Mohon tunggu...
Didik Setiawan
Didik Setiawan Mohon Tunggu... -

Alumni Mahasiswa UIN Syarief hidayatullah jakarta Mahasiswa Magister ilmu komunikasi UMJ

Selanjutnya

Tutup

Politik

Intoleransi Pilgub DKI Periode 2017-2022

10 Oktober 2016   09:24 Diperbarui: 10 Oktober 2016   09:39 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkelahian politik seperti yang baru-baru ini berlangsung di Pilkada Serempak periode 2017-2022 itu sendiri manifestasi ketidakdewasaan politik yang selalu bisa membawa nama negara ke dalam kehinaan ditengah Demokrasi Indonesia yang sangat dikagumi oleh bangsa-bangsa lain galam kematangan Berdemokrasi. Dalam era teknologi informasi yang serba canggih ini serta jaringan sosial yang intensif, insiden politik seperti insiden yang diutarakan Calon Gubernur DKI periode 2017-2022 saudara Basuki Tjahya Purnamadengan mengganggu kebebasan Keimanan Kaum Muslimin bisa menimbulkan konfrontasi fisik, memang seharusnya tidak menjadi topik penting di di Indonesia saja, tetapi harus menjadi bagian dari wacana politik internasional yang lebih luas dan perdebatan.

Kematangan politik bangsa apapun berkorelasi langsung dengan Masalah Keimanan dalam Beragama. Oleh karena itu, fakta bahwa setelah 71 tahun kemerdekaan Indonesia, kekerasan politik masih terjadi menyajikan paradoks yang serius. Kita belum bisa menunjukkan tingkat tinggi kedewasaan politik, karena proses Demokrasi kita dinyatakan oleh banyak pengamat sebagai Demokrasi yang damai, bebas, adil dan teladan. Maka dari itu jangan jadikan Momen ini menjadi Kemunduran Negeri kita dalam Proses Demokrasi Politik dimata Dunia.

Toleransi dan Hak Minoritas yang dipolitisasi

Toleransi telah muncul sebagai jawaban tunggal untuk banyak pertanyaan dari abad kedua puluh satu, Cara mengatasi konflik etnis, bagaimana mengatasi ketidakstabilan di negara-negara demokrasi baru, dan cara mengatasi gesekan antara proyek duel sekularisme liberal dan kebangkitan agama . Jelas, bagaimanapun, adalah asal-usul kausal toleransi. Bagaimana lembaga yang mempromosikan hidup berdampingan secara damai muncul?

Apakah lembaga ini sama di dunia Muslim pasca-kolonial seperti di Barat? Setelah didirikan, apa yang menjelaskan variasi dalam praktik toleransi dari waktu ke waktu, oleh pelaku yang berbeda, dan ke arah minoritas?

Analisis multivariat menunjukkan bahwa secara ringkas toleransi secara signifikan dipengaruhi oleh ras, tingkat pendidikan formal, ideologi dan tingkat partisipasi politik. toleransi adalah produk dari pembelajaran formal (pendidikan), pembelajaran informal (partisipasi), pengalaman hidup (ras), dan sistem keyakinan individu (ideologi). Toleransi politik nyata dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, media berita utama, dan penggunaan internet.

Khususnya di Indonesia, Partisipasi kampanye Toleransi dan pembelaan hak minoritas sangat digaungkan terutama dilakukan oleh golongan mayoritas, baik golongan suku, Ras, Maupun Agama. Baik dalam dunia pendidikan maupun mimbar-mimbar Dakwah keagamaan. Bahkan menjadi perjuangan termashur dari Sosok tokoh Bangsa Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001terkait peradaban baru Toleransi di Indonesia.

Perjuangan Gus Dur ini dilanjutkan oleh para Pengagum sosok Gus Dur ataupun para kader-kader organisasi yang berafiliasi terhadap Organisasi yang dipimpin Gus Dur maupun diluar itu. Semisal apa yang dilakukan oleh Organisasi Laskar Santri Nusantara yang selalu hadir dan meliterasi tentang larangan SARA dan Intoleransi serta Kampanye Hitam dalam setiap Momen Politik yang tak ada hentinya Ketua Umum DKN Laskar Santri Nusantara Didik Setiawan yang sekaligus penulis Artikel ini yang selalu menyampaikan pesan itu.

Dalam momen Politik Toleransi dan Hak Minoritas terkadang dipolitisasi oleh kaum minoritas untuk sebuah kekuasaan dalam kontestasi Politik. Toleransi dan Hak Minoritas bukan menjadi Nilai perjuangan dalam berkehidupan dimasyarakat yang damai dan hidup sejahtera berdampingan, akan tetapi dipolitisasi dalam bersaing untuk dukungan rakyat dalam rangka untuk mendapatkan kekuasaan dan hak untuk memerintah.

Solusi Atas terciderainya Toleransi di Indonesia

Negara harus hadir dan Hukum harus ditegakkan, Semua partai politik di Indonesia, Para pemimpin semua partai politik harus terbuka melibatkan pendukung mereka dan memanggil mereka untuk menghindari kekerasan dalam jangka sampai ke tempat pemungutan suara 2017 nanti. Terutama di tingkat akar rumput, perlu mendengar dari para pemimpin mereka terkait hubungan perdamaian dan pembangunan, serta kesejahteraan masyarakat. Politik intoleransi dan kebencian yang kontraproduktif dan seharusnya tidak diperbolehkan untuk mencemari pikiran generasi muda

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun