Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Demokrasi dan Black Campaign, Menyongsong Pemilu Langsung 2024

4 September 2022   16:16 Diperbarui: 7 September 2022   17:30 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lambang partai politik peserta pemilu 2019 masih tergambar di sebuah tembok di kawasan Gandaria Selatan, Jakarta, Rabu (24/8/2022). (Foto: KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN)

Best sellernya buku How Democracies Die yang ditulis oleh Steven Levistsky dan Daniel Ziblatt semakin populer---di Indonesia---ketika Anies Baswedan sambil duduk santai dengan membaca buku ini. 

Yang menarik salah satu di antara tulisan judul kecil pada buku ini tentang "Pagar Demokrasi", selama bertahun-tahun orang AS mempercayai konstitusi AS sebagai pusat keyakinan sebagai negara dan bangsa yang terpilih, dibimbing Ilahi, mercusuar harapan dan kemungkinan dunia.

Berbagai piranti demokrasi dibuatnya untuk mencegah pemimpin berkonsentrasi dan menyalahgunakan kekuasaan. Namun, apakah sarana perlindungan konstitusional itu bisa memadai untuk mengamankan demokrasi?

Penulis buku ini meyakini, tidak. Konstitusi yang dirancang dengan baik pun kadang gagal. Konstitusi yang dirumuskan dengan baik pun tidak dengan sendirinya menjamin tegaknya demokrasi, memang konstitusi selalu tidak lengkap. 

Ada saja kesenjangan dan ambiguitas di dalam semua sistem hukum, maka tidak bisa hanya mengandalkan konstitusi untuk menjaga demokrasi.

Demokrasi dan Menahan Diri

"Tuhan tidak pernah menganugerahi negarawan atau filosof, atau siapapun", tulis mantan presiden AS Benjamin Harrison, "dengan cukup banyak kebijaksanaan untuk merumuskan suatu sistem pemerintahan yang bisa langsung dijalankan semua orang begitu saja". 

Itu yang kemudian dengan mengadaptasi pandangan Gunnar Myrdal karena nilai-nilai tidak dapat terlaksana dengan sendirinya diperlukan sikap saling toleran dan menahan diri secara kelembagaan maupun individu untuk bagaimana harus berbuat---di luar batas hukum---untuk menjalankan fungsinya secara kelembagaan maupun individu.

Dalam konteks pemilihan Presiden dan kepala daerah serentak di tahun 2024 nanti, adalah sebuah keharusan menjaga nilai-nilai demokrasi dengan tetap memagarinya melalui sikap santun dan toleran serta mampu menahan diri. 

Tidak serta-merta atas nama demokrasi lalu mendiskreditkan, menjelekkan, dan melakukan 'pembunuhan' karakter seseorang melalui kampanye negatif secara membabi buta.

Black Campaign dan Negative Campaign

Pada pandangan Mahfud MD memang ada perbedaan antara kampanye hitam (black campaign) dengan kampanye negatif (negative campaign). 

Kendati tidak dilarang dalam pemilu, kampanye negarif lebih mengemukakan sisi kelemahan faktual tentang lawan politik dan tidak bisa dihukum.

Kampanye hitam lebih cenderung bermuatan fitnah dan penuh kebohongan tentang lawan politik. Kampanye hitam ini jelas dilarang oleh undang-undang. 

Mahfud MD menyebut contoh, "kalau anda bilang bahwa Jokowi PKI atau bahwa Prabowo terlibat ISIS itu sudah black campaign. 

Tapi kalau anda bilang Jokowi kerempeng atau Prabowo kalah terus dalam Pilpres, itu tergolong negative campaign." Black campaign  bisa dipidana, negative campaign bisa dilawan dengan argumen.

Kampanye negatif dilakukan untuk menunjukkan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik. 

Kampanye hitam dilakukan misalnya dengan menuduh pihak lawan dengan tuduhan palsu atau belum terbukti atau melalui hal-hal yang tidak berkelindan terkait kapasitasnya sebagai pemimpin.

Sanksi pidana terhadap pelaku kampanye hitam misalnya disebut pasal 280 ayat (1) huruf   c berbunyi, "Menghina  seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu lain". 

Pasal 521, "Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan dalam pasal 280 ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h,I atau j, dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak 24 juta rupiah".

Dalam bahasa Aisyah Dara Pamungkas munculnya kampanye hitam menjadi cerminan bobroknya moral bangsa. 

Karena tidak bisa dielakkan bahwa black campaign akan sangat berdampak buruk bagi pendidikan politik bangsa Indonesia. Seakan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu walaupun melalui jalan yang salah.

Mengedepankan Program

Akan lebih elegan kampanye dengan mengedepankan program ketimbang dengan mencari-cari kelemahan---atau bahkan cenderung dengan kampanye hitam---dengan menyebarkan berita hoax.

Kampanye merupakan hak pasangan calon yang dilindungi oleh undang-undang. Kampanye yang dilakukan untuk menyampaikan visi, misi, program kepada masyarakat yang akan dilaksanakan selama lima tahun ke depan lebih mencerdaskan dan mendidik masyarakat.

Masyarakat  harus cerdas dalam mencerna  seluruh informasi yang diterima. Demokrasi memerlukan partisipasi yang luas dari masyarakat dan individu yang memenuhi syarat. 

Nilai-nilai demokrasi mengajarkan kepada kita bahwa perbedaan bukanlah sumber bencana. 

Bukan awal perpecahan, bukan menjadi penyebab permusuhan, tetapi sebaliknya sebagai kekuatan---dan pada saat yang sama---manusia diajarkan untuk tahu diri dan saling menghormati.

 Oleh: Masduki Duryat
*) Penulis adalah dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon, tinggal di Kandanghaur Indramayu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun