Mohon tunggu...
Masduki Duryat
Masduki Duryat Mohon Tunggu... Dosen - Dosen
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang praktisi pendidikan, berkepribadian menarik, terbuka dan berwawasan ke depan. Pendidikan menjadi concern saya, di samping tentang keagamaan dan politik kebijakan--khususnya di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Bukan 'Kuburan Massal'

30 Agustus 2022   09:26 Diperbarui: 30 Agustus 2022   09:27 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

            Dosen bertanya tentang bacaannya, mahasiswa menjawab dengan catatannya

            Dosen diam, mahasiswa tidur

            Dosen absen, mahasiswa pulang

            Dosen pulang, mahasiswa berkelahi dengan aparat,

            mabuk, aborsi, lalu ekstasi

Siapa di antara akademisi dan intelektual yang tidak akan "tersinggung" dengan pernyataan di atas? Namun, ini bukan masalah "tersinggung" atau tidak, melainkan mengapa ungkapan seperti itu muncul? Apa yang terjadi dengan kebijakan dan praktik kependidikan kita? Dan tentunya, bagaimana pula "seharusnya" kita---selaku pemerhati dan praktisi pendidikan---menyikapi persoalan-persoalan kependidikan yang memunculkan kekecewaan yang demikian?

Kita hanya memproduksi anak sekolahan, bukan anak berpendidikan. Ada gagasan yang diparadokskan antara pendidikan dan persekolahan. Pendidikan dianggap sebagai proses belajar lewat pengalaman sosial alamiah masing-masing individu. Berbeda dengan persekolahan yang hanya menghasilkan satu corak pendidikan. Anak sekolahan tidak berarti manusia berpendidikan. Sekolah yang ada sekarang hanya kepanjangan tangan Negara otoritarian saja. Sekolah memerosotkan tanggungjawab individual, yang kemudian menjadikan anak-anak yang tidak bisa dididik dalam makna pendidikan yang sejati. Anak dimekanisasi sesuai dengan kemauan Negara, dekadensi moral, perilaku menyimpang, dan tidak 'memiliki hati' dan 'penghormatan' kepada guru dan orang lain.

Pendidikan dan Pembacaan Kritis; Konsep Paulo Freire

Pada pandangan Paulo Freire, dunia pendidikan memerlukan kepemimpinan yang revolusioner, metodanya bukan hanya 'propaganda libertarian' yang tidak hanya sekedar 'menanam' tetapi dengan dialog. Kepemimpinan revolusioner mesti mempraktekkan pendidikan ko-intensional. Artinya para guru dan siswa sama-sama bertindak dalam dan bertindak terhadap kenyataan, sama-sama menjadi subjek, bukan hanya dalam tugas menyingkap kenyataan, supaya mengetahuinya secara kritis, namun juga dalam tugas menciptakan kembali pengetahuan tadi.

Dalam tulisan yang lain, Ia juga menyebutkan perlunya pembelajaran selalu diasosiasikan dengan "pembacaan kritis" terhadap realitas. Dengan pembelajaran demikian, guru menyampaikan bagaimana cara berpikir. Kita tidak dapat memberikan bahan pelajaran semata-mata seolah konteks sekolah di mana bahan pelajaran tersebut disampaikan bisa direduksi menjadi sebuah ruang netral yang terbebas dari konflik-konflik sosial. Latihan "berpikir benar" juga tidak dapat dipisahkan dari penyampaian suatu bahan pelajaran. Ini mestinya yang dilakukan dalam pembelajaran dunia pendidikan kita.

Dunia kependidikan kita---sejak era kolonial kemerdekaan, dan bahkan sampai era reformasi ini---masih menyisakan banyak persoalan yang tidak pernah bisa diselesaikan. Sistem pendidikan lebih banyak dibangun di atas dekrit-kebijakan yang mereproduksi ideologi penguasa kaum borjuis, bukan lahir dari "rahim" kesadaran pembangunan masyarakat baru secara "revolusioner" dan "visioner". Cita-cita pembangunan masyarakat baru kiranya belum dielaborasikan ke dalam visi, misi, dan orientasi sistem pendidikan. Srategi perubahan "revolusioner", sebagai peran yang harus dimainkan oleh pendidikan, belum jelas atau bahkan sengaja tidak diperjelas. Sehingga eksistensi sekolah sebagai pemasok utama masyarakat berpendidikan hanya menjadi media reproduksi ideologi pemerintah. Ini perlu dimaklumi, "karena negara ini tidak pernah di/melahirkan pemimpin yang akomodatif terhadap pendidikan maju, sehingga pertanggungjawaban secara akademis/intelektual di akhir jabatan pun bukan sesuatu yang utama".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun