Mohon tunggu...
SUMARDIONO
SUMARDIONO Mohon Tunggu... Penulis - Penyuluh Agama Islam Fungsional Kemenag Kabupaten Gresik

Sumardiono atau biasa dipanggil mas Dion mengabdi sebagai Penyuluh Agama Islam Fungsional di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gresik. Bertugas di KUA Kebomas. Sarjana lulusan Syari'ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Magister Filsafat UIN Sunan Ampel Surabaya. Disamping melakukan kegiatan kepenyuluhan, ia juga menulis beberapa artikel dan buku. Sosok yang sederhana. Suka dengan ilmu dan membaginya. Kajian favoritnya berkaitan dengan studi agama, filsafat, tasawuf, sosial-budaya, pemberdayaan masyarakat, literasi zakat wakaf, kebijakan publik, sertifikat halal, perkembangan dunia islam dan isu-isu kontemporer. Mas Dion juga tertarik dengan perkembangan sains dan teknologi. Ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam didepan laptop dan membicarakan atau mendengar kajian masalah agama, masalah sosial budaya, isu politik, masalah filosofis. Tujuan besarnya adalah ingin memberi manfaat dan berbagi pada sesama tanpa membedakan suku, agama, ras dan budaya.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Iri Hati, Dengki dan Sombong Merusak Otak

3 Desember 2024   19:49 Diperbarui: 3 Desember 2024   19:53 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto : DALL-E

Neurosains dan Kerusakan Otak

Neurosains mengungkapkan bahwa sifat-sifat negatif seperti iri, dengki, dan sombong berkaitan erat dengan fungsi otak, khususnya di area limbik yang mengatur emosi dan prefrontal cortex yang berperan dalam kontrol diri. Studi menunjukkan bahwa kerusakan pada prefrontal cortex dapat mengganggu pengendalian impuls dan menyebabkan seseorang lebih mudah terjebak dalam emosi negatif seperti iri atau sombong. Penelitian juga menyatakan bahwa emosi ini dapat memicu aktivitas berlebihan di amigdala, area otak yang bertanggung jawab atas rasa takut dan kecemasan, memperparah ketidakstabilan emosi.

Menurut Dr. Sarah-Jayne Blakemore, pemahaman tentang otak menunjukkan bahwa perilaku negatif sering kali hasil dari pengambilan keputusan yang dipengaruhi alam bawah sadar. Hal ini mendukung temuan bahwa individu yang mengalami trauma atau stres kronis lebih rentan terhadap perilaku destruktif seperti iri hati.

Psikologi dan Emosi Negatif

Psikologi modern mengaitkan iri dan dengki dengan perasaan kurang percaya diri, kecemasan sosial, dan kebutuhan untuk membandingkan diri dengan orang lain. Ketika seseorang terus-menerus merasa iri, sistem sarafnya berada dalam tekanan yang dapat memicu kondisi seperti depresi atau gangguan kecemasan. Sementara sombong sering kali berakar dari upaya kompensasi untuk menutupi kelemahan atau perasaan tidak aman.

Studi dalam psikologi positif menyoroti peran emosi positif seperti syukur untuk melawan efek negatif ini. Bersyukur membantu meningkatkan kesejahteraan emosional dan mengurangi stres, menciptakan stabilitas psikologis yang lebih baik. Dengan cara ini, seseorang dapat keluar dari siklus perilaku negatif yang berbahaya.

Perspektif Islam

Dalam Islam, sifat iri, dengki, dan sombong sangat dikecam karena dampaknya yang merusak hubungan sosial dan spiritual. Al-Qur'an menyatakan, "Janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang Allah berikan kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain" (QS. An-Nisa: 32). Nabi Muhammad SAW juga memperingatkan, "Tidak akan masuk surga seseorang yang dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi" (HR. Muslim).

Jika kita melihat sifat iri, dengki, dan sombong melalui lensa psikoanalisis seperti pandangan Sigmund Freud, emosi ini mungkin muncul sebagai manifestasi dari konflik dalam "id", "ego", dan "superego". Iri dan dengki dapat diartikan sebagai ketegangan antara keinginan bawah sadar (id) dan norma sosial (superego) yang menekan individu untuk merasa puas dengan apa yang mereka miliki. Sedangkan sombong, dalam beberapa kasus, merupakan strategi ego untuk mempertahankan harga diri di tengah perasaan tidak aman.

Contoh Nyata dalam Kehidupan Sehari-hari

Bayangkan seorang rekan kerja yang merasa iri karena koleganya mendapat promosi. Iri ini memengaruhi perilakunya; ia mulai menyebarkan desas-desus untuk menjatuhkan rekannya. Dari sudut pandang neurosains, perilaku ini mungkin mencerminkan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, yang memengaruhi perasaan penghargaan dan kepuasan. Dalam konteks psikologi, tindakan ini adalah pelarian dari rasa rendah diri, sementara dalam perspektif Islam, hal ini melibatkan ketidakmampuan untuk menerima takdir Allah dengan ikhlas.

Sebaliknya, seorang yang sombong sering terlihat mendominasi percakapan, menyombongkan pencapaiannya, dan meremehkan orang lain. Ini mungkin cara untuk menutupi perasaan tidak aman yang dalam. Namun, perilaku ini memperburuk hubungan sosial dan dapat berujung pada isolasi emosional.

Iri, dengki, dan sombong tidak hanya merusak hubungan manusia, tetapi juga memiliki konsekuensi serius terhadap kesehatan mental dan fisik. Pendekatan holistik yang menggabungkan neurosains, psikologi, dan spiritualitas dapat membantu memahami akar masalah ini dan mencari solusi. Dengan memperkuat kontrol diri, bersyukur, dan meningkatkan kesadaran akan hubungan manusia dengan Tuhan, kita dapat mengatasi sifat-sifat ini dan menciptakan kehidupan yang lebih damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun