Kepada 9 Kartini dan untuk semua yang peduli,Â
Ada tangis akhir episode republik ini. Setelah Bertahun berjuang dalam sunyi dan dalam kegalauan Ibu Ibu rembang, akhirnya Edisi membelenggu kaki dengan cor semen di monas~tugu kemerdekaan yang justru menghadirkan belenggu. Pertanda, Kita belum merdeka. Rezim rezim yang Tak pernah membaik.
Sajak Sajak INI adalah mantra mantra yang dikirim lewat kawat elektrik. Semoga sampai pada waktunya, pada empunya.
Door Duisternis tot Licht
Puisi untuk Perempuan yang Tak pernah padam
Zaman getir dan kejatuhan
Zaman pahit dan pemberangusan
Zaman benteng dam belenggu
Zaman kegelapan dan kekalahan
Door Duisternis tot Licht
Siapa yang dikalahkan
Oleh siapa
Siapa yang dibungkam oleh siapa
Siapa yang dibelenggu oleh siapa
Siapa yang terbelakang, Dan oleh siapa
Door Duisternis tot Licht
Siapa yang melawan, siapa yang dilawan
Siapa yang bersekutu, dengan siapa bersekutu
Siapa penuh ketakutan, takut pada APA atau siapa?
Door Duisternis tot Licht
Habis gelap terbitlah terang
Benarkah kegelapan telah sirna?
Benarkah terang telah direngkuhnya?
Benarkau belenggu telah dibuka dan rantai penindasan sirna?
Door Duisternis tot Licht
Jadilah kenyataan!
Surat ini kusempatkan kutulis sebagai panggilan rasa kemanusiaan dan keadilan juga rasa prihatin pada negara yang terus menerus abai pada anak bangsa dan penghuni sah republik ini. Saya juga merasa negara ini telah menghinakan akal sehat dan kewarasan kita semua. Polisi dan tentara sering mempertontonkan kejahatan kepada orang orang biasa dan melindungu kepentinan kapitalis serakah.Â
Kami dari sudut kampung di Bantul merasakan kepahitan hidup saudara di rembang dan pati juga blora, sedulue sikep. Kami di Rumahnya manusia meninton film dan mendiskusikan serta sebagian kami ikut aliansi mahasiswa untuk rembang. Kami ingin bangkit rasanya meninju penguasa tetapi kepalan kami di sini masih seperti meninju langit. Kekuatan ibu ibu 9 kartini memprovokasi kesadaran kami semua untuk terus menyuarakan yang bisu, melawan secara simbolik, dan terus mengurus mengutuk dan menghinakan penguasa yang dzalim denan doa doa kutukan lewat sastra dan tulisan. Setiap bangun tidur, kita meludah dengan keras sambil mengutuk ketidakwarasan pejabat negara. Kami akan berada dalam semangat ibu-ibu 9 Kartini.Â
Kepada negara, kamu juga ingin bersuara. Bagi kami, apa pun yang dilakukan negara dengan menyakiti rakyat sendiri adalah sebuah kejahatan mahabesar terhadap kemanusiaan. 40 tahun ke depan bangsa ini akan terpuruk sehingga muncul generasi baru tanpa dosa sejarah. Apa yang negara lakukan hari ini hanya mempercepat kehancuran. Lebih baik negara pensiun saja mulai malam ini jika tak bisa memperbaiki keadaan. Yg bisa Kita bisa lakukan adalah untuk menahan diri dari kejahatan tangan negara sampai pada pengelola negara yang baru di 40 tahun yang akan datang. Dan penguasa hari ini tak mungkin bisa memperbaiki keadaan maka jangan mempercepat kerusakan. 9 kartini adalah manusia luar biasa kiriman masa depan untuk berpesab bahwa negara ini kekayaan alam ini bukan milik penguasa tetapi milik manusia yang akan datang. Hentikan pak Jokowi segala kebohongab atas nama pembangunan, ini hanya tipuan yang maha kejam
Salam perlawanan dari kami
Bantul, 21 April 2016
Pegiat literasi di Kalibedog
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H