Mohon tunggu...
semutmerah
semutmerah Mohon Tunggu... Psikolog - Bukan untuk dikritisi, tapi untuk direfleksikan

Serius tapi Santai | Psychedelic/Progressive/Experimental | Memayu Hayuning Bawana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peran HAM dan Pendidikannya

16 Juli 2017   21:44 Diperbarui: 16 Juli 2017   22:21 1873
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hak Asasi Manusia dimiliki oleh seseorang sejak ia lahir hingga tumbuh dewasa bahkan sampai akhir hayatnya. Diperkuat dengan adanya peraturan-peraturan dasar dan tatanan hukum dalam suatu wilayah atau Negara, mengenai apa-apa saja yang menjadi hak warganya.

Namun seiring berjalannya waktu, fakta dilapangan berbeda dengan apa saja yang ditanamkan undang-undang mengenai hak asasi manusia. Dibeberapa kasus ditemui pelanggaran HAM yang dilakukan oleh penegak hukum, aparatur Negara, bahkan pejabat Negara/daerah. Sehingga keadilan sosial dan kesetaraan hukum dimata Negara, masih carut marut dan berkesenjangan.

Dalam hal pendidikan, contohnya. Masih ada yang belum menerima akses untuk mengembangkan diri dan pemikiran, akses untuk mengenyam pendidikan, untuk memperoleh informasi yang disajikan dalam persekolahan maupun perkuliahan. Dengan dasar keuangan, calon siswa dipersulit dengan segala macam syarat-syarat yang belum tentu sama sekali berhubungan dengan pendidikan. Belum lagi pengkategorian yang diciptakan untuk menentukan mana calon siswa yang berhak memperoleh pendidikan, mana yang tidak. Dan pengkategorian itu didasari oleh keadaan siswa, entah ia miskin ataupun berkeuangan. Suatu hal diskriminasi dalam konteks keadilan sosial dan keberhakan dalam memperoleh pendidikan.

Dalam hal kesehatan, masih ada unsure permainan antara pihak rumah sakit dengan pemerintah baik pusat maupun daerah. Dimana akses untuk memperoleh obat maupun perawatan, dipersulit dengan berbagai persyaratan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kesehatan pasien. Pembagian-pembagian kelas dan layanan menjadi gambaran ketidaksetaraan terhadap pasien. Tidak sedikit ditemui kasus bahwa masyarakat kesusahan untuk mendapatkan obat yang sesuai dengan penyakitnya, hingga akhirnya ia mendapatkan pengobatan yang sama sekali bukan untuk penyakit, lalu meninggal dengan ditetapkan pasien salah mengkonsumsi obat. 

Belum lagi perawatan-perawatan yang sembarang dilakukan pihak rumah sakit, hanya karena tagihan pasien tertunggak atau pasien telat membayar, atau pasien sama sekali tidak mempunyai uang untuk membayar disaat bersamaan dia checkup tentang penyakitnya. Dipersulitnya masyarakat dalam hal kesehatan membuat peran HAM yang sudah diatur Negara/pemerintah carut marut dan tidak mengglobal.

Lalu dalam hal hidup dan memperoleh hak untuk menjadi lebih baik. Tidak sedikit ditemui kasus hukuman mati terhadap mereka yang terdakwa bersalah maupun didakwa bersalah. Salah satunya seperti kasus penembakan pelaku perampokan. Dalam tatanan hukum ia sudah tercatat melanggar undang-undang mengenai perampokan dan sudah terdakwa, namun berbeda dengan kenyataan dilapangan. Banyak aparatur Negara langsung menembak mati pelaku perampokan ditempat, mungkin agar kasusnya selesai ditempat seiring pelaku menjadi mayat. Atau mungkin konsep asal menembak tanpa prosedur sering ditradisikan dalam aturan-aturan mereka. 

Padahal, jika dirunut dari segi hukum dan kronolis, penembakan mati terhadap pelaku ditempat adalah sebuah pelanggaran, bahkan sebuah pembunuhan yang dilakukan aparatur Negara. Karena penembakan itu diluar dari prosedur dan diluar dari pernyataan siding, dan aparatur wajib dihukum atas penyalahgunaan jabatan dan senjata atas dasar undang-undang pembunuhan.

Padahal pelaku perampokan atau pelaku lainnya bisa merubah hidupnya menjadi baik dan lebih baik ketika dalam penjara ataupun karantina, dan itu sudah menjadi bagian dari hak mereka : hak untuk menjadi baik dan menjadi lebih baik. Lucunya, kasus-kasus asal tembak seperti ini, banyak ditutupi oleh dalih-dalih dimana pelaku ingin menyerang polisi sedangkan fakta dilapangan belum tentu pelaku melakukan penyerangan terhadap polisi. Jadi berdasarkan kronologis, pelaku penembakan atau pembunuhan adalah aparatur Negara itu sendiri. Jadi istilahnya adalah : Hak yang mematikan Hak orang lain.

Dari contoh-contoh kecil diatas dapat kita bayangkan siapa pelaku pelanggaran HAM serta bagaimana alur-alur pelanggaran itu terjadi, dan itu ada disekitar kita saat ini bahkan masih terus berjalan tanpa diketahui masyarakat luas. Tidak diketahuinya oleh masyarakat luas, karena keterbukaan informasi dan pemahaman-pemahaman seperti diatas jarang dipaparkan oleh mereka-mereka yang tahu seluk beluk kejahatan pelanggaran HAM.

Pemberdayaan Mengenai Hak Asasi Manusia.

Dipendidikan sekolah dasar sampai menengah keatas, pemahaman pemikiran dan kajian-kajian seputar hak asasi manusia sama sekali tidak terjadi. Kalaupun terjadi, itu hanya membahas apa itu HAM dan beberapa poin dasar yang belum tentu mendalam dan menyeluruh. Akan didapati masyarakat jika mereka mengenyam pendidikan di perkuliahan. Sedangkan pelanggaran-pelanggaran HAM terus berlalu lalang seiring waktu, dan mengincar siapa saja dimana saja dan kapan saja.

Kajian-kajian seputar HAM dari A sampai Z semestinya bisa diperoleh masyarakat luas, baik melalui : diskuti terbuka, forum umum, pendidikan HAM gratis antar lintas kelurahan, sekolah-sekolah yang membahas hukum dan pelanggaran-pelanggarannya, atau di berbagai taman baca masyarakat yang bisa diakses di ruang-ruang public. Sehingga masyarakat melek hukum dan tahu seluk beluk kejahatan penaggaran HAM seperti apa.

Karena sejauh ini masih banyak yang tahu apa itu hak asasi manusia namun tidak tahu HAM itu menyangkut apa saja, kegunaannya untuk apa, bagaimana aturan-aturannya, akan terjadi pelanggaran HAM jika terjadi apa, dan bagaimana penggunaan aturan-aturan mengenai HAM jika pelanggaran HAM terjadi. Lebih krusialnya lagi adalah : mereka yang berpendidikan hukum atau paham mengenai hukum, tidak mau berbagi pemikiran dan pemahaman mengenai persoalan HAM. Masih ada yang menyimpan sendiri, bahkan menjadikan HAM sebagai komoditas atau barang dagang. Tidak heran jika banyak lulusan-lulusan hukum menjadi payung hukum pelaku kejahatan, bahkan melegitimasi kejahatan berdasarkan hukum. Seperti contoh kasus pembunuhan-pembunuhan yang didalangi aparatur Negara, namun mereka tidak bisa dihukum karena mempunyai pengacara atau lawyer yang bisa menangkal mereka dari jeratan hukum.

Maka sudah jelas bahwa komponen-komponen mengenai hak asasi manusia, seluk beluknya, segala informasi mengenainya, haruslah sampai pada telinga masyarakat baik yang di perkotaan, pedesaaan, bahkan perkampungan. Sehingga masyarakat turut andil menjadi penegak hukum diluar dari status mereka. Hal ini didasari oleh : setiap manusia berhak menjadi penolong, pengayom, dan pelindung bagi siapa saja yang disakiti, dilukai, di intimidasi.

Tantangan Perlindungan HAM di Indonesia

Seperti yang kita baca diatas, letak hukum mengenai hak asasi manusia sangatlah rentan untuk dipersalahgunakan oleh mereka oknum-oknum yang mengumpat dari dakwaan pelanggaran HAM dengan dasar aturan undang-undang yang dimiliki. Pelaku pelanggaran HAM bisa ditetapkan kepada masyarakat sipil, dan bsa juga ke aparatur Negara maupun penegak hukum. Karena sejatinya semua elemen sama rata dimata hukum, siapa yang bersalah dan melangggar ketetapan tersebut, berhak mendapat hukuman.

Namun kenyataannya hukum dipersalahgunakan oleh aparatur, pejabat Negara, maupun penegak hukum. Itu karena mereka tahu celah-celah yang bisa digunakan untuk berlindung dari dakwaan melanggar hak asasi manusia. Masih ada penjahat-penjahat yang mematikan hak orang lain dengan hak pribadinya.

Agar semua penegak hukum yang jujur dan adil bisa bergerak memberantas segala tindak pelanggaran HAM, maka mereka harus bekerja sama dan bergotong royong dengan masyarakat luas diberbagai lini atau sektor, terlepas dari status ekonomi masyarakat itu maupun status sosial masyarakat itu. Sehingga angka-angka kriminalitas dalam konteks pelanggaran HAM menurun secara perlahan. Karena perlindungan dan penegakan tentang HAM tidak bisa hanya dilakukan oleh mereka yang berstatus lulusan hukum.

Dari hal ini perlindungan hak asasi manusia akan bisa dilakukan siapapun dimanapun dan kapanpun, berdasarkan kerjasama yang dijalankan bersama warga lintas sector dan lintas lini. Sehingga masyarakat luas bisa mengambil sikap atau tindakan terhadap kasus pelanggaran HAM, dan masyarakat tahu apa-apa saja indikasi terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.

Jakarta Timur, 16 Juli 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun