Sebagian besar ulama berpendapat bahwa yang diharamkan hanyalah penimbunan bahan makanan, sedangkan penimbunan barang lainnya tidaklah diharamkan. Namun, pendapat yang kuat karena sesuai dengan keumuman dalil-dalil tentang ihtikar ini adalah diharamkannya penimbunan atas semua jenis barang yang menjadi hajat orang banyak karena akan menyusahkan mereka jika terjadi penimbunan.
2. Kriteria Penimbunan dalam Islam
Para ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan penimbunan yang haram ialah yang memiliki kriteria sebagai berikut:
- Barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhannya, berikut tanggungan untuk persediaan setahun penuh. Karena sesorang boleh menimbun untuk persediaan nafkah dirinya dan keluarganya dalam tenggang waktu selama satu tahun.
- Bahwa orang tersebut menunggu saat-saat memuncaknya harga barang agar dapat menjualnya dengan harga yang lebih tinggi karena orang sangat membutuhkan barang tersebut kepadanya.
- Penimbunan dilakukan pada saat di mana manusia sangat membutuhkan barang yang ditimbun, seperti makanan, pakaian dan lain-lain
Sedangkan Menurut Yusuf Al-Qardhawi, penimbunan diharamkan apabila memiliki kriteria sebagai berikut:
- Dilakukan di suatu tempat yang penduduknya akan menderita sebab adanya penimbunan.
- Penimbunan dilakukan untuk menaikkan harga sehingga orang merasa susah dan supaya dia dapat keuntungan yang berlipat ganda.
3. Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Penimbunan Barang
Banyak hal yang menyebabkan barang-barang menjadi tertimbun. Hal ini bisa disebabkan dari pihak produsen atau kebijakan pemerintah. Diantaranya yaitu produsen mempunyai hak paten untuk output yang dihasilkan, produsen memiliki salah satu sumber daya penting dan merahasiakannya, pemberian izin khusus oleh pemerintah pada produsen tertentu untuk mengelola usaha tertentu, dan ukuran pasar begitu kecil untuk dilayani lebih dari satu perusahaan yang mengoperasikan skala perusahaan optimum.
4. Contoh Kasus Penimbunan pada Masa Pandemi
 Kasus penimbunan barang di Indonesia sudah bukan menjadi rahasia lagi, barang-barang pokok yang dibutuhkan masyarakat ditimbun dengan berbagai tujuan tertentu, ditambah masa pandemi seperti sekarang menjadikan kasus penimbunan barang mencuat kembali. Contoh kasus nyata yaitu penimbunan minyak goreng seperti yang terjadi di daerah Lebak, Banten. Minyak goreng sebanyak 24.000 liter ditimbun di salah satu rumah warga yang tidak memiliki perizinan legal.Â
Selain minyak goreng, pada tahun 2020 kemarin sempat terjadi penimbunan masker dan hand sanitizer. Pada saat itu harga masker dan hand sanitizer mengalami kenaikan yang sangat drastis dari Rp.225.000 perboks menjadi Rp.500.000 perboks. Harga satu botol hand sanitizer awalnya belasan ribu rupiah menjadi puluhan ribu rupiah, bahkan hampir menyentuh angka seratus ribu.Â
Hal ini tentu meresahkan sebagian masyarakat yang benar-benar membutuhkan namun terkendala finansial atau kehabisan stok karena diborong duluan oleh orang lain yang memiliki kemampuan untuk menimbunnya.
5. Solusi Penimbunan Barang