paralel. Tapi siapa peduli akan hal itu.
Tiga puluh dua dan aku merasa lelah
di pangkuan pagi. "Ri, cepat turun!" Teriak Ibu.
"Saya masih rindu, Bu." Aku masih ingin
menonton matahari yang tercabik mata elang.
Empat puluh enam dan Ibu terbenam,
"Di meja makan sudah Ibu siapkan sarapan
potret wajah perempuanmu." Seketika itu juga
aku sadar berada di depan jendela seharian.
Di detik ke lima puluh delapan aku
memulai sarapan. Pipimu bakpao,
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!