Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kuasa Simbol, Lengser Keprabon Raja Jawa

15 Oktober 2024   21:23 Diperbarui: 15 Oktober 2024   21:25 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya." Kalimat ini sering kali terdistribusi melalui gawai masyarakat, perlahan menjadi pedoman tak tertulis dalam kehidupan sosial Indonesia. 

Kalimat bijak ini tentu tidak muncul tanpa sebab; di balik kesederhanaannya, tersimpan pengalaman ribuan orang yang telah merasakan pahit, getir, dan manisnya proses menaklukkan waktu, serta menyaksikan para pemimpin besar yang datang dan pergi.

Dalam sejarah dan budaya Jawa, konsep tersebut terwujud nyata dalam prosesi lengser keprabon transisi kekuasaan di mana seorang raja atau pemimpin turun dari tahtanya. 

Dalam tradisi Jawa, raja tidak hanya sekadar pemimpin politik; ia adalah simbol kekuatan spiritual, pelindung tatanan kosmis, dan representasi ilahi. Meskipun seorang raja turun tahta, kekuasaan simboliknya sering kali tetap bertahan. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan tidak selalu berkaitan dengan kendali fisik atas kerajaan, tetapi juga dengan legitimasi simbolis yang melekat dalam jiwa masyarakat.

Antara Sejarah dan Simbol

Istilah "Raja Jawa" baru-baru ini kembali mencuat dalam perbincangan dunia maya di Indonesia, memicu diskusi tentang maknanya dalam konteks modern. Di satu sisi, "Raja Jawa" dapat merujuk pada figur raja dalam pengertian tradisional. 

Namun, di sisi lain, dalam konteks yang lebih luas, istilah ini bisa juga menjadi simbol kekuasaan yang melampaui gelar formal, mencakup penguasa politik modern yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat.

Sejarah membuktikan bahwa kekuasaan seorang raja, baik di masa lalu maupun masa kini, tidaklah absolut. Ada raja yang kekuasaannya direnggut oleh waktu, sanak saudara, atau bahkan oleh sistem politik modern. Dalam sejarah Jawa, beberapa raja jatuh karena kudeta atau konflik keluarga. Sementara itu, dalam konteks modern, kekuasaan para penguasa tradisional sering kali "dijinakkan" oleh konstitusi atau sistem demokrasi, yang mengurangi peran mereka menjadi simbolis saja.

Di Balik Lengser Keprabon

Lengser keprabon merupakan salah satu jalan di mana seorang raja menanggalkan kekuasaannya. 

Prosesi ini tidak selalu berarti hilangnya pengaruh, tetapi justru sering kali memperkuat kuasa simbolis seorang raja atau pemimpin. Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta, misalnya, menjadi contoh konkret dari lengser keprabon yang justru memperteguh kekuasaannya. Meskipun secara legal formal kekuasaan diserahkan kepada anaknya, beliau tetap dihormati dan menjadi rujukan penting dalam politik dan sosial di Indonesia.

Kita juga bisa melihat contoh modern pada Susilo Bambang Yudhoyono. Meski telah purna sebagai presiden, tulisan-tulisannya dan perannya dalam Partai Demokrat masih memiliki dampak yang signifikan bagi stabilitas sosial-politik Indonesia. Begitu pula dengan Megawati Soekarnoputri, yang hingga kini tetap menjadi tokoh sentral dalam partai berlogo banteng dan terus memenangkan pemilu. Kuasa simbolisnya justru semakin mengakar setelah masa jabatannya sebagai presiden berakhir.

Fakta-fakta ini menunjukkan pola kekuasaan yang tetap bertahan bahkan setelah seseorang "lengser keprabon." Kekuasaan simbolik yang melekat pada figur pemimpin ini sering kali bahkan lebih kuat setelah mereka tidak lagi memegang kendali formal.

Tantangan Masa Kini

Saat ini, Indonesia berada di persimpangan ketika Presiden Joko Widodo akan segera lengser setelah menyelesaikan dua periode jabatannya. 

Menariknya, tingkat kepuasan publik terhadap beliau mencapai 75 persen menurut hasil survei Indikator Politik Indonesia modal tingkat popularitas dan dukungan publik yang begitu tinggi, transisi kekuasaan ini dapat menunjukkan bagaimana lengser keprabon di era modern tetap memberi ruang bagi pengaruh simbolis yang kuat, meskipun kekuasaan formal telah diserahkan kepada penerusnya.

Kuasa simbolis dalam sejarah Jawa dan politik Indonesia kontemporer menunjukkan bahwa kekuasaan bukan sekadar soal kendali formal atas jabatan. 

Melalui lengser keprabon, raja-raja atau pemimpin politik tetap dapat mempertahankan pengaruh yang besar dalam masyarakat, meski mereka sudah menanggalkan tahtanya. 

Di balik turunnya seorang pemimpin dari panggung formal, sering kali tersisa kekuatan moral dan simbolik yang justru lebih kuat dan berpengaruh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun