Surabaya di bulan Desember memang sudah lazimnya masuk musim hujan. Cuaca dingin, jalanan berair, mendukung para pekerja, pelajar, dan mahasiswa untuk mampir ke warung untuk makan soto, bakso, ayam bakar, nasi goreng, dan mie ayam.Â
Anda harus mengakui, kesemua makanan tersebut rasanya menjadi luar biasa ketika ditambahkan kecap di dalamnya.Â
Jika makanan-makanan tersebut disantap tanpa "kecap," maka akan terasa seperti pernikahan yang tanpa dilandasi saling cinta, "hambar".Â
Kecap merupakan komponen yang kini tak terpisahkan dengan kehidupan kuliner Masyarakat Indonesia.Â
Eksistensinya telah diterima secara inklusif, produknya tersedia mulai dari pedagang kaki lima hingga hotel Bintang lima.
Sejarah Kecap
Kecap secara historis terlacak sudah ada sejak 300 tahun sebelum masehi (SM), yakni era Romawi kuno dengan penyebutan liquamen.Â
Liquamen diketahui berfungsi sebagai penambah cita rasa makanan yang komposisinya terdiri dari petis teri, cuka, minyak, dan merica.Â
Kemudian tahun 1690 muncul saus serupa yang lahir dari kebudayaan kuliner bangsa Tionghoa yang dikenal dengan sebutan ke'tsiap.Â
Bedanya, saus ke'tsiap ini komposisi utamanya menggunakan kedelai hitam bukan petis teri.Â