Mohon tunggu...
David Efendi
David Efendi Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah

seorang warga biasa-biasa saja. Ingin berbagi sebagai bagian upaya memberikan arti hidup small act of Kindness. Pegiat Perpustakaan Jalanan Rumah Baca Komunitas yang memberikan akses bacaan, pinjaman buku tanpa syarat dan batas waktu. Belajar apa saja sebagai kontributor di www.rumahbacakomunitas.org

Selanjutnya

Tutup

Politik

Joint, Bukan Barisan Sakit Hati!

21 Maret 2016   16:39 Diperbarui: 21 Maret 2016   19:22 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara kasat mata, masih dominannya elite di gerakan ini menunjukkan ada rekaya sosial yang perlu disampaikan kepada publik. Perlu pemantik, leader, isu yang bisa mempertemukan gerakan populisme dengan elitisme dalam proses menghadapi pilkada. Dengan banyaknya testimoni tokoh itu sudah, dapat ditafsirkan, sebagai pananda ada tembok yang membatasi antara kekuatan rakyat dengan kekuatan elit. Walau demikian, ada banyak gerakan yang memang diinisiasi elit terdidik yang berhasil menjahit dan membangun solidaritas luas se antero negeri seperti gerakan Anna Hazare melawan korupsi (moral). PIlkada sama sekali tak bisa diidentikkan/sulit disepadankan dengan gerakan moral yang keuntungannya abstract tetapi ini menjadi 'persetujuan publik' misalnya menolak korupsi. 

in general, pemilihan walikota adalah proses pertempuran politik elit yang melibatkan pemilik suara sah dalam suatu area yang terbatas. Kemampuan mengubah paradigma dari mindset pilwalkot sebagai domain kepentingan politik yang nyuwun sewu, kotor dan tak beretika' menjadi domain sosial-budaya dan keluhuran etika adalah suatu yang hanya gampang diungkapkan. Agenda elit tak mudah dimengerti publik. Sering juga, publik dibuat kecewa. 

Gagasan saja walau cukup bagus, sebaiknya penjarigan dulu lewat kelurahan kecamatan dibuat semacam festival mencari walikota melibatkan banyak manusia. Hal ini karena tak semua masyarakat jogja tahu dg personil-personial penggagas JOINT tersebut dan memang banyak spekulasi tumbuh siapa dibalik siapa. Ada usulan bahwa penjaringan tidak hanya ketokohan namun juga harus yg berani meluruskan aturan per-UU-an yang kadang harus melawan (tanpa ewuh pekewuh) atas sebuah hegemoni kekuasaan yg amat kuat di DIY ini. Sikap dominasi yg sering memaksakan kehendak sehingga benar dikatakan 'setiap dominasi itu tersimpan kesewenang-wenangan dan itu adalah penindasan. 

Program baru orang

ini juga hal penting yang perlu diupayakan dengan kerja keras. Selain penjelasan berjibagu mengapa joint lahir adalah penting juga (mendesak) untuk menyiapkan agenda apa yang akan diusung untuk memperbaiki berbagai PR kompleks untuk mengembalikan jogja ramah manusia, berbudaya, tidak macet, tidak kelebihan hotel yang merusak lingkungan dan tata ruang. Gagasan program ternyata kalah dengan "orang" sehingga joint mengeluarkan nama-nama tertentu yang terlanjur disalahpahami publik bahwa dianggap JOINT sudah punya nama jadi disamakan pula dengan parpol yang proses kandidasinya bisa sangat sangat misterius: di bawah genggaman pemilik partai politik. Sykurlah, pihak joint sudah menyebarkan informasi bahwa proses rekruitmen masih terbuka untuk umum dan seluas-luasnya. Ini bagus sekali sehingga publik tak dibuat galau tanpa harapan. Sialnya, mati tanpa kegembiraaan. Partai boleh mati, akal sehat dan nafas perubahan serta keberpihakan kepada masyarakat tak boleh mati.  

Jika mau berbeda dengan partai, maka proses haruslah 'merakyat' dan sangat transparan tata kelola. Hal ini yang akan mendatangkan dukungan massif dari pemilik suara. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun