Mohon tunggu...
Masdarudin Ahmad
Masdarudin Ahmad Mohon Tunggu... PNS -

"Merasa, Maka Menjadi"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

H. Ustaz Mel: Ulama Melayu Moderat

8 Januari 2015   03:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:35 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Allah mengasihimu, Guruku.

Setiap kali mendiskusikan Islam dan umatnya, Ingatan terhadap sosok sederhana yang hanya bersepeda motor ini begitu kuat, mengharukan dan membahagiakan. Semoga kami senantiasa bersama, kini dan nanti, dalam kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan. Walaupun beliau telah berpulang menghadap Ilahi, tetapi rasa kebersamaan itu senantiasa. AlFatihah...

Almarhum Ustaz Mel adalah salah satu dari manusia mulia yang dikirim Tuhan untuk saya. Kami selalu bersama dalam hubungan guru-murid. Pertemuan dengan ulama yang tidak pernah memanjangkan jenggot ini bermula ketika saya mengajar di pesantren Assa'adah YPPI Bengkalis, Riau. Ketika itu, beliau menjabat kepala sekolah.

Kemudian kami semakin akrab ketika ulama jebolan pesantren di Kelantan Malaysia ini, menjadi dosen saya, di STAIN Bengkalis (ketika itu STIT). Keilmuannya yang mengagumkan membuat saya jatuh cinta kepada mata kuliahnya: Ushul Fiqh dan Mantiq. Dengan tekun beliau membimbing saya memahami kitab Ushul Fiqh Abu Zahra, Hujjatullahul Balighah Syaikh Dahlawi, Kitab Sullamul Munauraq Syekh Abdurrahman al-Akhdari, Tahafut Tahafutut Ibnu Rusydy, dll.

Setelah Tamat, saya masih tetap mengajar dan ahli Islam yang tidak mahu bercelana cingkrang ini, juga masih kepala sekolah. Hampir setiap waktu luang, beliau menyempatkan duduk bersama mendiskusikan persoalan kontemporer tentang Islam, ilmu pengetahuan dan masyarakat. Diskusi itu semakin intensif ketika ustazd yang khafiz alQuran ini, tidak lagi menjadi anggota DPRD. di kabupaten Bengkalis.

Sebenarnya bukan diskusi, melainkan mengajari. Tetapi kearifan dan sikap moderatnya, menempatkan guru dengan murid setara. Maka istilah yang tetap harus diucapkan di hadapan beliau, ulama besar yang tidak pernah bosan mengajar ini adalah diskusi.

Sosok penggila buku yang hobi makan pecal, sebagai wujud kecintaan kepada keberagaman, katanya setiap berhadapan dengan pecal, menuntun saya dengan tekun dalam pengembaraan pengetahuan di samudera ilmu yang maha dahsyat. Sungguh, saya tidak mampu untuk menggenggam air pengetahuan yang dihidangkan. Hanya setetes dua tetes saja yang terteguk. Namun kesyukuranku tidak terhingga kepada yang sangat sedikit itu.

Yang sedikit namun sangat berkesan sampai hari ini dan nanti adalah sikap dan cara beliau sewaktu menanggapi fatwa Syiah sesat. Sebagai ketua MUI ketika itu, beliau tidak setuju. Caranya membantah dalam diam adalah; dibawanya beberapa kitab Syi'ah yang dimiliki agar saya ikut membaca. Ketika saya mulai membuka-buka kitab tersebut, beliau mulai pula berbicara: "Semua kita berusaha mencari kebenaran hakiki, tetapi kebenaran hakiki itu hanya ada pada Allah. Kita meyakini yang kita miliki benar, orang2 Syiah juga begitu."

Kemudian beliau melanjutkan: "Contohlah ulama2 yang seluruh hidupnya hanya untuk ilmu dan agama, sampai lupa menikah, seperti imam Nawawi, setiap selesai menulis satu bab dia katakan Allahu A'lam, karena pengetahuan yang dimiliki menyadarkan, bahwa yang bisa menilai yang benar hanyalah yang benar2 memilki kebenaran itu, Allah swt."

Kata-kata itu tertanam dan menghunjam di relung hati terdalam. Sebagai bentuk penghormatan kepada guru yang saya kagumi dan cintai, sampai kapanpun akan saya ingat pesan itu dan do'a saya: Tuhan bersamanya dan mengasihinya selalu di surga yang tinggi dan penuh kenikmatan. Amin.

Putra Melayu asli kelahiran Sungai Pakning, kab. bengkalis, Riau ini juga memiliki kecintaan kepada ilmu, agama dan masyarakat yang sulit ditandingi oleh ulama daerah ini pada zamannya, bahkan sampai sekarang. Begitu juga keikhlasannya mengabdi kepada agama. Sangat luar biasa, sehingga mengalahkan keinginan sifat manusiawinya. Betapa tidak, di usianya yang sudah mengharuskan istirahat,  namun tetap juga bersemangat mengembangkan ilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun