Mohon tunggu...
Dicki Andrea
Dicki Andrea Mohon Tunggu... Freelancer - A Full Stack Developer | Learner

Nothing to lose for to be gratefull

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tak Usah Mencari, Cukup Memantaskan

5 Maret 2019   18:30 Diperbarui: 5 Maret 2019   18:42 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun tambahan bagi pasanagan suami istri yang beragama Islam yakni suami melanggar taklik-talak (ikrar/perjanjian talak yang digantungkan keadaan tertentu setelah pernikahan) dan peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadi ketidakrukunan dalam berumah tangga.

Persepsi yang salah mengenai pernikahan

Meskipun angka perceraian lebih banyak disebabkan oleh ketidakharmonisan dan permasalahan ekonomi seperti pendapat yang disampaikan oleh Venny Octarini Sirigar berdasarkan data LBH APIK, kekerasan rumah tangga tak hanya berbentuk kekerasan fisik, tetapi termasuk psikis, seksual dan ekonomi. Itu sebabnya banyak dari pihak perempuan/istri yang berani mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama.

Pendapat lainnya disampaikan oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifudin. Menurutnya tingginya kasus perceraian di kalangan pasangan dengan umur pernikahan dibawah 5 tahun itu terjadi berbanding lurus dengan angka kenaikan pernikahan muda di Indonesia. 

Maraknya perceraian terjadi dikalangan tersebut pun akibat kurangnya wawasan yang baik mengenai pernikahan serta peran orang tua (ayah dan ibu) sebagai perubahan status setelah menikah. 

"Setelah generasi muda kita menjadi ayah dan ibu nantinya, mereka harus diberikan wawasan yang baik, agar angka perceraian dan kekerasan rumah tangga tidak semakin meningkat," tutup Lukman.

Merujuk pada data di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa maraknya kasus perceraian di Indonesia berbanding lurus dengan tren kenaikan nikah muda dikalangan milenial. Pengajaran yang mendorong sisi kebaikan dari nikah muda seperti tentang poin-poin kebagiaan ternyata tidak cukup efektif mengatasi permasalahan (perzinahan, pelecehan seksual dan pergaulan bebas) yang terjadi di Indonesia. 

Upaya tersebut justru menimbulkan permasalahan baru yang tak lain adalah meningkatnya kasus perceraian di kalangan muda dengan umur pernikahan yang relatif masih muda yaitu kurang dari 5 tahun.

Keinginan menikah di usia muda sebenarnya tidak ada yang salah. Yang salah adalah ketika keinginan tersebut hanya didasar karena nafsu dan cinta belaka sebab pernikahan sekali lagi bukan hanya tentang cinta melainkan sesuatu yang lebih dari itu. Alangkah elok apabila kalangan muda saat ini menyadari akan kesiapan dirinya untuk menempuh hidup baru itu. 

Berfikir realistis dengan jernih dan penuh ketelitian. Terlebih jangan sampai khawatir tidak akan mendapat jodoh karena jodoh Allah SWT sudah mengaturnya untuk masing-masing individu. Oleh karena itu, sekali lagi "Tak usah mencari, Cukup memantaskan". Dan yakinlah Allah SWT akan mendekatkan kita dengan jodoh kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun