Seiring berlangsungnya Pilkada serentak 2018 dan semakin dekatnya pelaksanaan Pemilu 2019 membuat dinamika pemberitaan di tanah air menjadi semakin semarak dengan berita-berita yang terkait dengan kegiatan seputar pelaksanaan pemilihan maupun mengenai calon peserta pemilu itu sendiri.
Pemberitaan seputar calon peserta pemilihan, biasanya terkait dengan rating dan pencitraan mereka. Hal ini tentu saja berguna untuk mendulang dukungan dari calon pemilih / voters. Semakin besar pencitraan mereka, semakin besar pula dukungan dari calon pemilih dan semakin besar pula peluang untuk memenangkan pemilihan.
Berbagai macam metode peningkatan rating dan pencitraan dilakukan dengan gencar, mulai dari prestasi yang pernah dicapai sampai dengan pencanangan program-program yang diperkirakan lebih baik dari rival-rival lainnya. Hal ini tidak terlepas dari usaha untuk mempengaruhi pendapat atau opini calon pemilih / voters, dalam hal ini adalah masyarakat umum atau publik.
Pendapat / opini masyarakat / publik menurut James Brice, merupakan sekumpulan pendapat pada sekelompok orang / komunitas / masyarakat tentang suatu peristiwa atau kejadian atau hal apapun yang menarik perhatian dan menjadi bahan pembicaraan, mengenai peristiwa, kasus atau pun suatu permasalahan.
Sebagai contoh, kita bisa melihat kilas balik pemilihan gubernur DKI Jakarta yang baru saja berlalu, dimana sebelumnya seorang pasangan calon (paslon) Anis - Sandi yang sebelumnya kurang dikenal masyarakat bisa menarik perhatian ibu-ibu di pasar dan menjadi viral di media sosial.
Bagaimana Membangun Opini Publik?
Bagaimanakah seorang Anis - Sandi yang sebelumnya kurang dikenal sebagai tokoh masyarakat, namun kemudian menjadi viral di media sosial, bahkan bisa memenangkan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang notabene harus mengalahkan calon kuat, yang "hampir pasti menang"? Ini semua tentu ada jawaban dan proses yang menyertainya.
Dalam hal menaikkan rating atau pun meningkatkan pencitraan calon peserta pemilihan, maka diperlukan suatu usaha untuk mempengaruhi dan menarik minat serta perhatian dari khalayak umum, komunitas atau pun masyarakat secara keseluruhan.
Pada masa sebelum dikenalnya media sosial di internet, cara menaikkan citra atau popularitas calon peserta pemilu / pilkada dilakukan dengan cara promosi secara gencar di media massa.Â
Hal ini disertai dengan laporan kegiatan para peserta dalam berinteraksi dengan masyarakat yang merupakan calon pemilih secara aktif dan dijadikan sebagai iklan tayangan di televisi.
Bagi calon peserta pemilihan yang memiliki dana besar tentu bukan hal yang sulit, namun tidak semua pasangan calon peserta pemilihan memiliki dana yang besar untuk membangun citra melalui iklan di media massa dan televisi.
Selain itu, iklan-iklan pencitraan melalui media massa atau peliputan kegiatan melalui televisi tidak tepat sasaran dan tidak bisa langsung membangun citra positif kepada calon pemilih atau masyarakat yang terlibat dalam pemilihan.Â
Hal ini dikarenakan masyarakat sudah lebih pintar, mereka tidak gampang dibujuk melalui iklan melalui media massa sesaat dan menjelang pemilihan, bilamana mereka tidak dilibatkan dari awal oleh pasangan calon peserta pemilihan.
Sosialisasi pengenalan kandidat peserta pemilihan sebaiknya dilakukan minimal selama dua tahun sebelum periode pemilihan berlangsung. Hal ini untuk mencegah munculnya pendapat masyarakat, bahwa calon / kandidat tersebut merupakan "calon karbitan" yang ingin mendapatkan popularitas secara instan dan berhasil memenangkan pemilihan dengan cepat.
Kita bisa memulai dengan mengenalkan kandidat yang bersangkutan dengan memuat profil dan prestasi mereka di dalam masyarakat. Cara pengenalan kandidat bisa dimulai dari media sosial dengan menggalang pertemana sebanyak mungkin di media sosial dan pengenalan program yang menarik bagi masyarakat.
Untuk menarik perhatian sesaat, pengenalan kandidat bisa dimulai dari pemuatan berita yang bersifat kontroversial namun tanpa mendiskreditkan pihak manapun. Pemuatan berita secara kontroversial ini, bisa dimulai dengan memuat issue permasalahan yang sedang menjadi topik perbincangan di dalam masyarakat melalui media sosial.Â
Dengan demikian, masyarakat / netizen akan terhenyak sesaat dan mencadangkan waktu untuk membaca sejenak berita kontroversial yang diunggah. Untuk menghindari pro / kontra yang berlarut-larut dan kurang produktif, persiapkan metode/solusi menarik pemecahan masalah, terkait berita yang diunggah. Jangan lupa persiapkan "pasukan media sosial" yang dipersiapkan untuk mengomentari setiap sepuluh baris terakhir komentar yang ada.
Pemuatan berita yang kontroversial, disisipi dengan pendapat dari kandidat, diikuti dengan pemuatan profil dari kandidat yang bersangkutan. Pemuatan ini harus dilakukan secara intensif dengan metode penyampaian yang berbeda, sehingga pembaca/ audience tidak bosan dan tertarik untuk menggali terus-menerus informasi tentang kandidat tersebut.
Hasil dari pemberitaan ini dibuat statistik popularitas di media sosial, bisa dimulai dari topik yang diberitakan sampai dengan nama kandidat yang disosialisasikan secara terus menerus, bilamana belum ada kenaikan secara berarti /significant, harus dicari metode pemberitaan yang lebih baik lagi, siapkan "pasukan media sosial" yang handal dan solid, mereka harus memberikan komentar yang kontroversial, baik mendukung ataupun menolak. Masing-masing dengan segala argumentasi yang mendukung, namun tidak mendiskreditkan dari kandiidat tersebut. Proses argumentasi berakhir dengan bentuk dukungan secara positif kepada kandidat yang bersangkutan.
Strategi Membangun Opini
Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam membangun opini di masyarakat, antara lain sebagai berikut:
- Membangun opini melalui media sosial akan berhasil jika sasaran dan topiknya tepat.
- Perhatikan issue-issue yang sedang berkembang di masyarakat tentang masalah sosial, ekonomi dan politik.
- Beberapa hal terkait perilaku para elite pemerintah maupun parlemen, kebijakan publik, kesejahteraan, keadilan, adalah hal yang menarik perhatian.
- Lihat hasil -- hasil polling berita yang bisa diangkat sebagai issue dalam membentuk opini.
Contohnya adalah sebagai berikut:
Tabel 1: Hasil Polling Litbang Kompas Terkait Debat Pilkada DKI Putaran Kedua
(Kompas.com - 13/04/2017)
Bagi pejabat pemerintahan, bisa memuat program pembangunan yang mereka canangkan dan dimuat secara intensif di medai massa, berikut ajakan kepada masyarakat untuk terlibat dalam program yang sudah berjalan selama ini.Â
Untuk lebih melibatkan masyarakat, sosialisasikan program-program yang sudah berjalan dengan baik di media sosial, pancing netizen untuk memberikan pendapat meraka tentang program-program pembangunan yang sudah berjalan. Jangan semua program dimuat secara bersamaan, namun bisa dimuat secara bertahap sambil menilai pendapat masyarakat melalui media sosial.
(Sumber: twitter.com/AmelMalukuutara/status/983231491701428224)
Dalam membentuk opini publik menggunakan media sosial, para pemangku kepentingan / tim sukses sebaiknya:
- Menggunakan simbol-simbol politik (language af politik),
- Melaksanakan strategi pengorganisasian pesan, dan
- Melakukan fungsi pemberitaan yang sejalan dengan tuntutan masyarakat
Komentar atau pendapat dari masyarakat kemudian disaring, berbagai macam pendapat yang bersifat positif dan mendukung program tersebut bisa diangkat dalam pemberitaan di media massa secara intensif dan teratur, untuk menarik perhatian masyarakat mengikuti dan terlibat dalam program pembangunan yang diberitakan secara teratur.Â
Buatkan satitistik pemberitaan sekala berkala dan imbang, karena hasil dari statistik ini sangat berguna bagi peningkatan citra pejabat yang bersangkutan ataupun mengetahui dukungan atau penolakan dari masyarakat terhadap program pembangunan yang sedang berjalan. Masukkan filter kritik dari masyarakat melalui netizen yang bersifat membangun, jangan berikan celah kepada kritik negatif yang bersifat resistensi pada pejabat yang bersangkutan ataupun program yang sedang disosialisasikan tersebut.
Bagaimana cara menghadapi black campaign atau kampanye hitam dari rival ?
Tidak semua komentar masyarakat ataupun netizen bersifat positif, sering kali bisa juga muncul komentar negatif dan bahkan bisa juga muncul pernyataan negatif, yang bilamana tidak segera ditanggapi bisa menjadi viral yang berakhir menjadi sentimen negatif bagi kandidat tersebut.Â
Untu itu, lakukan klarifikasi secepatnya, berikan penjelasan secara sistematis dan tanpa emosi terkait penyebaran berita negatif dari pihak lawan dengan menyatakan itu adalah fitnah. Segera berikan penjelasan secara lengkap dan sistematis tentang hal yang sebenarnya.
Bilamana berita tersebut ternyata benar, bisa diberikan penjelasan tanpa emosi, bahwa hal tersebut benar namun sudah berlangsung lama serta meminta maaf secara tulus, bilamana hal tersebut menjadi ganjalan di masyarakat.Â
Terkait dengan hal tersebut, dari tim sukses segera memuat berita positif untuk mengimbangi, bahkan bilamana bisa mengalihkan berita negatif yang sudah beredar. Pemuatan berita-berita positif ini juga dilakukan secara intensif dan terus-menerus cara ataupun corak yang berbeda namun intinya tetap sama.
Sebagai penutup, kita bisa mengacu pada pemilihan presiden Amerika baru-baru ini, dimana Trump berhasil mengalahkan Hillary secara telak, walaupun kemenangan Trump memicu kontroversial publik. Namun, ada satu hal yang bisa kita jadikan acuan, mengapa Trump yang dikecam, diolok-olok dan dieksploitasi segala kejelekannya bisa menang, sedangkan Hillary yang notabene jauh lebih baik malah kalah?
Ternyata ada rahasia yang baru disadari oleh tim sukses Hillary pada saat-saat terakhir masa kampanye, pada saat Trump "dihabisi secara masal" beliau secara aktif melakukan sosialisasi program secara intensif dan terus-menerus, sedangkan tim sukses Hillary terlalu sibuk untuk mencari kelemahan dari Trump, sehingga lupa melakukan sosialisasi program kerja Hillary dan segala kebaikan yang menyertainya.
Pustaka
- Dr.Eko Harry Susanto, 14 Oktober 2011, M.Si,"Membangun Opini Publik Melalui Media Society", Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara, Jakarta 2011Â
- Edward L. Bernays, "Manipulating Public Opinion: The Why and the How", American Journal of Sociology, Vol. 33, May 1928Â
- Margaret H. DeFleur, 22 Juni 2011, "James Brice's 19th-Century Theory of Public Opinion in the Contemporary Age of New Communications Technologies"Â
- Â megapolitan.kompas.com/read/2017/04/13/09290391/hasil.polling.litbang.kompas.terkait.debat.pilkada.dki.putaran.keduaÂ
- twitter.com/AmelMalukuutara/status/983231491701428224 Â
- www.kompas.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H