Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prostitusi: Problematika Sosial Keagamaan

6 Oktober 2022   15:13 Diperbarui: 6 Oktober 2022   15:15 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada zaman Yunani Kuno, praktek pelacuran sempat memperoleh tempat terhormat, di Amerika dan Roma, pelacuran semakin tumbuh subur dewasa ini. Laode Ida pernah mengatakan bahwa pada zaman Yunani Kuno, profesi pelacur memperoleh previllage tersendiri dan diakui publik. Laki-laki Yunani yang terhormat selalu mencari perempuan pelacur untuk hiburan sosial, sedang istri-istri mereka tidak boleh keluar rumah.

Kondisi seperti itu merupakan bentuk pelacuran dalam masyarakat tradisional yang dilegitimasi, bahwa absah tidaknya suatu perilaku sangat tergantung dari norma yang ditentukan oleh charismatic leader.

Amerika seperti dituturkan oleh Beatrim Sarukin, pada saat ini telah mengalami dekadensi moral yang sangat serius, "kita telah terkepung dari segala penjuru oleh paham kebebasan seks, sehingga menenggelamkan setiap ruang bangunan kebudayaan. Revolusi yang  tengah melanda kita ini merubah kehidupan setiap laki-laki dan perempuan di Amerika lebih besar ketimbang revolusi lain dalam abad ini". Ia juga memprediksi Amerika akan menuai keadaan yang dialami oleh imperium Grik, kemudian Romawi dahulu kala, yang hancur karena dekadensi seks.

Di Indonesia, kasus-kasus pelacuran dan kebebasan seks juga sangat menghawatirkan---seiring dengan kemajuan pembangunan yang terkadang tidak dapat membendung perilaku demoralisasi---dengan diikuti gaya hidup yang makin individualistic, materialistic dan hedonistic. Bahkan perilaku itu sudah menjadi trend di kalangan anak-anak muda. Kasus itu dengan mudah dapat ditemukan, ketika banyak remaja putri di bawah umur menjadi pelaku pelacuran---sebagaimana dituturkan oleh Khafifah Indarparawansa.

Faktor Penyebab Munculnya Prostitusi

Tjahyo Purnomo pernah meneliti pada tahun 1982 di kompleks pelacuran Dolly---waktu belum dibubarkan---dan Kendari pada tahun 1987. Menurutnya ada tiga faktor penyebab pelacuran: Pertama, alasan ekonomi (cepat menghasilkan uang dan tidak mempunyai keterampilan untuk bekerja di tempat lain). Kedua, alasan psikologis (patah hati, balas dendam pada laki-laki, putus asa, dipaksa menikah, dan kesepian). Dan ketiga, tidak tahu dibawa ke tempat pelacuran (trafficing, tidak mempunyai pendidikan, karena keluguan). Dari hasil penelitiannya juga ketika di Kendari menunjukkan bahwa alasan ekonomi masih sangat dominan (69, 3%). Walaupun Kuncoro kurang sepaham alasan ekonomi menjadi faktor penyebab yang paling dominan, karena mengacu pada hasil penelitiannya di salah satu daerah miskin, ternyata tidak satupun perempuan di daerah tersebut terlibat dalam praktek pelacuran.

Masyarakat dan Praktek Prostitusi

Prostitusi, oleh agama apapun dan masyarakat manapun---termasuk di Indonesia---dipandang sebagai perbuatan yang kotor. Tetapi tentu kita tidak ingin terjebak pada diskursus panjang yang kontraproduktif dengan mencari siapa yang salah. Dengan memahami faktor penyebab munculnya prostitusi di atas, kita dapat memprediksi solusi untuk paling tidak mengeliminirnya dan tentu campur tangan pemerintah sangat diperlukan---walaupun tidak sesederhana yang dibayangkan. Atau gagasan untuk 'membuka' kembali lokalisasi juga tidak bisa dipandang sebelah mata---walaupun kesannya memberikan legitimasi dan sangat kontroversial---ide awal ketika Ali Sadikin melokalisasi prostitusi di Kramat Tunggak adalah untuk merehabilitasi para pelacur dengan cara memberikan keterampilan-keterampilan praktis, juga pembinaan mental spiritual agar kelak mereka sadar dan kembali ke tengah-tengah masyarakat.

Dilematis memang, masyarakat bereaksi menolak legalisasi/lokalisasi tetapi dibubarkan juga telah memunculkan masalah baru dengan menjamurnya rumah-rumah bordir, wisma/losmen, tempat kost-kost-an dan yang terkini kasus prostitusi online.

Yang bijak adalah tentu dengan memperkuat basic keimanan individu dan peran lingkungan masyarakat yang kondusif dalam menciptakan lingkungan yang baik. 'ajari anak berenang' ketika rumahnya dekat kali atau sungai, supaya ia tetap bertahan dan dapat melawan arus.

Tinjauan Hukum dan Etika Keagaamaan terhadap Prostitusi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun