"Para pemberantas buta huruf itu telah mendirikan stadion akal dan stadion batin...sedapat mungkin dari umur 6 tahun sampai mati masuk lobang kubur...hendaknya dia tetap melek huruf."
(Sukarno, Proklamasi Bebas Buta Huruf 1962 di Jakarta)
Tidak ada yang lebih optimis selain berbicara dengan kaum muda. Karenanya, menghadiri setiap sesi diskusi baik kecil atau besar kelompok pelajar seperti IPM ini menjadi energi besar bangsa ini yang tak boleh padam.
Kaum muda adalah nakhoda, bukan freerider republik ini. Kaum muda inilah yang sedang mengagendakan peran peran yang akan diembannya untuk memajukan bangsa ini.
Energi keagamaan kaum muda ini jelas dapat dikembangkan sebagai ekspresi organik dari situasi kehidupan dan juga sebagai aspirasi kelas sosial yang ingin melipatgandakan pengaruhnya di dalam masyarakat modern.
Karenanya, gerakan dan visi transformasi paling memungkinkan disandang gerakan pelajar atau gerakan pemuda. Salah satu ekspresi keterlibatan kaum muda ini dapat ditengok secara impiris dalam pergerakan literasi lima tahun terakhir ini di berbagai sudut rumah Indonesia.
Pelajaran sejarah salalu punya makna progresif di zamannya. Salah satu penggalan sejarah literasi juga disemai di dalam persyarikatan Muhammadiyah di Kampung Kauman, Yogyakarta. Adalah HM Moktar secara explisit menekankan perpustakaan umum di lingkungan Persyarikatan (Muhammadiyah Kudus pernah punya "Perpustakaan Rakyat") mempunyai karakter (1) inklusif artinya tidak punya tendensi ruang baca-belajar ini hanyalah untuk anggota Muhammadiyah semata; (2) aksesibel yang artinnya bacaan dapat diperoleh secara murah bahkan cuma-cuma. Ini juga kemudian dilanjutkan oleh salah satu putra pengurus Taman Pustaka yaitu Dauzan Farook dengan Mabulirnya dengan platform gerakan pasca kemerdekaanya: terobosan itu adalah perpustakaan yang pro aktif, gratis, tanpa birokrasi.
Kita kita lihat anak-anak muda berbondong-bondong melibatkan diri dalam urusan literasi yang saya sebut sebagai zaman literasi bergerak. Zaman sekarang ini sudah banyak tumbuh perpustakaan komunitas yang suka berbagi bahan bacaan secara gratis bahkan tanpa syarat sebagaimana yang dilakukan ratusan taman pustaka/pustaka/komunitas/Rumah Baca dan berbagai nama-nama kreatif sejenisnya.
Luar biasa, Literasi benar-benar telah dimaknai sebagai pekerjaan terkait pendalaman-pendalaman pengetahuan dan praktik kehidupan yang bermakna. Bukan hanya soal buku-buku, tetapi segala tata kehidupan manusia.
Sang Perintis dan Penggerak Literasi
Marx Muda, Darwis, Pram muda, Tirto, Tan Malaka, Kartini, Sukarno dan seterusnya di zaman bergerak, mereka pada dasarnya telah meletakkan pilar pilar bangsa yang melek ekonomi, sosial, politik, dan budaya. Radikalisasi gerakan islam berkemajuan Dahlan dan nilai kesadaran berbangsa adalah satu peristiwa besar yang kita semua wajib meneladaninya.
Kiai Dahlan adalah salah satu pahlawan pergerakan literasi bangsa ini. Kiprahnya memajukan akal pikiran bangsa adalah paten. Menurut banyak sumber, Kiai Dahlan mendirikan lembaga pendidikan sebelas tahun lebih dulu dari Ki Hajar Dewantara (1921).