Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Turki, Lalu Iran

31 Desember 2014   17:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:06 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelompok Islam politik memiliki kecenderungan bergaya Arab. Mereka sangat tidak bersahabat dengan Turki dan Iran. Bahkan cenderung antipati dan memusuhi. Sikap permusuhan tersebut menyebar dan dipercayai oleh pengikutnya sebagai kebenaran. Sikap antipati itu sebenarnya hanya terkait dengan Arab Saudi, pihak yang memprakarsai islam sebagai ideologi politik negara.

Semangat kebencian itu dipromosikan ke seluruh dunia melalui lembaga-lembaga yang didirikan dan disponsori oleh kerajaan Arab Saudi. Kemudian dalam perjalanan sejarahnya, ideologi politik islam itu memiliki kesamaan dengan kelompok Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hassan Albana di Mesir. Maka kelompok islam yang menjadikan islam sebagai ideologi politik ikut pula menanamkan kebencian kepada Turki dan Iran.

Kebencian terhadap Turki bermula dari sejarah berdirinya Arab Saudi. Ketika itu negeri Arab masih berada di bawah kekhalifahan Turki. Keluarga Saud, pendiri kerajaan Arab Saudi, hanyalah seorang kepala suku di wilayah itu. Satu-satunya jalan untuk bisa menjadi raja mestilah lepas dari kekhalifahan Turki Usmani.

Demi ambisinya, Keluarga Saud memerangi dan mengalahkan suku-suku lain yang ada di wilayah tersebut. Setelah suku-suku di wilayah itu dikalahkan, iapun merangkul ulama islam yang memiliki ambisi yang sama dengannya, yaitu Wahab. Muhammad bin Abdul Wahab inilah yang berperan sebagai ideolog kerajaan Arab Saudi.

Abdul Wahab bekerjasama dengan Keluarga Saud menyebarkan kebencian kepada Turki. Keduanya bahu membahu memerangi kekhalifahan Turki Usmani dan mencuci otak masyarakat Arab, agar membenci kekhalifahan Turki dengan memberi dukungan kepadanya. Ajaran islam mereka jadikan alat untuk membenarkan agenda politik dengan slogan pemurnian agama. Begitulah kebencian dan permusuhan itu terus disebarkan dengan berbagai cara, sampailah Arab Saudi mendapatkan kemerdekaan berkat bantuan Inggris.

Setelah kekhalifahan Turki Usmani dibubarkan oleh Mustafa Kemal dan didirikanlah Republik Turki yang berazas sekular, maka Arab Saudi mendapatkan amunisi baru untuk terus menebarkan kebencian terhadap Turki dengan isu sekular. Kelompok islam politik di seluruh dunia juga ikut-ikutan membenci ideologi sekular, meskipun tidak memahami istilah yang dibenci dan diserangnya tersebut.

Adapun kebenciannya dengan Iran disebabkan paham Syiah yang menjadi mazhab resmi negara tersebut. Kebencian itu juga bertujuan politik. Isu agama mereka besar-besarkan agar antara kelompok sunni dan syiah bermusuhan. Permusuhan yang terjadi antara dua kelompok umat islam terbesar itu memberi keuntungan poltik secara maksimal bagi mereka.

Ada prinsip abadi dalam politik yang menjadi dasar mereka bergerak, yaitu "musuh dari musuhmu adalah sahabatku". Dengan terjadinya permusuhan antara dua kelompok besar umat islam itu, dengan mudah mereka mendompleng kepada kelompok yang tidak dimusuhi, yaitu Sunni. Merekapun mengaku sebagai kelompok Sunni.

Padahal sesungguhnya, kelompok islam politik yang menjadikan islam sebagai ideologi politik, yang diprakarsai Arab Saudi dan memiliki kesamaan dengan Ikhwanul Muslimin yang didirikan di Mesir bukanlah kelompok Sunni. Karena kelompok Sunni tidak pernah menjadikan islam sebagai ideologi politik.

Islam politik sebagai sebuah ideologi tidak pernah mati, ia terus berkembang dan menjalar ke serata tempat. Bila masyarakat mendukung, ideologi itu akan berkembang dan membesar. Bahkan sangat mungkin ideologi itu akan menggantikan dengan cara merusak yang lain.

Indonesia, masyarakatnya yang ramah dan sangat terbuka dengan apapun ideologi, akhir-akhir ini, setelah ideologi mereka merasuk ke sendi kehidupan bermasyarakat, timbul ketegangan di mana-mana, bahkan konflik antar warga karena perbedaan paham sering terjadi.

Kelompok Syi'ah yang ikut bejasa menyebarkan islam di nusantara dan tidak pernah timbul masalah, karena selama ini masyarakat kita mengakui Syiah sebagai kebenaran yang sama meski berbeda, terganggu keamanan dan kenyamanan keagamaannya. Tuduhan sesat dan kafir dilabelkan ke kelompok Syiah dan dibesar-besarkan agar kita saling membenci sesama muslim di negeri sendiri.

Begitu juga dengan pengusung paham sekuler dan sejenisnya. Serangan bertubi-tubi dari kelompok islam politik. Masyarakat luas, tanpa mengetahui hakikat yang sebnarnya dari paham itu juga ikut-ikutan membenci dan memerangi. Tuduhan yang dilontarkan sama: sesat, kafir dan sejenisnya.

Bahkan keberingasan islam politik semakin meluas dan menjadi-jadi. Asal bukan kelompoknya harus dibenci dan dimusuhi, termasuklah NU dan kelompok islam yang masih mempertahankan budaya lokal. Semua mereka tuduh sesat dan kafir. Apalagi yang jelas bukan Muslim, mereka dengan sangat sombong mengatas-namakan mayoritas memberikan perlawanan dan membatasi gerak non muslim secara sosial dan politik.

Setidaknya, itulah yang saya lihat, dengar dan rasakan. Semoga identitas sebagai negeri yang toleran dan terbuka dapat senantiasa terjaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun