MUHAMMADIYAH; ORGANISASI PERGERAKAN DAN DAKWAH INDONESIAÂ
Oleh: Dr. H. Masduki Duryat, M. Pd.I*)
 Tanggal 18-20 Nopember 2022 akan diselenggarakan muktamar Muhammadiyah di Kota Solo, Jawa Tengah, tepatnya di Universitas Muhammadiyah Solo (UMS). Pada acara ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan akan membuka Muktamar Muhammadiyah tersebut dan Wapres Ma'ruf Amin akan menutup Muktamar pada 20 November 2022.
Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini lahir pada tahun 1912, tepatnya pada 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah bertepatan dengan 18 Nopember 1912 Miladiyah, empat belas tahun lebih awal dari lahirnya ormas Islam Nahdlatul Ulama. Kebesaran Muhammadiyah sempat dituturkan oleh Jenderal Tito Karnavian---waktu menjadi Kapolri---dalam sebuah pidatonya yang menyatakan, "selama ada Muhammadiyah dan NU kemudian bersatu, maka Indonesia akan tetap tegak berdiri". Muhammadiyah adalah salah satu perekat bangsa.
Nama Muhammadiyah berarti pengikut nabi Muhammad SAW, pendirinya adalah KH. Ahmad Dahlan atau yang biasa disebut Muhammad Darwis. Kyai Dahlan mendapatkan ilmunya dari ulama-ulama yang sama tempat kyai-kyai NU menuntut ilmu. Dengan kyai Hasyim NU satu guru satu ilmu, bahkan satu keluarga. Kyai Dahlan dengan kyai Hasyim adalah sama-sama keturunan Sunan Giri. Sunan Giri adalah anak Maulana Ishak yang nasabnya sampai ke Siti Fatimah binti Rasulullah. Maulana Ishak kemudian mengajar di Pasai Aceh, pusatnya pengembangan Islam Nusantara ketika itu, yang pengikutnya samai ke Sumatera Barat, yang kelak kaum Paderi bermukim di situ.Â
Din Syamsuddin, dalam pengantarnya di Komik Muhammadiyah menyatakan bahwa sejak awal berdirinya, tujuan utama Muhammadiyah adalah mendukung pencapaian Islan yang berkemajuan. Semua ini dilakukan sepenuhnya guna lebih membumikan 'Izzul Islam wa al-muslimin---untuk memuliakan agama Islam dan seluruh kaum muslimin. Menurutnya, inti nilai dasar Islam yang digunakan oleh Muhammadiyah dalam merumuskan Islam yang memiliki spirit berkemajuan itu adalah tauhid.
Signifikansi tauhid ini, seperti dicetuskan oleh pendiri Muhammadiyah, terlihat dalam dua bentuk; tersurat dan tersirat. Bentuk tersuratnya adalah sebagaimana dinyatakan dalam kalimat dua syahadat yang tertera di lambang Muhammadiyah. Sedangkan bentuknya yang lebih tersirat adalah sebagaimana dikandung dalam doktrin keseimbangan (tawazun) antara konsepsi tajrid atau pemurnian dan tajdid atau pembaruan yang diusung Muhammadiyah.
Muhammadiyah; Berdiri dalam Lintasan Sejarah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KH. Ahmad Dahlan.
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan di rumahnya di tengah kesibukannya sebagai khatib dan menjadi pedagang.
Mula-mula dakwahnya ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut, maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Hingga kini Muhammadiyah telah ada di seluruh pelosok tanah air.