Mohon tunggu...
Muhammad Naufal
Muhammad Naufal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IPB University

Mahasiswa Ekonomi Syariah IPB yang mulai aktif menulis artikel yang sesuai dengan bidangnya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penimbunan Barang, Menentang Prinsip Distribusi dalam Islam

20 Maret 2022   16:33 Diperbarui: 20 Maret 2022   16:35 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Distribusi merupakan salah satu bagian penting dalam kegiatan ekonomi. Terciptanya ekonomi yang baik didukung oleh aliran distribusi yang merata. Hal-hal mengenai distribusi juga dibahas dalam Islam. 

Konsep distribusi menurut pandangan Islam adalah peningkatan dan pembagian hasil kekayaan, menitikberatkan sirkulasi sumber daya yang merata, dan tidak hanya beredar pada golongan tertentu saja. Konsep distribusi dalam Islam memiliki empat prinsip, yaitu hak orang lain, pemenuhan kebutuhan dasar, perputaran harta merata, dan usaha yang dilakukan.        

Akhir-akhir ini, penimbunan barang sering terjadi di masyarakat. Barang yang ditimbun umumnya merupakan barang yang dapat dijual kembali. 

Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar ketika harga pasar sedang naik. Dalam Islam, penimbunan barang disebut ihtikar. Menurut Imam Asy-Syaukani, ihtikar adalah penimbunan barang dagangan dari peredarnya. Sedangkan menurut Imam Al-Ghazali, ihtikar adalah penyimpanan barang dagangan oleh penjual makanan untuk menunggu melonjaknya harga.

Ihtikar dalam Islam hukumnya haram dikarenakan ihtikar mengandung kecurangan, ketidakadilan dan membahayakan stabilitas ekonomi. Selain itu, ihtikar juga menyebabkan kesulitan bagi orang lain untuk memperoleh kebutuhannya. Padahal salah satu prinsip distribusi dalam Islam adalah pemenuhan hak orang lain. Penulisan artikel ini bertujuan untuk membahas bahwa penimbunan barang sama saja dengan menentang prinsip distribusi Islam.

1. Dasar Hukum Menimbun Barang 

Penimbunan barang dalam bahasa Arab disebut dengan Al-Ihtikr (), berasal dari kata - - yang berarti aniaya, sedangkan berarti (menyimpan makanan), dan kata berarti (mengumpulkan dan menahan). Sedangkan secara istilah adalah menahan barang-barang pokok manusia untuk dapat meraih keuntungan dengan menaikkan harganya serta menunggu melonjaknya harga di pasar.

Islam memandang Ihtikar (Penimbunan) sebagai bentuk kezaliman dan bertentangan dengan maqashid syariat, karena tindakan menimbun hanya akan menyengsarakan banyak orang. Penimbunan masuk dalam kategori kejahatan ekonomi dan sosial. Ulama seperti Ibnu Hajar al-Haitsami menganggap pelakunya sebagai pelaku dosa besar. Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan menimbun barang kecuali dia seorang pendosa." (HR Muslim).

Al-Qur'an juga menjelaskan bahwa islam secara tegas melarang penimbunan dan pemusatan kekayaan pada sekelompok orang tertentu saja. Allah berfirman QS. Al-Hasyr [59]:7

"... "

"...agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun