Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi & JIL

27 September 2015   22:13 Diperbarui: 27 September 2015   22:13 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia Tanpa JIL kepanasan, karena presiden Jokowi memberi jabatan komisaris utama PT Balai Pustaka kepada tokoh Jaringan Islam Liberal, Hamid Basyaib. Saya pun membatalkan puasa menulis, karena harus menjawab pertanyaan sahabat: Apa salahnya dengan Jaringan islam liberal, sehingga ITJil menganggap miring pemerintah?

Pertanyaan yang sama sering diucapkan oleh masyarakat, khususnya warga NU. Dan setahu saya, mayoritas orang NU, setidaknya para pengurus yang hadir di muktamar Jombang tempo hari, sudah tidak takut dikatakan liberal. Karena jika dilihat dari kaca mata ilmu pengetahuan islam, sememangnya tidak ada yang salah dengan islam liberal.

Hanya mereka yang melihat menggunakan lensa kebencian dan tanpa dasar ilmu keislaman yang cukuplah yang mengatakan JIL sesat, seperti kelompok ITJil yang kepanasan karena Jokowi memberi kepercayaan penuh kepada dedengkot JIL. Sebenarnya bukan hanya presiden Jokowi, melainkan presiden sebelumnya, SBY juga memilih dedengkot JIL, yaitu Ulil Abshar Abdalla sebagai pengurus di partai Demokrat.

Begitu juga dengan ketua MUI sekarang, KH. Ma'ruf Amin, juga sangat percaya dan dapat duduk bersanding dengan Kiai Maqsith Ghazali ketika membahas persoalan hukum di majlis bahtsul masail NU. Perlu diketahui bahwa, KH. Ma'ruf Amin adalah tokoh yang ikut membidani lahirnya fatwa MUI tentang kesesatan Islam liberal. Bahkan keduanya, KH. Makruh Amin dan Kyai Maqsith Ghazali sangat bersahabat dan saling memahami argumentasi hukum masing-masing untuk kemudian sepakat.

Melihat fenomena di atas, maka masyarakat awam hendaklah berhati-hati dan jangan terikut menjadi pembenci JIL seperti ITJil dan kelompok islamisme lainnya. Mereka menyebarkan kebencian terhadap islam liberal hanya karena ketidaktahuan tentang islam atau karena sebab lain yang lebih politis, yaitu kepentingan pribadi dan golongan, juga ideologi.

Ada baiknya kita mengetahui dan memahami islam liberal dengan baik, dengan cara belajar dari sumber yang benar: ulama yang sungguhan dan kitab yang mu'tabarah, bukan ulama dadakan dan kitab editan. Maaf, tidak bermaksud merendahkan siapapun, ternyata sumber kebencian terhadap islam liberal, berasal dari mereka yang memahami ayat dan hadist hanya bersumber dari buku terjemahan. Dengan kata lain, mereka membenci karena pemahaman yang kurang utuh terhadap pesan kitab suci dan Nabi.

Berikutnya, masyarakat awam juga perlu memahami kedudukan fatwa dalam sistem hukum islam dengan benar. Karena sebuah Fatwa, termasuk fatwa MUI, hanyalah pendapat hukum yang bersifat individual, walaupun dilakukan secara kolektif. Dan produk hukum dari fatwa itu, sedikitpun tidak berkekuatan tetap, juga tidak mengikat. Dengan kata lain, posisi fatwa MUI sama dengan fatwa siapapun yang memiliki kompetensi untuk itu. Termasuk yang menentangnya.

==========

Ingat! Hanya mereka yang memiliki kompetensi ilmu-ilmu keislaman saja yang bisa menggali hukum dari sumbernya: alQuran dan Hadist. Minimal mengerti Bahasa Arab, ulumul Quran dan Ushul Fiqih. Dengan kata lain, pendapat hukum dalam islam harus diawali melalui sebuah ijtihad, dan ijtihad harus menggunakan metode yang terpercaya. Bukan seperti yang sekarang banyak dilakukan ustaz karbitan di pesantren kilat. Mereka hanya membaca satu ayat dan satu hadist dari buku terjemahan sudah berani berfatwa dan menghakimi orang lain yang berbeda. Bahkan tanpa dasar ilmu keislaman yang memadai, seenaknya mengatakan para ulama dan kyai sudah sesat.

===========

Bisakah fatwa hukum dicabut?

Fatwa yang yang dihasilkan secara prosedural dan sudah terucapkan, tidak bisa dibatalkan. Siapapun tidak dapat membatalkan sebuah pendapat hukum setelah difatwakan. Begitu juga dengan fatwa MUI tentang kesesatan islam liberal. Ia tidak dapat dibatalkan, meskipun tidak berkekuatan hukum dan tidak pula mengikat bagi siapapun.

Tetapi, orang/lembaga/mufti yang telah mengeluarkan sebuah fatwa hukum, dibenarkan dan dibolehkan untuk mengeluarkan pendapat hukum yang berbeda, bahkan yang bertentangan dengan fatwa yang sebelumnya, jika di dalam perjalanan waktu ditemukan bukti lain. Seperti yang dilakukan oleh Imam Syafi'i dengan pendapat lama dan baru dalam soal hukum islam yang sama. Di kitab fikih dikenal dengan qaul qadim, pendapatnya ketika ia tinggal di Baghdad dan qaul jadid, ketika ia telah bermukim di Mesir.

Dan perlu pula diketahui bahwa, benar atau salahnya sebuah fatwa bukan urusan manusia, melainkan urusan Allah swt. Dan Allah swt lah yang akan menilai perbuatan seseorang berdasarkan niat ketika melakukan aktifitas itu, termasuk ketika membuat fatwa. Saya juga tidak mempersoalkan benar atau salahnya fatwa hukum dari MUI tentang kesesatan islam liberal, begitu juga pendapat yang menolaknya.

Hanya saja, jika kita melihat dampak negatif dari fatwa MUI tentang kesesatan islam liberal yang banyak memicu terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan, alangkah bijaknya jika MUI membuat fatwa lain yang dapat meredakan kebencian kelompok islamisme terhadap pihak lain. Di banyak tempat, kelompok islamisme telah menghakimi sesat dan kafir kelompok yang berbeda dengan mereka. Sampai-sampai terjadi pengusiran warga yang berbeda paham keagamaan dengan mereka, meskipun bukan kelompok islam liberal.

Sekali lagi, tidak terlalu salah jika dikatakan bahwa, sampai batas tertentu, fatwa MUI tentang islam liberal dan yang sepaket dengan itu, sudah dirasakan dampak buruk yang membahayakan masyarakat.

Disebabkan oleh fatwa tersebut, kehidupan beragama, bernegara dan bermasyarakat menjadi tidak lagi nyaman. Dan kehidupan bersama sesama warga tidak lagi harmonis seperti sebelumnya. Contoh nyata adalah lahirnya Indonesia Tanpa Jil dan kemudian menilai negatif presiden Jokowi karena mengangkat dedengkot JIL sebagai pejabat di BUMN.

Kekerasan sebab faktor keagamaan juga sudah lama terjadi di banyak tempat. Semuanya dipicu oleh kebencian golongan islamisme, dan fatwa MUI dijadikan sebagai alasan pembenar.

Maka ada baiknya agar KH. Ma'ruf Amin yang sekarang menjadi ketua MUI, sekaligus juga Rais Am PBNU, mengeluarkan fatwa hukum lain yang dapat meredakan tuduhan tentang kesesatan islam liberal. Juga fatwa lain yang sepaket dengan fatwa liberalisme tersebut.

==========

Khusus untuk islam liberal, kehadirannya tidak mungkin dibendung oleh siapapun, termasuk negara, apalagi sekedar melalui fatwa MUI atau kelompok Indonesia Tanpa Jil yang sangat politis. Semua maklum, di zaman keterbukaan sekarang ini, para mahasiswa di semua perguruan tinggi dengan mudah telah mengakses ragam pemikiran islam yang sedang berkembang di manapun. Bahkan jauh hari sebelum masuk ke PT, mereka sudah belajar materi ajar di pondok pesantren salaf dengan beragam jenis pemikiran. Berbagai kitab yang diajarkan di pesantren adalah kitab yang mengedepankan keberagaman pemikiran keagamaan, khususnya pemikiran tentang hukum.

Di mata mahasiswa progressif, khususnya yang alumni pesantren salaf, islam liberal adalah pemikiran islam yang biasa saja. Menurut mereka, pemikiran islam liberal sama juga dengan islam yang lain. Urusan benar atau salah di sisi Allah swt, hanya Allahlah yang mengetahui. Namun di sisi manusia yang melihatnya dengan pandangan ilmu, pastilah setiap pendapat yang didasari pengetahuan, sama benarnya. Dan yang menganggap berbeda, bahkan menuduh sesat hanyalah orang-orang yang mengamalkan islam tidak menggunakan metodologi keilmuan yang memadai untuk alat berfikir tentang islam.

Semoga...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun