Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Emprit Moni Ngarep Omah

9 Mei 2014   03:49 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:42 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adikku langsung saja masuk ke kamar. "Emak karo Bapak ngenteni mbak, nje-i mangan bareng." adikku memberi tahu sambil duduk sebentar di atas tempat tidurku. Dia memandangku penuh tanda tanya atas sikap murungku. Setidaknya itulah yang kurasakan dari caranya menatapku.

"Layang sing dienter pak pos wis seminggu kok urung mbak woco." adik berkata seperti terkejut dan membuatku juga terkejut.
"Endi layange?" tanyaku penasaran.
"Iku neng nduwur rak buku." adik menjawab dengan jari telunjuk memberi isyarat ke arah rak buku yang dimaksud.
"Sopo sing nompo sengko pak pos?"
"Awakku, mbak wayah iku ora ono neng omah. Kuwatir kesingsal tak dolohno neng rak kui."
"Kok, ora lansung ngomong karo embak?
"Awakku kan terus lungo maring sekolahan, ono pelajaran tambahan, dadine lali."
"Yo wis, ra popo. Yuk mangan ndisik. Engko wahe tak woco"

Keberadaan surat itu membuat hidupku kembali bergairah. Makan malam ini sangat berselera. Walaupun belum kubaca isinya. Tetapi dari warna amplop surat, bisa ditebak isinya. Amplop itu warna pink adalah perlambang keabadian cinta. Namun ada yang sedikit mengganjal di dada. Amplop surat warna biru yang sudah terlanjur dikirim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun