Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ecoton Ungkap Dampak Mengerikan dari Budaya Konsumsi Plastik dalam Kemasan Makanan di Era Konsumerisme

25 Oktober 2024   17:22 Diperbarui: 25 Oktober 2024   17:34 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Dokumentasi Pribadi

"Konsumerisme merupakan budaya konsumsi modern yang menimbulkan hasrat untuk mengkonsumsi sesuatu secara terus menerus." - Jean Baudrillard 

Dunia modern adalah dunia yang serba cepat, praktis, dan ekonomis. Menurut UN Environment Programme (UNEP) 300 juta ton plastik diproduksi setiap tahun, dan tidak semuanya didaur ulang. Sekitar 50 persen plastik hanya digunakan sekali dan dibuang (plasticoceans.org,2024). 

Jumlah tersebut setara dengan berat seluruh populasi manusia. Dalam konteks ini, konsumsi makanan yang dikemas dalam plastik menjadi norma baru yang sulit dihindari. 

Kesukaran-kesukaran yang dulu dialami kini telah dipermudah dengan desain yang mempermudah manusia untuk mengakses segala sesuatu, termasuk makanan.

Charles Duhigg dalam bukunya The Power of Habit secara gamblang menceritakan bagaimana segelintir ahli psikologi perilaku yang didanai oleh korporasi menciptakan strategi marketing massal yang memungkinkan masyarakat berperilaku konsumtif. 

Hal ini menyebabkan banyak individu tanpa sadar memilih kemasan plastik karena kemudahan dan aksesibilitasnya, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi kesehatan dan lingkungan.

Dampak Mengerikan

Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON) Foundation, sebagai mitra dan peserta pameran di SDGs Festival UNAIR, mengungkap fakta mengejutkan dalam materi pamerannya. 

ECOTON menyajikan tema "Exhibition Human Plastic" yang terinspirasi dari banyaknya temuan bahwa organ tubuh manusia sudah terkontaminasi mikroplastik. 

Penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik telah terdeteksi di berbagai organ, termasuk otak, paru-paru, hati, ginjal, urin, testis, sperma, kulit, ASI ibu hamil, dan bahkan pada cairan amnion serta plasenta janin.

Dalam uji polimer mikroplastik yang dilakukan oleh ECOTON, ditemukan bahwa persentase tertinggi mikroplastik dalam tubuh manusia terdiri dari 35,79% PET (botol plastik sekali pakai), 19,38% PS (styrofoam), 14,38% PVC (pipa), 13,11% Other (sachet), 12,98% PP (tutup botol, wadah microwave), 2,31% LDPE (kantong plastik), dan 1,58% HDPE (wadah personal care).

Rafika Aprilianti, kepala laboratorium mikroplastik, menjelaskan bahwa "Adanya mikroplastik ini bisa menjadi bom waktu bagi kesehatan manusia. Memang bahayanya tidak langsung terlihat, tapi mikroplastik secara perlahan menyusup dalam tubuh kita bahkan dalam janin dalam ibu hamil. Plastik tersusun dari 16.000 senyawa kimia, dan senyawa tersebut termasuk dalam senyawa pengganggu hormon, sehingga berpotensi menyebabkan penyakit kanker, diabetes melitus, dan penyakit bawaan lainnya."

Fenomena mikroplastik jelas mengancam kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. 

Upaya untuk menangani isu ini telah menjadi agenda penting Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya SDG 3 (Good Health and Well-being) dan SDG 12 (Responsible Consumption and Production).

Penting bagi individu untuk menyadari dampak dari pilihan konsumsi mereka. Mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, beralih ke kemasan ramah lingkungan, dan memilih produk yang berkelanjutan adalah langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk mendukung kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun