Mohon tunggu...
Agung Santoso
Agung Santoso Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti isu - isu kemanusiaan.

Tertarik dengan isu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan / Sustainable Development Goals (TPB/SDGs)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengintip Nasib Buruh Digital

30 April 2024   21:40 Diperbarui: 30 April 2024   23:05 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : www.dw.com/Ethel Davies/robertharding/picture alliance 

Ekonomi digital merupakan salah satunya, roda ekonomi digital kini didorong oleh para buruh-buruh digital yang mampu survive dari disrupsi teknologi dan ketenagakerjaan. 

Pernikahan buruh dengan dunia digital melahirkan gig economy, yakni pasar tenaga kerja yang sangat bergantung pada posisi sementara dan paruh waktu yang diisi oleh kontraktor independen dan pekerja lepas dibandingkan karyawan tetap penuh waktu. 

Adapun wujud konkret gig economy merujuk pada profesi pengemudi ojek online, pengantar makanan online, pekerja freelancer online, content creator, dan penjual online. 

Perkawinan tersebut diduga karena adanya peningkatan penetrasi internet, smartphone dan perubahan preferensi konsumen. 

Buruh digital memang terbukti mendapatkan peningkatan akses ke pasar yang lebih luas, dan mendapat peluang kerja yang lebih fleksibel secara tempat dan waktu kerjanya. 

Hal membuat orang tertarik untuk menggelutinya. Mengutip laporan Investopedia.com (2024) yang mencatat tahun 2023 Sebanyak 64 juta orang Amerika adalah pekerja lepas atau pekerja gig. 

Para pekerja ini berkontribusi sebesar $1,27 triliun terhadap perekonomian AS. Jumlah ini mewakili 38% angkatan kerja AS.

Ancaman 

Laju ekonomi digital lebih sulit diprediksi ketimbang pola ekonomi tradisional. 

Bayang-bayang ketidakpastian pendapatan, kurangnya perlindungan pekerja, persaingan yang gila-gilaan, eksploitasi dari platform digital dan yang terpenting adalah keamanan dan Kesehatan kerja menjadi daftar Panjang yang harus dipertimbangkan oleh buruh digital. 

Buruh digital sekilas lebih mirip dengan pola wirausaha mandiri daripada karyawan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun