Mohon tunggu...
David Efendi
David Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah

seorang warga biasa-biasa saja. Ingin berbagi sebagai bagian upaya memberikan arti hidup small act of Kindness. Pegiat Perpustakaan Jalanan Rumah Baca Komunitas yang memberikan akses bacaan, pinjaman buku tanpa syarat dan batas waktu. Belajar apa saja sebagai kontributor di www.rumahbacakomunitas.org

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjadi Nakhoda Zaman Literasi

1 Mei 2018   08:04 Diperbarui: 1 Mei 2018   09:19 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendirian sekolah oleh Kiai Dahlan dihitung dari tahun keanggotaannya dalam Boedi Oetomo yakni antara tahun 1908-1909, ia mendirikan sekolah yang pertama secara formal yakni Madrasah Ibtidaiyyah. Sekolah tersebut dikelola secara modern dengan metode dan kurikulum baru: antara lain diajarkan berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang pada awal abad 20.

Meski berbeda tahun, anggaplah peristiwa itu memang terjadi pada tahun 1911-, sekolah yang didirikan KH Ahmad Dahlan ini tercatat sebagai sekolah pertama yang berusaha mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia. Bahkan atas inovasinya dalam metode mengajar dan kurikulum, Kiai Dahlan didakwa menyeleweng dari Islam oleh sebagian umat Islam yang beku pikirannya.

Pada 1913, Kiai mendirikan ruang kelas di sebelah timur. Barulah pada 1919 ruang kelas dipindahkan ke sebelah selatan Masjid Gedhe di atas tanah hibah dari Sultan yang kemudian dinamakan Sekolah Dasar Muhammadiyah Pawiyatan. Perkembangan sekolah yang didirikan Kiai Dahlan semakin pesat, seiring dengan pendirian organisasi Muhammadiyah.

Bahkan pada 1922, tahun bersamaan dengan Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa, sekolah Muhammadiyah telah berdiri di berbagai tempat. Satu tahun sebelum Kiai wafat, tahun 1922 (1923), 8 jenis sekolahan telah didirikan Muhammadiyah dengan 73 orang guru dan 1.019 orang siswa. Sekolah itu adalah Opleiding School di Magelang (Jawa Tengah), Kweek School di Magelang dan Purworejo (Jawa Tengah), Normaal School di Blitar, NBS di Bandung (Jawa Barat), Algemeene Midelbar School di Surabaya (Jawa Timur), TS di Yogyakarta, Sekolah Guru di Kotagede (Yogyakarta), dan Hoogere Kweek School di Purworejo (Jawa Tengah). Sudah tentu ini belum termasuk sekolah yang berada di Kauman, Lempuyangan, Suronatan, dan Karangkajen, yang semuanya di Yogyakarta.

Will to literate telah disemai oleh penggerak bangsa sejak pra revolusi kemerdekaan Bangsa. Tan Malaka mendirikan Sekolah Rakyat di Semarang (1921) untuk mengajarkan literasi (keberaksaraan) bagi 'rakjat djelata' dan 'rakjat djembel.' keberdayaan dalam literasi diimani akan menjadikan orang-orang mau bekerja untuk kemajuan bangsa.

Sementara, KH Dahlan mendirikan lembaga memajukan bangsa berupa sekolah corak 'nasionalis' tahun 1911 sebelum Muhammdiyah berdiri. ini adalah model pemberkuasaan bangsa, bukan sekedar pemberdayaan.Ki Hadjar Dewantara mendirikan taman siswa tahun 1922 (bersamaan dengan tahun pendirian taman pustaka Muhammadiyah).

Keaksaraan atau literasi diyakini sebagai basis kesadaran identitas, ideology, rasionalitas, komodern-an, dan kemajuan. Pemerintah colonial menganggap gerakan keaksaraan/literasi ini seperti bara api yang sulit dipadamkan di zaman "kemadjoean"

Berikutnya, kiprah perintis literasi oleh Sukarno. Pada tanggal 14 Maret 1948, Presiden Soekarno mencanangkan Pemberantasan Buta Huruf (PBH).

Dalam suasana perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Bung Karno mengatakan: "Bukan saja kita menang di medan perang, tetapi juga dalam hal memberantas buta huruf kita."

Dalam suasana kecamuk perang, pemerintah Soekarno masih sempat menyelenggarakan kursus PBH di 18.663 tempat, yang melibatkan 17.822 orang guru dan 761.483 orang murid. Sedangkan yang digelar secara independen berjumlah 881 tempat dengan 515 orang guru dan 33626 murid.

Pada tahun 1960, Bung Karno kembali mengeluarkan komado: Indonesia harus terbebas dari buta-huruf hingga tahun 1964. Seluruh rakyat pun dimobilisasi untuk mensukseskan ambisi tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun