Saya ucapakan secara pribadi “Selamat datang dalam kehidupan realita kepada kalian semua yang baru lulus sekolah dan mahasiswa yang baru wisuda” karena pada saat saya menulis konten ini bertepat pada saat musimnya anak sekolah dan mahasiswa menikmati kelulusannya.
Perlu diketahui bahwasannya kehidupan sosial setelah kelulusan akan berubah drastis terutama saat memasuki dunia kerja. Sebagai penulis memang baru memasuki Quarter Life Crisis namun disini saya juga memiliki pengalaman dalam dunia kerja.
Dunia kerja merupakan titik awal di mana kita memulai tantangan hidup yang sesungguhnya. Impian setiap orang yaitu memiliki pekerjaan tetap dengan gaji yang lebih dari cukup.
Oleh karenanya, untuk memenuhi kebutuhan hidup serta menjadikan hidup kita menjadi yang lebih baik, kita harus serius dalam menempuh karir dan merencanakan masa depan. Nah, untuk mencapai kesuksesan ini, usaha dan kerja keras saja tidaklah cukup, kita juga membutuhkan mental yang kuat dan pemikiran yang matang.
Social life di kantor atau dalam dunia kerja secara tidak langsung akan memengaruhi mindset kita terhadap suatu hal. Kita yang dulunya berpikir hanya suka bermain-main, tongkrongan, travelling dan sebagainya, kini dipaksa harus lebih open minded dan profesional untuk menghadapi masalah dalam pekerjaan.
Disini kita harus mulai berbaur bersama senior kita dalam kantor. Tugas yang diberikan juga atasan sering kali harus diselesaikan dalam tim karena biasanya tugas yang diberikan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dan menyangkut nama baik perusahaan apabila kita salah dalam mengerjakannya.
Disisi lain sebagai karyawan dari sebuah perusahaan, kita itu dituntut harus multitasking harus bisa inilah bisa itulah bisa banyak sekali. Kalau kita tidak bisa, em.. siap-siap saja bakalan kena “semprotan” dari atasan.
Dalam dunia kerja apabila kita bekerja dengan kualitas standard (minim kesalahan, tepat waktu, patuh kepada atasan, tugas selesai sesuai deadline) kita tidak akan dapat penghargaan, karena kita memang dibayar untuk itu.
Tetapi kalau kita kurang sedikit saja dari standard, kita akan menerima berbagai cemoohan, cacian, makian, penghinaan dan berbagai penilaian negatif dari atasan maupun rekan kerja. Omongan dari atasan, senior, atau siapapun yang seperti tadi disebutkan sebenarnya mampu menimbulkan kerusakan emosional bagi seseorang namun memang banyak orang yang kurang menyadari hal ini.
Cara komunikasi yang menimbulkan kerusakan emosional paling tidak pada satu orang disebut Verbal Abuse. Jika pola ini berkelanjutan, maka akan memiliki kekuatan untuk merusak rasa percaya diri korbannya dengan serius. Korban juga akan percaya bahwa apa yang dikatakan orang tersebut itu benar. Kadang hal tersebut seperti bersembunyi, hampir tak disadari oleh pelaku ketika mengucapkannya.
Contoh-contoh verbal abuse dalam dunia kerja yaitu
Meremehkan orang lain
Kita curhat ke rekan kerja tentang apa yang kita rasakan. Alih-alih membuat nyaman dan mendapat solusi, malah dia menyebut kita lemah karena gak bisa menerima tekanan yang ada.
Menghakimi orang lain
Kita sudah membereskan semua pekerjaan sendiri. Nah, pelaku verbal abuse bakal selalu mencari kesalahan yang kita lakukan, mereka bakal mengkritik tanpa memberikan solusi.
Merendahkan orang lain
"Kita harusnya bersyukur ketemu sama aku, siapa lagi yang mau bantuin kamu selain aku? Gak ada!" itu artinya dia merendahkan kita dan menunjukkan kalau mereka lebih baik dari kita.
Gaslighting
Jenis pelecehan emosional yang berbahaya, dan terkadang terselubung, di mana pelaku membuat target mempertanyakan penilaian dan realitas mereka.
Name-calling
Menyebut orang lain dengan nama hewan, kelamin, atau kata kasar lainnya.
Tak menghargai ide dan pendapat orang lain
Ketika kita mengutarakan pendapat atau ide, mereka biasanya bakal langsung menolaknya mentah-mentah dan bahkan tak menanggapinya. Pelaku verbal abuse bakal langsung ngoceh ide atau pendapatmu terasa konyol sehingga kita kurang percaya diri.
Mengumpat orang lain
Orang mengumpat dalam konteks kemarahan, itu adalah verbal abuse.
Mengungkit kesalahan orang lain berulang kali
Mereka selalu ngomong kita terlalu bodoh atau apa pun. Kalau orang lain selalu mengungkit kesalahan dan kekurangan kita berulang kali, itu namanya verbal abuse.