Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sembahyang Politik

12 Februari 2017   19:03 Diperbarui: 12 Februari 2017   19:34 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ayal lagi, kelompok yang tidak setuju dengan cara-cara FPI mulai bersuara kepada sesama mereka: "Memilih AHY atau Anis sama saja toh, karena keduanya sama-sama didukung oleh FPI yang sering membuat suasana ibukota kurang nyaman. Selalu buat keributan pada hari kerja."

Ada juga yang bergumam begini: "Untuk memenangkan jagoannya saja FPI cs sudah menggunakan cara-cara memaksa pemilik otoritas agar memenuhi keinginan politiknya, apatah lagi jika calon yang diusungnya memenangkan Pilkada. Mahu dijadikan apa Jakarta di tangan AHY atau Anis?"

Tinggal menghitung hari, kita akan menyaksikan AHY dan Anis bertanding di kubu yang sama untuk mendapatkan suara. Menang atau kalah di kubu Islam politik ini, tetap saja tidak memiliki arti apa-apa. Sementara Ahok di kubu sebelah tidak perlu bertanding, karena tidak ada lawan yang ikut bermain di sana.

Begitu indahnya jalan politik yang Tuhan skenariokan untuk ibukota negara. Dan Tuhan lebih mengetahui siapa yang berbuat ulah, lalu dalam sekejap, dibalikkan hasilnya. Karena Tuhan pembuat makar terbaik.

Banyak pelajaran berharga yang dapat dipetik dari peristiwa Pilgub DKI ini. Dan orang beriman haruslah yakin bahwa, setiap diri akan mendapatkan bagiannya dan tidak akan pernah tertukar. Islam politik atau FPI cs akan mendapatkan balasan karena niat dan perbuatannya sendiri, begitu juga AHY dan Anis juga akan dibalas sesuai dengan niat dan perbuatannya. Di sisi lain Ahok juga akan dibalas oleh Tuhan dengan mendapatkan kembali haknya sebagai gubernur DKI. Begitu juga para pendukungnya, semua mendapat balasan yang sepadan.

Lapangan permainan pun sudah ditutup. Saatnya semua kembali ke profesi masing-masing; mengabdi untuk kemanusian dengan cara berkontribusi positip kepada bangsa, negara dan agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun