Mohon tunggu...
Masal Fadli
Masal Fadli Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Sosiologi B 2018

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Daring Bukan untuk Orang Miskin

4 Juli 2021   21:52 Diperbarui: 4 Juli 2021   22:05 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kehadiran virus Covid-19 tentu membuat dunia kaget dan kebingungan tentang jenis virus ini, bagaimana cara mengahadapi virus ini, bagaimana virus ini muncul, menular dan sebagainya. Tiap negara pun saling mencari tau bagaimana cara mengantisipasi penyebaran virus ini dan memiliki cara masing-masing dalam menghadapi virus ini, begitupun dengan Indonesia. Ada negara yang dengan cepat menghadapi penyebaran virus ini dan adapula negara yang terkesan lamban dan lalai dalam menghadapi virus ini. Namun yang tentu sama dihadapi negara dalam menghadapi virus Covid-19 adalah bagaimana mereka berprilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Virus Covid-19 memunculkan masalah-masalah baru dalam segala aspek kehidupan manusia. Pandemi yang terjadi karena virus Covid-19 tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan, namun hampir dalam setiap aspek kehidupan dan berprilaku manusia. Dalam sektor ekonomi ataupun industri, tidak sedikit perusahaan-perusahaan besar yang terpaksa harus bangkrut atau setidaknya memberhentikan banyak karyawan mereka. Tidak lain virus ini juga berdampak pada sektor pendidikkan dan praktiknya. Sistem pendidikkan di Indonesia yang terbiasa melakukan sistem pengajaran dengan tatap muka harus cepat mensiasati belajar secara daring atau online. Namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, apakah semua orang berkemampuan untuk mengakses sistem belajar yang seperti ini?

Pembahasan

Marx memang tidak secara gamblang dan jelas menggambarkan tentang budaya. Namun menurut Rahmaniah (2012:20) dengan berbagai macam pemikiran dalam tulisan-tulisannya, kita dapat menyimpulkan budaya dalam pandangan Marx berasal aktivitas produktivitas manusia. Ketika manusia memperluas pekerjaan yang mereka lakukan melampaui kebutuhan hidup, mereka memulai pengembangan kesadaran-diri (self-consciousness). Hal ini membuka peluang bagi mereka untuk secara aktif menciptakan budaya mereka sendiri. Yang mana berarti sistem pengajaran daring atau online ini dapat dikatakan sebagai suatu budaya bagi mereka yang merasakan dampak pandemi dari virus Covid-19.

Sebagai seorang materialis, Marx yakin bahwa lingkungan material dan aktivitas ekonomis membentuk kesadaran manusia. Marx berpendapat bahwa "binatang secara langsung identik dengan kegiatan-hidupnya. Intinya adalah life-activity-nya. Manusia memperlakukan kegiatan-hidupnya sebagai objek dari kehendaknya dan dari kesadarannya. la memiliki kegiatan hidup yang sadar (conscious life-activity)". Marx berargumen bahwa binatang tidak memiliki kesadaran yang mengambil jarak terhadap aktivitas seperti memburu (mangsa) atau membangun sarang. Binatang menghasilkan barang-barang hanya untuk memenuhi kebutuhan langsung mereka. Manusia melakukannya yang lebih dari itu. Menurut Barker (2004:58), ada dua aspek dalam tulisan Marx yang dapat dijadikan landasan untuk menelusuri pemikiran-pemikiran yang fokus pada pembahasan 'kesadaran palsu';

Pertama: Marx berpendapat bahwa ide-ide yang dominan dalam masyarakat adalah ide kelas berkuasa.

Kedua: Marx menyatakan bahwa apa yang kita persepsi sebagai karakter sejati relasi sosial di dalam kapitalisme sebenernya adalah mistifikasi pasar.

Jadi, kita menerima gagasan bahwa kita bebas menjual tenaga kita dan kita mendapatkan harga yang pantas untuk itu, karena menurut Marx begitulah cara dunia sosial tampil.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menerbitkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19) yang menjelaskan bahwa pembelajaran dalam jaringan (daring)/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan. Penerbitan surat edaran ini dari Kementrian Pendidikan dan Budaya bertujuan untuk mengurani penyebaran virus Covid-19 selama masa pandemi ini. Tapi apakah kebijakkan pembelaran online atau daring ini tepat untuk semua lapisan masyarakat?

