Aku berkelana dengan sepi, mencari
menemukan diri sendiri. Di jalanan asing, daun-daun menguning
gugur mengucap gerak-gerik bahasa. Pertengkaran antara ranting
dan udara di balik dada pohon.
Tepat di punggung pohon. Rasa sesal bisa dirancang
ketika bahagia tiba di peron kereta. Siapa yang pergi lebih dulu,
kau atau aku?
Peluit sebagai tanda jarak melebar juga mengakar.
Pada suatu waktu yang mendadak kau dan aku saling merindu.
Di percakapan pagi di sepanjang hari berbulan sunyi.
Motor terguling, mobil terbanting, baju orang compang- camping
mengemis, meminta belasan kasih.
Apa yang ia cari? Tawanya petir di cerlang siang, senyumnya
simpul petang ke malam. Pagi terbit dan sore tenggelam.
Di mana celah yang pantas
untuknya bersemayam?
Di sela jemari? Di kalimat yang gugup?
Atau degup jantung yang detaknya tidak teratur?
Kukira ia harus lebih dulu memilih
hal yang di dalamnya berisi segala genap kesungguhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H