagi anak-nak yang diberkahi tingkat kecerdasan kognitif yang tinggi. Sekolah juga harusnya menjadi milik anak-anak berbakat dalam bidang olahraga, seni, bahasa dan berbagai bentuk keterampilan lainnya. Bila mereka tidak mendapatkan perhatian, maka anak berbakat akan merasa tidak tertantang akan kehilangan semangat untuk berprestasi. Bila ini tidak diperhatikan, maka anak berbakat ini akan pasif dan apatis terhadap sekolah. Tentu ini akan menjadi kerugian bagi masa depan mereka dan masa depan bangsa kelak.
Sekolah yang unggul adalah sekolah yang mampu menjadi rumah yang menyenangkan bagi semua peserta didiknya. Para gurun harus menjamin semua peserta didik mendapat bimbingan ke arah yang lebih baik, bagaimanapun kualitas akademis dan moral yang mereka miliki. Dengan kata lain, sekolah yang guru-gurunya mampu mengubah kualitas akademis dan moral siswanya dari negatif menjadi positif. Sekolah harus melihat setiap anak sebagai amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang di dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Sekolah hendaknya melihat setiap anak sebagai pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Untuk itu kalangan pendidik dan sekolah hendaknya memahami bahwa anak didik tidak sama dengan orang dewasa. Anak didik memiliki kecenderungan untuk menyimpang dari aturan dan norma, untuk itu perlu aturan yang cenderung memaksa disertai pengawasan dari orang dewasa.
Perubahan cara pandang
Revolusi mental yang digagas oleh Presiden Joko Widodo harus segera direspon oleh berbagai lembaga termasuk institusi yang bergerak dalam bidang pengembangan sumber daya manusia. Bahwa setiap anak yang dilahirkan ke dunia ini adalah insan yang unggul. Tuhan Yang Maha Pencipta tak pernah gagal dalam ciptaanNya. Masing-masing makhluknya diberikan bekal minimal satu bentuk kecerdasan yang akan dijadikannya bekal dalam mengarungi hidupnya di dunia. Untuk itu tenaga pendidik dalam hal ini lembaga pendidikan yang terlibat dalam urusan pencerdasan anak bangsa hendaknya sadar bahwa setiap peserta didik adalah mutiara. Bagaimanapun model, bentuk dan ukurannya, mereka menunggu sentuhan untuk dipoles. Setiap mereka memiliki potensi kecerdasan yang harusnya mampu dideteksi oleh pihak sekolah untuk selanjutnya dikembangkan. Bukan yang terjadi malahan sebaliknya. Banyak potensi dari anak didik yang terpendam dan tenggelam karena ketakmampuan pihak sekolah, guru, termasuk orangtua, untuk menggali dan mendeteksi jesnis kecerdasan yang dimiliki oleh peserta didik karena sebagian diantaranya terjebak pada paradigma bahwa kecerdasan anak didik selalu diukur dengan kecerdasan kognitif, sementara itu anak didik dengan bakat dan keterampilan di bidang seni, olah raga, dan mereka-meraka yang berimajinasi tinggi terabaikan. Guru dan sekolah diharapkan mampu memahami setiap kebutuhan tumbuh dan perkembangan peserta didik.
Sekolah Besar adalah sekolah yang mampu mengembangkan seluruh potensi anak didik, tanpa membedakan tingkat kecerdasan dan latar belakang sosial ekonomi dan budaya anak didiknya. Sekolah yang unggul adalah sekolah yang mampu menggali potensi-potensi yang dimiliki anak didik dan mengembangkannya menjadi sumber daya manusia yang unggul untuk pembangunan.
Occasionally, some of your visitors may see an adver
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H