Sistem pembelajaran daring tentu menjadi sebuah hal baru bagi banyak masyarakat di Indonesia. Dalam praktiknya pun pembelajaran daring tentu harus menambahkan media-media baru sebagai alat pendukung proses belajar mengajar. Media-media tersebut meliputi; gadget, koneksi internet, ruang, listrik, dan sebagainya. Dalam upaya mendukung pembelajaran daring, pemerintah memang memberikan bantuan berupa kuota internet untuk mereka yang melakukan kegiatan ini. Namun sepertinya pemberian kuota internet saja tidak cukup untuk menjawab segala macam masalah baru yang muncul dari pembelajaran daring ini, terutama untuk mereka yang berasal dari keluarga miskin.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Marx berpendapat bahwa ide sebagai pernyataan kohren tentang dunia dan dominannya ide-ide borjuis atau kapitalis. Pada kasus ini, para pembuat kebijakkan (borjuis) dirasa terlalu terburu-buru dan tidak mempertimbangkan berbagai macam masalah yang akan muncul dari pembelajaran daring ini. Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud dan sejumlah pemprov telah memutuskan bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk siswa bisa dipakai untuk kebutuhan pembelian kuota internet. Kebijakan ini merujuk pada Permendikbud Nomor 19 Tahun 2020. 

Namun, anggaran BOS itu memang harus disesuaikan dengan kemampuan sekolah, karena sejauh ini, belum ada sumber anggaran khusus lainnya untuk pembelian kuota internet sebagai sarana pembelajaran daring. Lantas setelah menerima kuota, kebijakkan ini juga harus memikirkan kondisi di lapangan, yang mana banyak daerah masih kesulitan dalam akses internet ataupun tidak mendapatkan akses internet sama sekali. 

Setelah masalah kuota, yang harus dipertimbangkan lagi adalah masalah gadget. Bagaimana bagi mereka yang dalam satu keluarga tidak mempunyai gadget? Atau mungkin memiliki satu gadget namun ada banyak anak dalam keluarga tersebut yang masih (dalam waktu bersamaa) melakukan pembelajaran daring ini? Lalu pembahasaan pada hal yang lebih kompleks, apakah rumah mereka mendukung untuk pembelajaran daring ini? Tentang bagaimana kondisi rumah sebagai sarana dan prasarana yang mendukung anak untuk belajar secara psikologis.

Dalam kasus seperti ini negara memang harus beperan dan bertanggung jawab atas keberlangsungan hak setiap rakyatnya. Menurut Budiarjo (2008:48), Roger H. Soltau menjelaskan rumusan mengenai negara, yaitu: "Negara adalah agen (agency) atau kewewenangan (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat (The state is an agency or authority managing or controlling these (common) affair on behalf of and in the name of the community)". Yang mana rumusan atau definisi negara menurut Roger H. Soltau ini menjawab bahwa seharusnya memang negara yang bertanggung jawab atas sistem pembelajaran daring ini, baik dari segi kuota internet, akses internet pada setiap daerah, kondisi psikologis anak yang belajar dari jarak jauh dan segala macam persoalan yang ada, sehingga pembelajaran jarak jauh ini tidak memperlebar jarak ketimpangan antara si kaya dan si miskin.

Kesimpulan

Sejatinya pembelajaran daring atau pembelajaran jarak jauh memang harus dilakukan selama pandemi ini belum berakhir. Karena pendidikkan merupakan komponen penting dalam proses keberlangsungan negara. Akan tetapi ketimpangan yang terjadi seharusnya bisa segara diatasi. Negara bertanggung jawab dan memiliki peran penting dalam mengatasi ketimpangan ini, sehingga semua orang memiliki hak dan kualitas yang sama dalam mengakses pendidikan. Karena setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang setara dan telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar.

Daftar Pustaka

Barker, Chris. 2004. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Bantul: Kreasi Wacana

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Rahmaniah, Aniek. 2012. Budaya dan Identitas. Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun