Pemenuhan kebutuhan seksual melalui suatu praktek yang tanpa bertumpu di atas tata aturan yang ada---baik sistem kepidanaan Islam ataupun KUHP---mengkategorisasikannya sebagai perbuatan zina (prostitusi). Hanya saja dalam kesamaannya terdapat perbedaan yang amat kentara.
Menurut sistem kepidanaan Islam, perbuatan zina adalah perbuatan yang amat hina, yang dikategorisasikan sebagai tidak pidana kejahatan, yang karenanya pelakunya diancam dengan sangsi pidana. Ruang lingkup pengkategorisasiannya tidak hanya sekedar kepada mereka yang ada dalam ikatan pernikahan (mukhshan), melainkan juga termasuk para gadis dan jejaka (ghair mukhshan). Perbedaannya hanya dalam bentuk sanksi pidana yang diancamkan. Ancaman dera bagi gadis dan jejakanya, dan ancaman mati bagi yang lainnya.
Sementara itu bila kita tilik dan telaah, sistem kepidanaan kita (KUHP), prostitusi (zina) tidak selamanya dianggap sebagai tindak pidana kejahatan. Ia dianggap sebagai suatu kejahatan hanya apabila; Pertama, dilakukan oleh seorang perempuan yang bersuami (Pasal 284 KUHP). Kedua, dilakukan dengan jalan kekerasan atau pemerkosaan (Pasal 285 KUHP). Ketiga, dilakukan pada perempuan yang tidak berdaya (Pasal 286 KUHP), dan keempat, dilakukan terhadap seorang perempuan di bawah umur (Pasal 287 KUHP).
Kejahatan yang disebutkan pada pasal-pasal itupun hanya dikategorisasikan sebagai delik aduan, suatu delik yang akan dapat dikenai suatu sanksi pidana hanya apabila ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan.
Â
*)Penulis adalah Dosen Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon, tinggal di Kandanghaur Indramayu
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H