Hilangnya Nilai-Nilai Ki Hadjar Dewantara
Tut Wuri Handayani. Adalah kalimat yang ditanamkan oleh Ki Hadjar Dewantara, dan kalimat ini menjadi slogan yang dibawa kemana-mana bersamaan dengan logo pendidikan di Indonesia. Kalimat ini artinya Memberikan dorongan moral, motivasi, atau semangat dari belakang, baik semangat untuk belajar atau semangat untuk berkembang.
Kalimat ini seutuhnya adalah Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Yang berarti : Didepan kita memberi contoh suri tauladan bagi orang-orang sekitar, Ditengah-tengah kita membangun atau membangkitkan kemauan orang-orang sekitar. Di belakang memberikan dorongan moral, semangat, motivasi kepada orang-orang sekitar kita.Â
Jadi petuah ini secara tidak langsung mengajarkan kita untuk bersifat kebijaksanaan, mengayomi siapa saja, merangkul orang-orang sekitar dan menyemangatinya menuju hal-hal yang baik tanpa melepas dorongan semangat tersebut.
Namun ironisnya adalah nilai-nilai diatas yang dikutip hanyalah Tut Wuri Handayani saja, banyak kita temui logo pendidikan Indonesia dibawahnya bertuliskan petuah tersebut, itupun pengamalan dan tingkah laku para pengajar dalam hal ini guru maupun yang dituakan malah berbanding balik dari petuah tersebut.Â
Pengamalan terhadap nilai-nilai Tut Wuri Handayani tidak ada, dan penjiwaannya pun sembarang. Lebih lucu lagi yang diadaptasikan hanya nilai terakhir saja, nilai pertama dan nilai kedua malah dihilangkan dan diabaikan.
Jika ketiga nilai diatas diamalkan oleh pengajar, ditanamkan kepada murid-murid atau anak-anak, dan menjiwai nilai-nilai tersebut dimanapun dan kapanpun, pastilah anak-anak tidak menjadi kelinci percobaan oleh pengajar-pengajar yang berkedok malaikat pendidikan.Â
Dan pastilah anak-anak yang diberi nilai-nilai pemahaman tersebut akan menjadi bijaksana baik dalam perbuatan, perkataan, maupun pikiran. Karena hakikat peran orangtua pun demikian yang harus dilakukan.
Dari kesemua hal-hal diatas sepertinya sIstem pendidikan maupun metode pembelajaran haruslah segera dipikirkan kembali,karena anak-anak lahir secara manusia dan harus menjadi manusia, bukan kelinci percobaan ataupun manusia yang dirobotkan oleh pengajar.Â
Metode-metode pembelajaran, praktik pembelajaran dan pengkajian didalam dan luar kelas, cara interaksi antara anak dengan orangtua atau murid dengan pengajar, dan visi misi dari pendidikan itu sendiri, haruslah dipikirkan ulang dan dikembalikan sebagaimana mestinya.
Anak atau murid bukanlah hewan yang harus menuruti apa saja, bukan pula robot yang tidak dinamis dan tidak fleksibel, bukan pula batu dan kayu yang harus dibentuk pola berpikirnya, bukan pula mesin yang diciptakan sebagai pekerja atau jantung dari perusahaan-perusahaan, bukan pula kelinci percobaan untuk saling bersaing dengan siswa-siswa lain.